Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Aturan Syariat dan Ranah Publik

image-profil

image-gnews
TEMPO/M. Safir Makki
TEMPO/M. Safir Makki
Iklan

Abdallah
Peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Jakarta

Surat edaran Bupati Bireuen soal standardisasi warung kopi, kafe, dan restoran yang sesuai dengan syariat Islam telah memicu kontroversi. Hal ini juga menunjukkan menguatnya kembali simbol-simbol agama di ruang publik.

Peraturan tersebut pada kadar tertentu telah memasung kreativitas kaum perempuan karena melarang warung kopi melayani pelanggan perempuan di atas pukul 21.00 WIB kecuali bersama mahramnya. Peraturan ini bukan hanya bentuk diskriminasi terhadap perempuan di ranah publik, tapi juga menerapkan praktik masyarakat paling purba yang kerap meminggirkan perempuan. Dalam catatan Komisi Nasional Perempuan (2016), sekitar 421 peraturan daerah telah mendiskriminasi perempuan. Anehnya, peraturan ini terus didaur ulang oleh pemerintah daerah di berbagai wilayah.

Peraturan lain dalam surat edaran Bupati Biruen yang menuai perdebatan adalah mengharamkan laki-laki dan perempuan makan dan minum satu meja kecuali ditemani oleh mahramnya. Sepintas aturan ini tak bermasalah. Tapi, bagaimana dengan kaum pelajar, misalnya, yang butuh ruang santai untuk berdiskusi dan mengerjakan tugas sekolah atau kampus? Bagaimana dengan politikus atau aktivis yang hendak berdiskusi di kafe untuk membincangkan kemaslahatan masyarakat? Haruskah setiap aktivitas di ranah publik harus ditemani mahram? Jika demikian, betapa repotnya hidup sebagai muslim.

Islam adalah ajaran yang mempermudah penganutnya. Jelas surat edaran itu sangat berlebihan. Hukum fikih dalam Islam mengatur interaksi non-muhrim laki-laki dan perempuan dengan sangat jelas. Mereka tidak boleh berdua-duaan jika alasannya (illat) adalah di tempat yang sepi. Jika di ruang publik, seperti pusat belanja dan pendidikan, hal itu tidaklah dilarang. Dalam konteks ini, warung kopi dan restoran merupakan ruang milik semua warga. Pada dimensi lain, warung kopi merupakan geliat perekonomian warga yang belakangan ini masif.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Surat edaran itu juga mengandung diskriminasi terhadap non-muslim dengan mengatur agar semua pramusaji berbusana muslim. Studi Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Jakarta (2015) tentang peraturan daerah bernuansa agama mengkonfirmasi bahwa motif terbentuknya peraturan daerah berwatak sekuler dan kerap meminggirkan minoritas. Pertama, peraturan itu lahir sebagai respons terhadap gaya hidup masyarakat urban, seperti Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pelarangan, Pengawasan, dan Pengendalian Minuman Beralkohol.

Kedua, formalisasi agama yang berbasis pada kepentingan kelompok. Contohnya Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Santunan Kematian. Ketiga, motif ekonomi-politik, seperti termaktub dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Wajib Belajar Pendidikan Keagamaan Islam yang mensyaratkan lulusan sekolah dasar tidak bisa masuk sekolah menengah pertama tanpa ijazah "Syahadah" dari madrasah diniyah. Keempat, menguatnya identitas keagamaan di tingkat lokal, seperti peraturan Gubernur Jawa Barat pada 2011 yang melarang kegiatan jemaat Ahmadiyah.

Berbagai aturan dalam surat edaran Bupati Bireuen itu sangat tak rasional jika dilihat dalam bingkai negara modern yang semakin kompleks dari sisi institusi publik dan masyarakat yang heterogen. Jika tujuannya mendorong masyarakat agar tidak melanggar syariat Islam, aturan itu sangatlah keliru karena interaksi masyarakat tak hanya sebatas di dunia nyata, tapi juga di dunia maya. Masyarakat justru bisa sangat leluasa berinteraksi di dunia virtual.

Pembuatan aturan sepatutnya melalui pengkajian yang holistik dan mengarah pada kebaikan bersama. Aturan itu harus berkonsentrasi pada isu-isu yang bisa diterima oleh semua masyarakat, seperti korupsi yang akhir-akhir ini marak, bukan diarahkan pada isu-isu populis yang kerap dibungkus dengan pernak-pernik agama yang pada praktiknya jauh dari nilai-nilai luhur agama tersebut.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

21 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

29 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

33 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

49 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.