Wahyu Susilo
Direktur Eksekutif Migrant CARE
Beberapa waktu lalu, masyarakat Indonesia dan Singapura digemparkan oleh iklan oleh situs jual-beli Carousell yang menawarkan jasa pekerja rumah tangga Indonesia lengkap dengan menayangkan foto calon pekerja migran, statusnya (baru/fresh atau mantan/ex maid), dan harganya. Penayangan iklan ini meletupkan kemarahan publik yang memprotes komodifikasi pekerja migran yang secara vulgar menyamakannya dengan barang.
Menurut pantauan Migrant CARE, iklan semacam itu bukan hal yang baru. Pada 2012, di tembok jalan-jalan sepanjang Kuala Lumpur tertempel iklan penawaran jasa pekerja migran yang dengan tulisan provokatif: "Indonesian Maids Now on SALE!!!" lengkap dengan iming-iming "40% Discount" dan nomor telepon yang dapat dihubungi.
Pada 2015, di Malaysia kembali muncul iklan yang merendahkan martabat pekerja migran Indonesia. Iklan mesin pembersih ruangan iRobot dengan tagline "Leading Robovoc Specialist" menambahkan kalimat provokatif "Fire Your Indonesian Maid Now!". Selain bernada provokatif untuk memberhentikan pekerja migran Indonesia, iklan ini menyamakan mereka dengan mesin pembersih ruangan.
Di Singapura, cara-cara pemasaran jasa pekerja migran yang mengarah ke komodifikasi juga terjadi sebelum kasus Carousell. Pada 2012, Migrant CARE bersama Human Rights Watch menemukan metode penawaran jasa pekerja migran yang memajang langsung para calon pekerja di gerai-gerai yang dikelola agen perekrut pekerja migran di beberapa kompleks pertokoan. Cara ini dikritik keras karena menyamakan mereka dengan barang yang biasa dipajang di toko. Meski mendapat kritik keras, menurut kesaksian pekerja migran Indonesia di Singapura, metode ini masih tetap berlangsung.
Tersiar kabar bahwa laman Carousell yang memuat iklan penawaran pekerja migran tersebut sudah dinonaktifkan. Kementerian Tenaga Kerja Singapura juga menjatuhkan sanksi kepada agen yang terlibat. Namun kasus itu menjadi tamparan keras bagi Singapura, yang tahun ini menjadi Ketua ASEAN dan berkewajiban memimpin ASEAN untuk mengelaborasi ketentuan-ketentuan operasional atas komitmen ASEAN Consensus on Protection and Promotion Human Rights of Migrant Workers yang ditandatangani tahun lalu.
Pada akhir Oktober mendatang, di Singapura akan diselenggarakan kegiatan reguler berkaitan dengan ASEAN dan buruh migran, yaitu ASEAN Forum on Migrant Labour, yang pada tahun ini bertema "Digitalisasi dan Pekerja Migran". Tema tersebut dielaborasi menjadi dua subtema: "Digitalisasi Manajemen Pekerja Migran" dan Jasa Digital bagi Pekerja Migran".
Mengiklankan pekerja migran melalui jasa situs niaga, meski merupakan bentuk digitalisasi, tentu saja bukan cara yang dimaksud. Harus diakui, hingga saat ini, ketika teknologi informasi berkembang sedemikian pesat hingga mendekati Revolusi 4.0, tata kelola dan tata laksana migrasi tenaga kerja masih jauh ketinggalan.
Di Indonesia, sistem e-government belum menyentuh tata kelola migrasi tenaga kerja. Bentuk-bentuk keperantaraan, baik melalui birokrasi maupun calo, masih mendominasi pelayanan penempatan buruh migran. Akibatnya, masih terbuka lebar peluang untuk pengambilan keuntungan secara tidak sah. Hal yang paling sederhana yang dipersyaratkan untuk mendigitalkan layanan migrasi tenaga kerja di Indonesia pun belum ada, yaitu ketersediaan dan akurasi data mobilitas buruh migran ke luar negeri. Tidak ada kesamaan data antara Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Luar Negeri, dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
Karena itu, amanat perubahan tata kelola penempatan dan perlindungan buruh migran yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran harus dimaknai sebagai pemangkasan segala bentuk keperantaraan, baik birokrasi maupun calo, dan digantikan dengan mekanisme pelayanan publik.
Peresmian Portal Perlindungan Warga Negara Indonesia di Luar Negeri yang diresmikan Presiden Jokowi patut diapresiasi. Langkah ini harus ditindaklanjuti dengan langkah-langkah konkret yang mempermudah dan mempermurah prosedur untuk bekerja ke luar negeri.