Rencana tim sukses pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin merekrut sejumlah kepala daerah masuk ke struktur tim pemenangan mereka dalam pemilihan presiden 2019 sungguh tak elok dan harus dibatalkan. Biarlah para gubernur dan wali kota berkonsentrasi mengelola wilayahnya tanpa diganggu kesibukan mengatur strategi kampanye.
Ihwal keterlibatan kepala daerah dalam tim sukses calon presiden dan wakil presiden berawal dari pernyataan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Johnny Gerald Plate. Dalam sebuah pertemuan pekan lalu, politikus Partai NasDem ini mengatakan para kepala daerah yang berasal dari partai koalisi bakal dilibatkan dalam tim pemenangan. Mereka bahkan disebut-sebut bakal ikut bertanggung jawab atas naik-turunnya suara yang diperoleh Jokowi-Ma’ruf di kabupaten, kota, ataupun provinsi yang mereka pimpin. Ini jelas strategi kampanye yang salah kaprah dan berbahaya.
Tugas kepala daerah, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, adalah memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Membagi waktu dan energi untuk urusan lain di luar bidang itu bisa membuat seorang kepala daerah tak optimal mengelola wilayahnya dan dituding melalaikan konstituennya. Jangan lupa, setiap kepala daerah juga punya setumpuk janji kepada massa pemilihnya yang harus ia lunasi. Kegagalan mengelola urusan ini bisa berdampak panjang terhadap kepentingan publik.
Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum memang memperbolehkan pejabat negara melaksanakan kampanye. Mereka di antaranya harus sudah terdaftar dalam tim kampanye, mengajukan cuti sehari dalam seminggu, dan melepas seluruh fasilitas negara. Peraturan yang sama menegaskan bahwa gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, ataupun wali kota dan wakil wali kota bisa menjadi bagian dari sebuah tim kampanye, asalkan tidak menduduki posisi ketua.
Sayangnya, KPU saat ini belum membuat aturan yang tegas beserta prosedur standar penegakan hukumnya, agar tidak ada penyalahgunaan kewenangan ataupun fasilitas negara ketika sang kepala daerah sedang berkampanye. Ini penting agar tak ada tuduhan bahwa negara bersikap tidak adil dalam kontestasi politik 2019 ini.
Sebagai politikus, apalagi yang murni kader partai, setiap kepala daerah tentu punya hak berkampanye. Melarang mereka berkampanye sama dengan mencederai hak politik mereka. Yang dibutuhkan saat ini adalah pengaturan agar peran politik itu bisa dijalankan tanpa mengganggu tugas pokok dan tanggung jawab utama para gubernur, bupati, dan wali kota dalam mengelola daerahnya.
Karena itu, KPU tidak punya pilihan selain mengizinkan para kepala daerah menjadi juru kampanye saja dalam pemilihan presiden tahun depan. Agar tidak terjadi penyalahgunaan fasilitas negara, KPU bisa membuat aturan baru yang melarang kepala daerah terlibat dalam struktur tim pemenangan calon presiden yang formal.
Dengan demikian, hak politik para gubernur, bupati, dan wali kota itu akan tetap utuh dan, pada saat yang sama, potensi konflik kepentingan serta terabaikannya roda pemerintahan daerah bisa diminimalkan.