Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pola Korupsi Pemerintahan Daerah

Oleh

image-gnews
Penyidik menunjukkan barang bukti OTT Lampung Selatan di gedung KPK, Jakarta, Jumat, 27 Juli 2018. KPK menetapkan tiga tersangka lainnya yaitu Anggota DPRD Agus Bhakti Nugroho, Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan Anjar Asmara dan pihak swasta Gilang Ramadhan. ANTARA/Dhemas Reviyanto
Penyidik menunjukkan barang bukti OTT Lampung Selatan di gedung KPK, Jakarta, Jumat, 27 Juli 2018. KPK menetapkan tiga tersangka lainnya yaitu Anggota DPRD Agus Bhakti Nugroho, Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan Anjar Asmara dan pihak swasta Gilang Ramadhan. ANTARA/Dhemas Reviyanto
Iklan

Vishnu Juwono
Dosen Administrasi Publik Universitas Indonesia

Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap pemimpin pemerintah daerah sepertinya sudah dianggap sebagai kejadian yang "normal". Hampir setiap bulan setidaknya satu elite politik daerah-baik gubernur, bupati, wali kota, maupun anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah-ditangkap, seperti Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap, dan terakhir Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan.

Berbagai macam studi terkait dengan mahalnya biaya politik di Indonesia agar terpilih sebagai pejabat tinggi di tingkat nasional maupun di daerah sudah dilakukan oleh akademikus (Aspinall & Sukmajati 2016, Mietzner 2013) maupun praktisi (Anung 2013). KPK (2018) sudah mengeluarkan studinya berupa survei terhadap 150 calon kepala daerah yang kalah terkait dengan berbagai benturan kepentingan dalam pemilihan kepala daerah.

Berbagai kajian itu merupakan referensi berharga dalam mempelajari fenomena korupsi. Hal yang memprihatinkan adalah terus munculnya para pemimpin pemerintah daerah baru yang terlibat dalam kasus korupsi. Ini menunjukkan tidak adanya rasa jera mereka ketika melihat pendahulunya meringkuk di penjara akibat kasus korupsi.

Kami dari tim peneliti pola-pola korupsi pemerintah daerah Universitas Indonesia mencoba mengidentifikasi apa saja yang menjadi pola-pola kasus korupsi pemerintah daerah. Sebagai studi awal, kami mencoba meneliti berbagai kasus korupsi yang melibatkan pemerintah daerah yang sudah berkeputusan tetap atau inkracht. Dengan memilih kasus-kasus korupsi berstatus inkracht, selain secara hukum memang terbukti bersalah, banyak sekali yang bisa dipelajari dalam modus operandi mereka yang membentuk suatu pola.

Pola pertama adalah memanipulasi alokasi anggaran. Pada saat KPK melakukan OTT di beberapa tempat di Mojokerto, Juni 2017, beberapa pejabat yang ditangkap di antaranya Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruangan Mojokerto Wiwet Febryanto dan Ketua DPRD Mojokerto Umar Faruq. KPK menangkap saat Umar diduga mencoba memperoleh alokasi dana dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebesar Rp 13 miliar untuk penataan lingkungan dengan cara relokasi dana hibah yang sebelumnya untuk Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. Umar dan koleganya, yang diduga memperoleh suap Rp 470 juta, diharapkan dapat membantu memanipulasi APBD Mojokerto tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pola kedua adalah upaya pelemahan fungsi pengawasan, terutama yang dijalankan oleh DPRD. Pada 5 Juni 2017, KPK menangkap Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur Bambang Heryanto dan Kepala Dinas Peternakan Rohayati. Mereka diduga berusaha memperlemah fungsi pengawasan dan pemantauan APBD Provinsi Jawa Timur dengan memberikan uang cicilan, yang dijanjikan sebesar Rp 600 juta, kepada anggota DPRD Jawa Timur.

Di daerah yang memiliki kekayaan alam besar, penelitian kami mengidentifikasi pola ketiga, yakni jual-beli kekayaan alam. Sebagai contoh, melalui putusan Mahkamah Agung pada 29 Juni 2016, mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin, terbukti bersalah melakukan korupsi karena menerima uang dari perusahaan swasta dengan jumlah total lebih dari Rp 18 miliar. Pemberian uang itu diduga terkait dengan jual-beli gas alam untuk proyek pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur Bangkalan.

Pola korupsi terakhir adalah manipulasi kebijakan melalui perubahan peraturan daerah. Pada 30 Maret 2016, KPK menangkap anggota DPRD DKI, Muhammad Sanusi, saat mengambil dana dari perantaranya sebesar Rp 1 miliar. Dalam putusan Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi DKI tanggal 16 Maret 2017 ditemukan bahwa dana suap yang diberikan pihak pengembang itu bertujuan memperoleh keuntungan melalui perubahan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil DKI 2015-2035.

Temuan awal penelitian kami ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kasus-kasus terbaru yang melibatkan pemimpin daerah lain. Ini menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi KPK dan pemerintah Joko Widodo untuk menciptakan efek jera bagi koruptor di pemerintahan daerah, yang tampaknya sulit diwujudkan hingga saat ini.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

3 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

7 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

22 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

23 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

43 hari lalu

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

46 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

46 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

52 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

53 hari lalu

Warga membawa beras dan bantuan presiden pada acara Penyaluran Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah di Gudang Bulog, Telukan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis 1 Februari 2024. Presiden memastikan pemerintah akan menyalurkan bantuan 10 kilogram beras yang akan dibagikan hingga bulan Juni kepada 22 juta masyarakat Penerima Bantuan Pangan (PBP) di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

Berita terkini: Seruan pemakzulan Presiden Jokowi karena dugaan penyelewengan Bansos, gaji Ketua KPU yang terbukti langgar etik meloloskan Gibran.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

53 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.