Langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyelamatkan Teluk Jakarta seharusnya tak berhenti hanya pada mencabut izin 13 pulau reklamasi. Pembatalan izin pulau reklamasi itu seharusnya menjadi langkah awal untuk memperbaiki pengelolaan kawasan pesisir Teluk Jakarta.
Sejak semula proyek reklamasi memang sudah bermasalah dan menabrak banyak aturan. Reklamasi itu tak memenuhi syarat desain dan analisis mengenai dampak lingkungan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pulau reklamasi menimbulkan persoalan lingkungan di Teluk Jakarta, sehingga perbaikan pengelolaan di kawasan ini menjadi penting.
Kawasan Teluk Jakarta merupakan wilayah penting. Area itu menghidupi jutaan manusia. Berbagai sumber daya hayati, dari ekosistem bakau hingga area penangkapan ikan, ada di sana. Kawasan itu juga sarat dengan beragam aktivitas, seperti aliran barang dan penumpang pelabuhan serta jalur transmisi gas dan listrik.
Reklamasi merusak kawasan pesisir dan Teluk Jakarta. Ekosistem bakau pun menyusut: selama 10 tahun terakhir, luasnya berkurang 42,52 persen atau 232,04 hektare. Akibatnya, peran hutan bakau sebagai penahan gelombang dan intrusi air laut berkurang. Habitat burung di sana pun terganggu dan lama-lama bisa punah.
Reklamasi juga mengganggu jalur nelayan, sumber daya ikan dan habitatnya, serta budi daya di perairan laut. Menurut kajian, luas daerah tangkapan ikan yang terkena dampak mencapai 1.527 hektare. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan produksi perikanan.
Karena itu, beban di kawasan pesisir dan laut Teluk Jakarta harus diatur secara tepat sehingga tidak mengganggu keseimbangan kawasan. Pencabutan izin pulau reklamasi menjadi momentum untuk menata dan mendorong agar tidak terjadi instabilitas lingkungan di kawasan tersebut. Penataan ini penting untuk melindungi produktivitas kawasan pesisir dan menjaga keseimbangan peruntukan sumber daya pesisir sehingga akan memberi manfaat yang bisa dinikmati bersama.
Adapun ihwal perizinan empat pulau reklamasi yang telanjur dibangun-yakni Pulau C, D, G, dan N-yang belum dibatalkan, Gubernur Anies juga harus berani mencabutnya. Apalagi, untuk Pulau C dan D, sudah jelas pelanggarannya: membangun tanpa izin mendirikan bangunan (IMB) dan mengabaikan penyegelan yang berulang kali dilakukan.
Pulau-pulau yang telanjur sudah jadi itu bisa disulap menjadi kawasan hutan lindung. Lahannya bisa ditanami bakau sebagai kawasan konservasi untuk mengurangi pencemaran logam berat, dan berfungsi sebagai penahan sampah yang terbawa arus sungai. Gubernur Anies pernah mengusulkan agar empat pulau yang telanjur diuruk itu dibuat menjadi kawasan hutan lindung. Nah, inilah saatnya bagi Anies untuk mewujudkannya.