Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Suporter

image-profil

Oleh

image-gnews
Ucapan duka atas meninggalnya Haringga Sirla, suporter Persija yang tewas dikeroyok saat berlangsung pertandingan Timnas U-19 Indonesia melawan Cina dalam laga PSSI 88th U19 International Tournament di Stadion Pakansari, Cibinong, Bogor, Selasa, 25 September 2018. ANTARA/Sigid Kurniawan
Ucapan duka atas meninggalnya Haringga Sirla, suporter Persija yang tewas dikeroyok saat berlangsung pertandingan Timnas U-19 Indonesia melawan Cina dalam laga PSSI 88th U19 International Tournament di Stadion Pakansari, Cibinong, Bogor, Selasa, 25 September 2018. ANTARA/Sigid Kurniawan
Iklan

Putu Setia

Haringga Sirla, suporter Persija Jakarta, tewas mengenaskan di tangan para bobotoh Persib Bandung. Bagi yang kuat menonton video pembantaian Haringga di media sosial, pengeroyokan itu sangatlah kejam. Dampaknya besar: sepak bola Indonesia, yang sesungguhnya tidaklah begitu maju, harus gonjang-ganjing. Liga 1 PSSI terpaksa dihentikan, meski cuma untuk dua minggu.

Tapi bukankah kematian suporter bola di negeri ini bukan hanya sekali itu? Haringga adalah korban ketujuh dari perseteruan Persib Bandung melawan Persija Jakarta. Belum lagi korban lain di luar dua klub papan atas itu. Apakah korban ketujuh ini yang terakhir ataukah menyusul korban kedelapan, ini tergantung sejauh mana kita berbenah. Sepertinya ada hal-hal yang harus dipertimbangkan bersama di luar teknik gocekan bola.

Antara klub dan suporter punya ikatan kuat yang memunculkan fanatisme. Pemain bola yang begitu girang tatkala memasukkan gol akan percuma melakukan gerakan kemenangan jika tak ada suporter. Suporter penting untuk penyemangat, selain membeli tiket masuk untuk tambahan dana bagi klub.

Karena itu, klub sepak bola menjalin komunikasi dengan suporternya. Dibuatlah kumpulan suporter dengan nama-nama yang aneh. Persija punya The Jakmania, Persib punya Viking Persib Club, Bali United punya Serdadu Tridatu. Julukan lain masih ada, bobotoh untuk suporter Persib, padahal bobotoh itu artinya pendukung, penyemangat, atau pendamping. Suporter Jakarta juga dijuluki macan Kemayoran, sedangkan suporter Persebaya Surabaya dijuluki bonek-dari akronim "bondo nekat".

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Nama itu memberi semangat, tapi di sisi lain juga berpengaruh pada perilaku suporter. Bonek sering masuk stadion tanpa bayar tiket, pergi ke Jakarta "mengawal" Persebaya tak bayar karcis kereta api. Bekalnya pas-pasan-namanya saja bondo nekat-pulang dari Jakarta, menjarah nasi bungkus di stasiun Yogya, misalnya. Ternyata bola menjadi hal yang menakutkan.

Bonek, mania, bobotoh, ataupun macan menyiratkan semangat untuk berperang. Nama Viking pun-diambil dari nama suku bangsa di kawasan Skandinavia-adalah nama suku perompak. Tridatu, yang dipakai suporter Bali United, mungkin kekecualian. Tridatu itu benang tiga warna lambang dewa Brahma, Wisnu, dan Iswara. Kenapa istilah sakral? Konon supaya suporternya bisa lebih damai seolah-olah terbebani oleh nama ketiga dewa itu. Kenyataannya, konon suporter Bali United paling sopan selama ini-meski nama sakral itu ditambahi nama berkonotasi perang juga: serdadu.

Yang jadi masalah, tak semua "laskar perang bola" ini bisa dirangkul oleh klub lewat organisasi suporter. Pengeroyok Haringga di Bandung sudah pasti "suporter jalanan". Mereka bukan penonton bola, mereka menyalurkan semangat perang lewat keramaian sepak bola. Mereka harus beraksi, tak peduli ada korban. Kelompok ini justru mencelakakan klub. Mereka bukan fanatik pada klub, melainkan merindukan kekerasan. Bukankah polisi kaget ketika memeriksa tersangka pengeroyokan Haringga, kok tidak ada yang menyesal?

Kelompok macam ini, yang seolah-olah suporter pemberi semangat tapi nyatanya cuma ingin ribut, tak hanya ada di bola. Di politik juga mulai tumbuh subur. Lihatlah caci-maki di media sosial, termasuk pengeroyokan oleh akun-akun dengan sangat kasar. Calon presidennya saling peluk sembari berkhotbah tentang kedamaian, para suporternya tetap saling maki. Apa sebenarnya yang terjadi? Barangkali pemimpin di atas terlalu asyik dengan lingkungan yang terbatas, sesekali bisa kontrol di lapisan tengah, tapi tidak nyambung dengan akar rumput. Tiba-tiba kaget sudah ada korban.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 jam lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

21 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

29 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

33 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

48 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

49 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.