Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Catatan Suram Pasangan Kandidat

Oleh

image-gnews
Jokowi dan Prabowo kembali bertarung pada Pilpres 2019
Jokowi dan Prabowo kembali bertarung pada Pilpres 2019
Iklan

SEPINTAS keputusan Joko Widodo memilih Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden terkesan sebagai strategi politik yang jitu. Kerap dipersepsikan tidak ramah kepada Islam, Jokowi justru memilih kandidat yang berasal dari "jantung" umat: Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Tak hanya mempraktikkan taktik clinch dalam olahraga tinju-merangkul lawan untuk menghindari serangan-ia menjadikan Ma’ruf sebagai tameng seraya berharap sang Kiai bisa menambah suara dalam pemilihan umum tahun depan.

Inti soalnya adalah asumsi yang telanjur dipercayai bahwa Jokowi tak disukai pemilih Islam. Setelah difitnah sebagai komunis dan bersuku Tionghoa, ia dituding tak ramah kepada Islam karena dianggap membela Basuki Tjahaja Purnama ketika Gubernur DKI Jakarta ini dituduh menghina Al-Quran. Padahal sejumlah survei mengatakan hal yang sebaliknya. Elektabilitas Jokowi 50-an persen. Mayoritas beragama Islam. Tingkat keterpilihan Jokowi itu konsisten jika responden dipilah berdasarkan afiliasi mereka pada organisasi kemasyarakatan Islam, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Persatuan Islam. Persepsi publik terhadap keramahan Jokowi kepada Islam hanya sedikit di bawah Prabowo Subianto, penantangnya.

Memilih Ma’ruf Amin sebagai kandidat wakil presiden dengan demikian adalah strategi elektoral yang mungkin jitu, meski untuk itu Jokowi telah mempertontonkan pragmatisme politik yang telanjang. Politik seolah-olah cuma alat untuk mempertahankan kekuasaan.

Ma’ruf Amin adalah ketua Majelis yang menetapkan fatwa penista agama terhadap Basuki, keputusan yang melahirkan dua demonstrasi besar dan mengantarkan Basuki ke penjara. Ma’ruf pula yang mendukung fatwa sesat terhadap Ahmadiyah, pemidanaan kelompok minoritas lesbian, gay, biseksual, dan transgender, serta fatwa haram untuk perayaan Natal. Pilihan pada Ma’ruf menggambarkan fakta yang menyedihkan: mencitrakan diri sebagai penentang politik identitas, kini Jokowi malah dengan sadar memainkannya.

Dari perspektif orang ramai, tak banyak harapan yang bisa digantungkan pada Ma’ruf. Tantangan Indonesia ke depan sangat besar: membenahi rupiah yang ambruk, mengatur strategi menghadapi perang dagang, dan menciptakan lapangan kerja buat jutaan orang yang menganggur. Memandang Ma’ruf hanya sebagai "ban serep" tentu tak bijaksana. Bagaimanapun, ia akan menjadi kepala negara dan kepala pemerintahan jika Presiden berhalangan. Tentu Jokowi bukan satu-satunya pihak yang bisa disalahkan. Partai-partai pengusungnya berandil besar dalam menentukan calon wakil presiden.

Publik pun seperti dipaksa menerima pasangan kandidat yang kurang ideal karena tak banyak pilihan lain. Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat mempertahankan ambang batas minimal pencalonan presiden adalah akar persoalan terbatasnya ketersediaan alternatif pemimpin nasional.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan syarat yang begitu ketat-hanya partai atau gabungan partai yang memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional yang dapat mengajukan calon-jumlah kandidat jadi terbatas. Kelangkaan kesempatan ini menumbuhkan oligarki dan permainan politik uang. Mahkamah Konstitusi, yang diharapkan dapat mengubah aturan-lewat gugatan uji materi terhadap presidential threshold-akhirnya menyerah karena keterbatasan waktu.

Pemilu presiden dan anggota legislatif yang dilakukan serentak membuat partai-partai menggunakan tiket pencalonan presiden dari hasil pemilihan anggota legislatif 2014 untuk menentukan calon presiden lima tahun kemudian. Pertarungan dalam pemilu presiden 2019 ibarat pertandingan gulat yang atletnya masuk arena dengan berat badan yang diukur lima tahun silam. Sistem politik kita juga gagal menghasilkan calon pemimpin di tingkat nasional. Partai-partai tidak menjalankan kaderisasi yang baik untuk menghasilkan banyak calon pemimpin.

Apa boleh buat, kini bagi rakyat cuma tersedia dua pilihan: Jokowi atau Prabowo Subianto. Saat ini, Prabowo merupakan figur yang memiliki elektabilitas tertinggi setelah Jokowi. Tiga kali gagal dalam pemilu presiden dan satu kali terlempar dalam konvensi partai pendukung, ia tak kapok mencoba peruntungan.

Memang belum ada bukti Prabowo tak becus jika menjadi kepala negara. Tapi, dengan beban masa silam yang sarat-terutama tudingan keterlibatannya dalam penculikan aktivis 1998-sulit mengharapkan dia bisa bekerja dengan baik. Sandiaga Uno, yang mendampingi Prabowo sebagai calon wakil presiden, belum banyak mengecap asam garam.

Mendapat pilihan yang terbatas, publik bisa memilih kandidat yang paling sedikit mudaratnya. Kemungkinan lain: tingkat partisipasi pemilu akan merosot-sesuatu yang menyedihkan jika benar terjadi.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

3 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

6 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

22 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

22 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

43 hari lalu

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

46 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

46 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

52 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

52 hari lalu

Warga membawa beras dan bantuan presiden pada acara Penyaluran Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah di Gudang Bulog, Telukan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis 1 Februari 2024. Presiden memastikan pemerintah akan menyalurkan bantuan 10 kilogram beras yang akan dibagikan hingga bulan Juni kepada 22 juta masyarakat Penerima Bantuan Pangan (PBP) di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

Berita terkini: Seruan pemakzulan Presiden Jokowi karena dugaan penyelewengan Bansos, gaji Ketua KPU yang terbukti langgar etik meloloskan Gibran.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

53 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.