Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Hoaks, G30S, dan Soe Hok Gie

image-profil

image-gnews
Gerakan 30 September atau G30S 1965 yang dipimpin Komandan Tjakrabirawa Letkol Untung ditumpas oleh TNI di bawah pimpinan Mayjen Soeharto. ARSIP NASIONAL RI
Gerakan 30 September atau G30S 1965 yang dipimpin Komandan Tjakrabirawa Letkol Untung ditumpas oleh TNI di bawah pimpinan Mayjen Soeharto. ARSIP NASIONAL RI
Iklan

Ramdan Malik
Wartawan

Kabar bohong (hoaks) atau berita rekayasa (fake news) dengan memainkan sentimen agama bukan monopoli "serdadu papan ketik" lewat media sosial dalam pertarungan politik mutakhir. Setelah Gerakan 30 September (G30S) 1965 yang mengawali transisi Orde Lama ke Orde Baru, hoaks telah memicu emosi kolektif yang melahirkan kekerasan, diskriminasi, dan ketidakadilan.

Setelah mayat tujuh perwira tentara Nasional Indonesia (TNI)dahulu Angkatan Bersenjata Republik Indonesiayang dibunuh oleh G30S pimpinan Letnan Kolonel Untung ditemukan di Lubang Buaya, Jakarta Timur, pada 4 Oktober 1965, pada hari itu juga koran TNI, Berita Yudha, menuding Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai dalang G30S. Hal ini diikuti unjuk rasa pertama yang menuntut pembubaran PKI.

Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dan Pemuda Rakyat, dua onderbouw PKI, dituduh sebagai pelaku utamanya. Foto-foto penemuan jasad para perwira di Lubang Buaya terpampang di halaman muka dua koran yang disponsori Angkatan Darat, Berita Yudha dan Angkatan Bersenjata, pada 5 Oktober. Ini dilengkapi dengan pernyataan Soeharto: "Pembunuhan para jenderal yang paling menyedihkan terletak pada dugaan penyiksaan dan pemotongan alat kelamin oleh pemuda dan wanita komunis." (Anderson & McVey, 2001).

Kemarahan masyarakat pun tersulut. Tapi Soe Hok Gie tidak. Kendati menjadi salah seorang arsitek unjuk rasa mahasiswa yang menumbangkan Sukarno, Gie adalah orang Indonesia pertama yang mengkritik pembantaian anggota dan simpatisan PKI.

Di koran Mahasiswa Indonesia yang terbit pada Desember 1967, Gie menulis tentang pembunuhan massal di Bali, provinsi dengan korban terbesar setelah Jawa Tengah dan Jawa Timur. "Di akhir tahun 1965 dan sekitar permulaan tahun 1966, di pulau yang indah ini telah terjadi suatu malapetaka yang mengerikan, suatu penyembelihan besar-besaran yang mungkin tiada taranya dalam zaman modern ini, baik dari waktu yang begitu singkat maupun dari jumlah mereka yang disembelih," demikian ia menulis.

Pembunuhan itu, kata Gie, telah menelan korban sekurang-kurangnya 80 ribu jiwa. Rumah-rumah dibakar dan pemerkosaan terhadap mereka yang dituduh Gerwani menjalar ke mana-mana, "dan dicontohi oleh pemuka partai setempat." (Gie, 1995).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Padahal Presiden Sukarno sudah membantah soal mutilasi jenazah para perwira tersebut. "Dalam pidato-pidato pada 12 dan 22 Desember, Presiden menyatakan bahwa para dokter yang meneliti mayat-mayat itu melaporkan tidak terjadi pencungkilan mata dan pemotongan alat kelamin seperti yang disebutkan dalam berita Angkatan Darat." (Anderson & McVey, 2001).

Banalitas massa yang dipicu sentimen agama tersebut berujung pembubaran PKI setelah Sukarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) kepada Panglima Angkatan Darat Soeharto pada 1966. Bandul segitiga pertarungan kekuasaan elite politik pun berayun dari PKI ke TNI, hingga akhirnya Soeharto diangkat menjadi presiden oleh parlemen setahun kemudian. Ini sebuah suksesi berkat hoaks yang mungkin terbesar dalam sejarah Indonesia.

Hoaks atau berita rekayasa oleh media massa yang dimiliki militer berbalut masalah moral yang peka bagi pemeluk agama bagaikan bensin yang menyulut api kemarahan massal setelah September 1965. Sebagai intelektual bebas, Soe Hok Gie melawannya dengan risiko teror karena memprotes pembunuhan massal di Bali, penahanan anggota dan simpatisan PKI, serta diskriminasi terhadap keluarga mereka. Dia hampir ditabrak mobil yang pengemudinya melempar gulungan kertas bertulisan "Tjina + PKI = Mati".

Dalam Catatan Seorang Demonstran, pada 7 dan 16 Agustus 1968, Gie menegaskan sikapnya: "Menghadapi kekejaman-kekejaman ini, orang hanya punya dua pilihan: menjadi apatis atau ikut arus. Tapi syukur ada pilihan ketiga: menjadi manusia bebas… Seseorang dinilai oleh keterusterangan dari keberanian moralnya." (Gie, 1983).

Cendekiawan merdeka semacam Gie inilah yang dibutuhkan pada era media sosial kini agar masyarakat tak terbelah oleh kabar bohong berkedok isu suku, agama, ras, dan antar-golongan. Kendati telah wafat hampir setengah abad silam, ia seakan-akan menjadi cermin zaman. Ketika banyak orang pintar tenggelam dalam fanatisme buta menjelang pemilihan presiden, tsunami hoaks menantang siapa pun untuk melawannya dengan argumentasi yang cendekia serta bernurani.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 jam lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

21 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

29 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

33 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

48 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

49 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.