Kejahatan yang dilakukan oleh pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan sama sekali tidak boleh dibiarkan, apalagi dilupakan. Novel merupakan salah satu penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pegawai yang bertugas dan bekerja untuk memperjuangkan hapusnya korupsi di negeri ini.
Malang tak bisa dihindari, pagi usai menunaikan sholat subuh berjamaah di masjid dekat rumahnya dua orang pengendara bermotor secara tiba-tiba menyiram Novel dengan air keras. Aksi keji dan biadab ini, kemudian membuat Novel harus cuti cukup lama dari tempatnya mengabdi di KPK. Kedua belah matanya mengalami kerusakan yang cukup parah, bahkan mata kirinya harus menjalani operasi berkali-kali.
Enam belas bulan sudah berlalu. Dalam masa pengobatan dan pemulihannya yang makan waktu cukup lama, banyak pekerjaan rumah menanti. Akhirnya, sebuah kabar gembira datang dari Novel. Jumat, 27 Juli 2018 ini, Novel akan kembali bekerja. Tentu bukan bekerja sekedar bekerja, tapi kembali berjuang memberantas korupsi bersama rekan-rekannya. Bukan hanya tim satu satgasnya yang merindukan Novel kembali, kami semua pegawai KPK menantikan kiprahnya.
Novel sebagaimana pegawai lainnya adalah manusia biasa. Yang tidak biasa dan luar biasa adalah kegigihan dan kesungguhannya dalam berjuang. Enam belas bulan kami kehilangan sosok yang murah senyum itu. Kehadiran Novel bagi kami tentu menjadi spirit dan sebaliknya memberi sinyal kepada para koruptor bahwa, kami tidak mudah menyerah. Kami tidak sedang menokohkan seorang Novel. Biarlah masyarakat menilainya. Bagi kami kembalinya Novel merupakan wujud keyakinan bahwa kebenaran tidak bisa dikalahkan.
Peristiwa 11 April 2017 pagi itu, sudah dimaafkan oleh Novel. Tapi sebagai penegak hukum kami paham betul, setiap kejahatan harus diusut tuntas. Apalagi peristiwa tersebut terjadi kepada penegak hukum. Negara tidak boleh abai dan lalai mengusutnya.
Sudah enam belas bulan sejak kejadian itu, kita belum mendengar lagi perkembangan pengusutan kasus tersebut. Bahkan, Presiden pun sudah memerintahkan pihak kepolisian untuk mengusutnya sampai tuntas.
Wajar kiranya kami sebagai pegawai KPK kemudian merasa perlu bertanya, sampai kapan kasus ini akan dibiarkan? Enam belas bulan kasus penyerangan Novel ini terkatung-katung tanpa kejelasan. Persis sama seperti kasus penyerangan terhadap aktifis anti korupsi dari ICW Tama S Langkun, sampai hari ini kita tidak mendengar lagi kabarnya. Bagi kami ini bukan soal Novel saja, ini adalah persoalan serius bangsa.
Novel adalah korban yang diabaikan. Negara tidak boleh kalah oleh para penjahat yang bebas berkeliaran menebar ancaman. Kisah Novel adalah kisah pilu penegakan hukum. Enam belas bulan sudah terlalu lama.
Langkah konkrit polisi mengusut kasus ini selalu kami tunggu, karena itu memang tugasnya. Kami tidak ingin kejadian serupa terus berulang tanpa ada kejelasan. Bahkan, dalam beberapa kesempatan Novel menceritakan teror terhadap dirinya dan keluarga masih terus terjadi. Jika kejahatan keji ini terus dibiarkan dan tidak pernah sampai ke jalur hukum maka, sangat sulit bagi kita semua berharap ada efek jera bagi pelakunya. Polisi harus berani mengungkap pelakunya, tidak hanya operator lapangan tapi juga otak pelakunya.
Negara, sekali lagi tidak boleh abai dan membiarkan teror ini terus berlanjut. Kami merasakan betul bagaimana rasanya bekerja dalam suasana seperti itu. Walau berulang kali pula kami menyatakan kami tidak takut, supaya gerakan pemberantasan korupsi tidak kalah oleh mereka yang tidak menginginkan negeri ini bersih dari korupsi.
Sudah saatnya Presiden memerintahkan aparaturnya untuk mengambil langkah tegas dan serius menyelesaikan kasus Novel ini. Bukan kami saja selaku pegawai KPK akan mendukung tindakan Presiden dan kepolisian, bahkan masyarakat luas akan memberikan apresiasi terhadap langkah nyata yang diambil, yakni pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta.
Langkah ini bukanlah hal baru dalam penegakan hukum negeri ini. Penegakan hukum itu butuh kepastian dan kejelasan. Supaya jalan pemberantasan korupsi yang kami lalui, sejalan dengan niat kita menegakkan hukum dan keadilan di negeri ini.
Dalam soal fasilitas keamanan dan pengamanan bekerja banyak yang harus dibenahi. Pimpinan KPK perlu terus menjalin komunikasi dan sinergi dengan penegak hukum khususnya kepolisian untuk memastikan peristiwa terhadap Novel tidak terulang. Selama ini, bantuan keamanan dan pengamanan dari Polri masih bersifat kasus per kasus. Perlu dipikirkan secara serius, penegak hukum tidak boleh bekerja dalam ancaman.
Bagaimana pun juga, KPK merupakan institusi penegak hukum yang harus dijaga marwahnya. Ini bukan soal Novel, ini adalah soal bagaimana negara melindungi warganya dari kejahatan dan bagaimana Negara menegakkan hukum dan keadilan.
Jokowi dalam waktu setahun ke depan akan sibuk dengan pencapresannya. Kita semua berharap dan tentunya Jokowi selaku Presiden juga tidak mau sejarah mencatat dalam masa kepemimpinannya kasus-kasus kekerasan terhadap warga negara termasuk penyerangan terhadap penegak hukum tidak mampu dituntaskannya.
*Nanang Farid Syam adalah Penasehat Wadah Pegawai KPK