Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

'Kodifikasi' dalam Rancangan KUHP

image-profil

image-gnews
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif dan Ketua KPK Agus Rahardjo menjelaskan alasan KPK menolak pasal tentang korupsi dimasukkan dalam rancangan KUHP di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 7 Juni 2018.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif dan Ketua KPK Agus Rahardjo menjelaskan alasan KPK menolak pasal tentang korupsi dimasukkan dalam rancangan KUHP di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 7 Juni 2018.
Iklan

Miko Ginting
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia

Masuknya delik korupsi ke Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) selalu menuai polemik. Pada 2012, upaya itu sudah menuai penolakan. Dalam pembahasan pada 2015, upaya tersebut juga dipersoalkan.

Sayangnya, wacana yang berkembang sebatas apakah dengan dimasukkannya delik korupsi itu akan melemahkan pemberantasan korupsi atau tidak. Padahal persoalannya jauh lebih kompleks. RKUHP tidak hanya memasukkan delik korupsi, tapi juga delik lain, seperti terorisme, pelanggaran hak asasi manusia berat, dan narkotik. Tentu saja implikasinya berpengaruh pada karakteristik delik-delik itu, terutama tindak pidana korupsi.

Upaya memasukkan delik korupsi dalam RKUHP adalah konsekuensi dari pembaruan KUHP yang menggunakan model kodifikasi. Kodifikasi adalah pengkitaban ketentuan atau aturan hukum yang sejenis secara lengkap dan sistematis. Sistem kodifikasi yang diperkenalkan oleh Jeremy Bentham (Conway, 1988: 464) bertujuan mengatasi ketidakpastian hukum sekaligus mendorong kesatuan hukum. Bila diterapkan secara konsisten, semua ketentuan hukum yang sejenis dimasukkan ke satu kitab sekaligus mematikan semua ketentuan di luar kitab itu.

Model ini pada awalnya dirancang Tim Perumus RKUHP dengan memasukkan semua ketentuan pidana yang materiil, termasuk delik korupsi, ke RKUHP (Naskah Akademik RKUHP: 251). Namun kemudian diperkenalkan sistem kodifikasi terbuka, yang memungkinkan berlakunya ketentuan di dalam ataupun di luar RKUHP.

Tim Perumus mengajukan ketentuan peralihan sebagai solusi dimasukkannya delik tertentu. Pengecualian diberikan sepanjang tidak ditentukan lain menurut undang-undang di luar RKUHP. Mereka juga membuka klausul bahwa penanganan delik tertentu dijalankan berdasarkan kewenangan lembaga yang telah diatur undang-undang, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi.

Ketentuan bercorak sama sudah diatur dalam KUHP. Dalam pelaksanaannya, misalnya, ketentuan KUHP berlaku untuk tindak pidana korupsi sepanjang Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UUTPK) tidak mengatur secara berbeda. Hal ini dikenal dengan prinsip lex specialis derogat legi generali (hukum khusus mengesampingkan hukum umum).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun RKUHP muncul setelah UUTPK sudah berlaku. Ini membuat prinsip lex specialis derogat legi generali akan berbenturan dengan prinsip lex posterior derogat legi priori (hukum yang lebih baru mengesampingkan hukum lama). Maka ketentuan RKUHP akan mengesampingkan prinsip dan ketentuan dalam UUTPK.

Persoalannya, standar pengaturan RKUHP dan UUTPK berbeda. Misalnya, soal ancaman pidana terhadap delik korupsi dalam Buku II RKUHP. Di situ hanya terdapat 10 ketentuan dengan enam perbuatan yang diambil dari UUTPK dan empat perbuatan dari Konvensi Antikorupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCAC).

Tidak masuknya semua perbuatan pidana itu terjadi karena RKUHP bersandar pada pembedaan kejahatan pokok (core crimes). Kriteria kejahatan pokok dipertanyakan karena ketiadaan pembenaran, setidaknya dari Naskah Akademik RKUHP.

Tim Perumus mendorong kodifikasi sebagai strategi konsolidasi hukum pidana. Upaya ini perlu diapresiasi meskipun konsolidasi tidak melulu harus melalui kodifikasi. Terdapat jalan lain, yaitu kompilasi hukum pidana yang juga bertujuan menyederhanakan pembacaan dan mendorong kepastian hukum.

Pemerintah dan parlemen seharusnya tidak terburu-buru dalam menyelesaikan RKUHP. Para pemangku kepentingan harus dilibatkan dan aspirasi mereka diakomodasi penuh.

Presiden Joko Widodo perlu mengambil beberapa langkah berikut ini secara cermat. Pertama, pemerintah mengeluarkan terjemahan resmi Wetboek van Strafrecht voor Indie, kitab hukum pidana Hindia Belanda yang menjadi KUHP. Kedua, pemerintah dan DPR perlu mengevaluasi KUHP dan mendorong amendemen terbatas ketimbang kodifikasi. Amendemen dilakukan dengan jaminan tidak akan mengganggu keberlakuan undang-undang lain. Ketiga, Presiden mengeluarkan kompilasi-kompilasi ketentuan pidana sejenis melalui peraturan presiden. Langkah ini akan mendorong penyederhanaan dan kepastian hukum tanpa berimplikasi pada undang-undang di luar KUHP.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

3 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

6 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

22 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

23 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

43 hari lalu

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

46 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

46 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

52 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

53 hari lalu

Warga membawa beras dan bantuan presiden pada acara Penyaluran Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah di Gudang Bulog, Telukan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis 1 Februari 2024. Presiden memastikan pemerintah akan menyalurkan bantuan 10 kilogram beras yang akan dibagikan hingga bulan Juni kepada 22 juta masyarakat Penerima Bantuan Pangan (PBP) di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

Berita terkini: Seruan pemakzulan Presiden Jokowi karena dugaan penyelewengan Bansos, gaji Ketua KPU yang terbukti langgar etik meloloskan Gibran.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

53 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.