Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Darurat Defisit Transaksi Berjalan

image-profil

image-gnews
Ilustrasi Rupiah Dollar. ANTARA/Wahyu Putro A
Ilustrasi Rupiah Dollar. ANTARA/Wahyu Putro A
Iklan

Haryo Kuncoro
Direktur Riset Socio-Economic & Educational Business Institute

Prospek ekonomi global yang belum meyakinkan telah berdampak pada perekonomian nasional. Akumulasi surplus neraca perdagangan sepanjang triwulan kedua 2018 "hanya" mencapai US$ 289 juta atau merosot 75 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Lampu kuning pun menyala.

Bunyi alarm kian kencang karena surplus neraca perdagangan tidak mampu menutup defisit neraca jasa, sehingga neraca transaksi berjalan (NTB) defisit. Defisit NTB tercatat US$ 8 miliar atau berada pada level 3 persen atas produk domestik bruto (PDB), yang diklaim sebagai ambang batas "aman".

Celakanya lagi, defisit NTB tidak bisa ditutup oleh surplus neraca transaksi modal dan finansial. Konsekuensinya, neraca pembayaran Indonesia secara keseluruhan juga defisit US$ 4,3 miliar. Padahal, Thailand, Singapura, Malaysia, dan Filipina mampu menikmati surplus neraca transaksi berjalan. Bahkan, Vietnam, yang baru berkembang saja, sudah mampu surplus 4 persen dari PDB.

Untuk menyeimbangkan neraca pembayaran, Indonesia harus mengandalkan kembali neraca finansial dan neraca modal. Imbasnya, perekonomian terbebani oleh risiko arus keluar-masuk uang panas dan utang di masa datang. Sangat masuk akal apabila efek kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) tidak terlalu nendang.

Dalam lingkup yang lebih luas, defisit NTB niscaya menggerus cadangan devisa, yang menjadi indikator utama bagi investor asing masuk ke suatu negara. Contohnya, George Soros memutuskan "keluar" dari Indonesia menjelang krisis moneter 1997/1998 karena cadangan devisa dipandang sudah sangat rendah.

Riset Kandil dan Morsy (2014) menyimpulkan bahwa ketersediaan cadangan internasional untuk kasus negara sedang berkembang meningkatkan kredibilitas dan meredakan kekhawatiran atas pengaruh ekspansi kebijakan fiskal terhadap biaya pinjaman dan bunga utang.

Beberapa upaya awal agaknya masih terfokus pada sektor finansial. Titik api masalah defisit NTB sesungguhnya terletak pada sektor riil. Di sektor perdagangan barang, 79 persen ekspor Indonesia adalah komoditas bahan mentah. Dari sisi impor, aliran masuk masih didominasi oleh minyak dan gas, bahan baku, serta barang modal.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kondisi di sektor jasa tidak jauh berbeda. Ironisnya, defisit NTB lebih banyak disumbang oleh sektor yang menjadi program andalan Jokowi. Sektor maritim menyumbang defisit 80 persen. Sewa kapal asing, asuransi kapal, sewa crane, dan sejenisnya menyumbang defisit 40 persen.

Dominasi kapal asing juga terjadi pada pengangkutan barang impor ke Indonesia. Parahnya lagi, Singapura dan Malaysia menjadi tempat favorit kapal-kapal asing tersebut untuk bersandar dan melakukan bongkar-muat barang. Padahal, Indonesia memiliki potensi menjadi poros maritim dunia.

Mayoritas komoditas dunia (75 persen) diperdagangkan di wilayah Asia-Pasifik. Selain itu, sekitar 45 persen pelayaran tersebut melalui alur laut kepulauan Indonesia. Sayangnya, kontribusi sektor maritim hanya 4 persen dari PDB. Bandingkan kontribusi sektor maritim Filipina dan Jepang yang masing-masing mencapai 21 dan 28 persen.

Gambaran di atas sejatinya menjadi peringatan keras bahwa struktur perekonomian Indonesia masih rapuh. Kerapuhan itu merepresentasikan naiknya tingkat kerawanan terhadap gejolak eksternal. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat belakangan ini seolah menjadi potret kecilnya.

Dengan skema problematika di atas, pengenaan pajak penghasilan impor atas 900 macam barang konsumsi dan penerapan campuran bahan bakar minyak dengan minyak sawit 20 persen (B20) memang bisa meredam impor. Tapi, dari sisi nilai, cara ini tidak terlalu material dalam menutup defisit NTB.

Upaya lanjut yang lebih urgen adalah meningkatkan kualitas ekspor non-migas, dari bahan mentah ke produk olahan. Penghiliran industri, termasuk sektor kelautan, dengan menawarkan sejumlah insentif, perlu ditingkatkan untuk meredam proses deindustrialisasi. Tanpa upaya ekstra, defisit NTB senantiasa menjadi "api dalam sekam" yang berimbas pada pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

22 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


24 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

34 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

50 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.