Tahapan pemilihan kepala daerah yang berlangsung serentak di 171 daerah-17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten-di Indonesia memasuki masa tenang, yang dimulai Ahad kemarin hingga besok. Inilah periode ketika segala bentuk kampanye tidak lagi diperbolehkan. Pemilih diberi kesempatan untuk merenung ulang pilihan mereka sebelum memberikan suara pada hari pemilihan.
Tapi laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengungkapkan telah terjadi banyak pelanggaran oleh peserta pilkada. Pelanggaran itu misalnya berupa kampanye terselubung melalui media sosial. Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2017 pasal 50 mengharuskan peserta pilkada menutup akun resmi di media sosial paling lambat satu hari setelah masa kampanye berakhir. Aturan ini diakali. Kampanye dilakukan melalui akun-akun partisan untuk mempengaruhi pemilih secara personal di masa tenang.
Yang juga banyak terjadi adalah praktik politik uang. Meskipun peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mencoba mencegah praktik kotor ini, misalnya dengan melarang door prize dalam kampanye, banyak tim sukses yang di masa tenang ini bergerilya menabur janji dan "menabur" uang tunai dari pintu ke pintu.
Sudah seharusnya setiap calon kepala daerah menghormati masa tenang, demikian pula partai-partai politik dan masyarakat. Setelah setiap calon memperkenalkan diri dan mencoba merebut simpati para pemilih sejak Februari, inilah saatnya pemilih mempertimbangkan dengan jernih pilihannya. Bagi pemilih, pertimbangan ini amatlah penting. Sebab, pilihan yang keliru di kotak suara pada hari pemilihan bisa berarti penderitaan hingga lima tahun berikutnya.
Di banyak negara, masa tenang dibutuhkan untuk meredakan ketegangan yang terjadi selama kampanye. Tidak terkecuali di Indonesia. Kita sama-sama mafhum, kampanye tak jarang berlangsung sangat kasar, bahkan sampai terjadi bentrokan antar-pendukung dan jatuhnya korban jiwa. Di Kabupaten Empat Lawang pada Selasa, 12 Juni lalu, misalnya, satu orang tewas dan tiga orang lainnya terluka akibat tembakan yang dilepaskan pendukung salah satu calon. Nah, waktu tenang sebelum hari pemilihan juga penting untuk menurunkan tensi politik.
KPU dan Bawaslu mesti tegas mengawasi dan menindak pelanggaran ketentuan masa tenang, karena ada hukuman berat yang menanti pelakunya. Kalau terbukti bersalah, pasangan calon dapat didiskualifikasi dari pilkada, dipidana penjara hingga 72 bulan, atau dikenai denda maksimal Rp 1 miliar. Pidana yang sama diterapkan pula kepada pemilih yang dengan sengaja menerima pemberian atau janji.
Di sisi lain, warga diharapkan membantu melaporkan kecurangan di lingkungannya. Tapi akan lebih baik bila partai politik, pasangan calon, dan tim kampanye mematuhi aturan. Bagaimanapun, periode tenang perlu diperjuangkan agar sungguh menjadi waktu yang berkualitas bagi pemilih untuk menimbang mana calon kepala daerah yang pantas dipilih.