Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Serena

image-profil

Oleh

image-gnews
Aksi pemain tenis Amerika Serikat, Serena Williams, bersorak ketika berhasil meraih angka saat melawan pemain tenis Jepang, Naomi Osaka, dalam final turnamen AS Terbuka, di New York, AS, Sabtu, 8 September 2018. AP Photo/Andres Kudacki.
Aksi pemain tenis Amerika Serikat, Serena Williams, bersorak ketika berhasil meraih angka saat melawan pemain tenis Jepang, Naomi Osaka, dalam final turnamen AS Terbuka, di New York, AS, Sabtu, 8 September 2018. AP Photo/Andres Kudacki.
Iklan

Toriq Hadad

MELALUI siaran televisi dari New York, saya menyaksikan final tunggal putri US Open akhir pekan lalu. Saya membayangkan betapa berat menjadi Serena Williams. Usianya senja, 36 tahun. September tahun lalu, dia melewati persalinan berat, sampai harus bed-rest selama enam minggu. Tapi ambisi juara menyeretnya kembali ke lapangan. Tahun ini dia gagal di Wimbledon, kalah di Prancis Terbuka, tapi jelas dia tak mau kandas di rumah sendiri, di US Open New York.

Serena sudah enam kali juara di US Open. Sepanjang kariernya, dia merebut 23 gelar juara turnamen kasta tertinggi itu. Hanya Steffi Graf yang mendekati Serena, dengan mengoleksi 22 gelar Grand Slam. Dan Steffi pun sudah lama pensiun. Jadi Serena sebenarnya bertanding melawan dirinya sendiri.

Dia seperti ingin menjadi "New Serena", jagoan di usia senja. Tapi ini tak mudah. Belum ada yang bisa merebut gelar ke-24. Mungkin dia ingin menjadi satu dari tujuh perempuan yang merebut gelar Grand Slam setelah melahirkan bayi. Prestasi itu hanya dicapai antara lain oleh Margaret Court, Evonne Goolagong, Kim Clijsters, dan Lindsay Davenport.

Sampai babak final di Stadion Arthur Ashe, pekan lalu, kemenangan itu begitu dekat. Hampir 23 ribu penonton berpihak kepadanya. Sebaliknya bagi lawannya di final, Naomi Osaka, gadis 20 tahun berdarah Jepang-Haiti, malam itu merupakan mimpi buruk. Penonton terus berteriak "boo"…"boo" untuk melemahkan Osaka. Ditekan penonton, didera pukulan maut Serena, Osaka justru menggila. Tentu Osaka tak mau melepas kesempatan merebut gelar Grand Slam pertama dalam kariernya itu. Lagi pula Serena sudah kelihatan lamban, meskipun kostum hitam ala baletnya menghibur penonton. Osaka yang ngefan pada Serena sejak kecil, melawan habis. Osaka tak mau melepas hadiah juara US$ 3,8 juta begitu saja.

Osaka menang mudah 6-2 di set pertama. Tapi di set kedua, Serena mengerahkan segala cara. Entah siapa yang memulai, Serena terlibat "pengarahan terlarang" dengan pelatihnya Patrick Mouratoglou yang duduk di bangku penonton. Wasit senior Carlos Ramos menegur Serena. Meradanglah dia. Serena berkata keras: tak pernah curang seumur hidupnya. Serena membawa-bawa sentimen gender, bahwa dia ditegur wasit karena dia perempuan. Dia menuntut Ramos minta maaf, tapi Ramos tetap pada sikapnya. Di set itu, Serena membanting raket sampai patah, kemudian menyebut Ramos "pembohong" dan "pencuri". Ulahnya tak menolong, dia kalah 4-6 di set kedua.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Itu malam terburuk Serena. Dia didenda US$ 4.000 karena coaching terlarang itu, ditambah US$ 3.000 karena membanting raket, dan US$ 10 ribu karena melecehkan wasit. Total denda US$ 17 ribu, memang belum seberapa dibanding US$ 1,85 juta yang diterimanya.

Catatan hitam Serena akan lama terhapus. Dia dan penonton Stadion Arthur Ashe sudah membuat Naomi Osaka berderai air mata saat menerima piala kejuaraan pertamanya. Serena mencoba menghibur Osaka, dan dia pun berurai air mata, tapi saya melihat Serena sesungguhnya tidak siap menerima kekalahannya.

Mungkin ada penyebab lain. Yang membuat Serena gusar adalah kenyataan akan berakhirnya era "The Williams" yang berjaya sejak 1999. Setelah melahirkan, Serena belum pernah lagi juara. Kakaknya, Venus, sudah lebih sering kalah sekian tahun belakangan. Di usia 36 tahun, agaknya Serena melihat munculnya jagoan muda, seperti Osaka-juga Madison Keys, Sloane Stephens, Ostapenko, dan Muguruza-dengan rasa cemas lebih dari sebelumnya.

Saya bukan penggemar Serena. Tapi saya ingin dia kembali ke final Grand Slam suatu ketika. Saya ingin dia menutup kariernya tidak dengan cara seperti pada malam celaka itu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

2 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

23 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


25 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

31 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

35 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

50 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

51 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.