Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Fakta Semu Ekonomi Sawit

image-profil

image-gnews
Presiden Jokowi Widodo berbincang dengan Menteri Pertanian Amran Sulaiman usai melakukan penanaman pohon Kelapa Sawit di kebun kelapa sawit di Desa Kota Tengah, Kabupaten Serdang, Sumatera Utara, 27 November 2017. Tempo/M JULNIS FIRMANSYAH
Presiden Jokowi Widodo berbincang dengan Menteri Pertanian Amran Sulaiman usai melakukan penanaman pohon Kelapa Sawit di kebun kelapa sawit di Desa Kota Tengah, Kabupaten Serdang, Sumatera Utara, 27 November 2017. Tempo/M JULNIS FIRMANSYAH
Iklan

Tulisan Arif Havas Oegroseno di Kompas 2 Juni 2018 dengan judul “Ideologi Anti-sawit di Eropa” membeberkan bantahan terhadap klaim negatif Parlemen Eropa terhadap sawit. Alih-alih memberikan solusi, tulisan Duta Besar Republik Indonesia di Jerman ini malah secara tendensius menuduh pengkritik sawit di dalam negeri sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap kemunculan sentimen negatif tersebut.

Sebagai diplomat, memang tugas Arif Havas untuk melawan pihak-pihak asing yang menyerang kepentingan nasional. Namun ulasan Arif dalam tulisan tersebut tak menyajikan fakta-fakta riil di lapangan. Tak hanya itu, data yang disajikan pun perlu diklarifikasi pada tataran yang lebih teknis. Sudah lazim, banyak diplomat kita yang fasih dengan data makro, namun lemah pada aspek-aspek detail dan teknis dari data yang ada.  

Saya mencoba merespon artikel Arif dengan mengupas fakta semu ekonomi sawit. Selama ini, ada kecenderungan pemerintah untuk hanya melihat sudut sempit nilai ekonomi sawit, dengan menonjolkan data-data makro dengan deretan indah kontribusinya terhadap perekonomian nasional. Padahal, fakta yang terjadi tidak seindah itu. Saya akan mengulasnya dalam tiga poin penting.

Pertama, benarkah sawit sudah dikelola sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat? Faktanya belum. Perekonomian sawit di Indonesia saat ini seperti dua sisi mata pisau. Pada satu sisi, sawit memang telah memberikan manfaat yang besar bagi investor dan “elit ekonomi dan politik” negeri ini. Sawit malahan menjadi penyumbang ekspor terbesar. Namun di sisi lain, berkah sawit ini tak dinikmati oleh lapisan terpenting masyarakat yang berada di kawasan perkebunan sawit: para petani dan warga desa. Malahan kemiskinan menyeruak di sana.

Kemiskinan di desa-desa sekitar perkebunan sawit disebabkan oleh penguasaan lahan skala luas oleh perusahaan sawit  yang mempersempit ruang kelola masyarakat terhadap lahan. Ini relevan dengan studi yang dilakukan Auriga Nusantara pada 2018 yang merupakan hasil pemetaan tata guna lahan dengan menggunakan drone di sepuluh desa  dengan perkebunan sawit di Sumatera dan Kalimantan. Hasilnya menunjukkan hanya 12,5 persen dari total lahan desa yang dapat dikelola oleh masyarakat. Sisanya, sudah dikelola oleh perusahaan sawit dan kehutanan.

Fakta di lapangan juga menunjukkan terjadinya perampasan lahan secara semena-mena yang melibatkan perusahaan sawit. Inilah pemicu utama terjadinya konflik antara perusahaan dengan masyarakat. Data Konsorsium Pembaruan Agraria pada 2017 mencatat dari 659 konflik yang terjadi, sebanyak 31 persen terjadi di sektor perkebunan sawit. Sektor lain menyumbangkan angka konflik yang lebih kecil.   

Kondisi di Papua adalah contoh paling menyedihkan. Investasi sawit skala luas di sana telah menghilangkan hutan yang menjadi tumpuan penghidupan masyarakat adat. Sawit membuat masyarakat adat Papua hidup dalam nestapa karena komoditas itu telah menghilangkan sumber mata pencaharian dan sumber pangan mereka bersamaan dengan hilangnya hutan-hutan mereka.

Kedua, benarkah sawit telah berkontribusi terhadap perekonomian nasional? Fakta menunjukkan komoditas sawit memang telah jadi penyumbang ekspor terbesar Indonesia. Kontribusinya sampai 15 persen terhadap total ekspor (BPS, 2017). Namun, jangan silau dengan angka itu sebab sumbangan sawit terhadap penerimaan negara tak sehebat nilai ekspornya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Fakta ini diungkap KPK melalui Kajian Sistem Pengelolaan Komoditas Kelapa Sawit pada 2016. Lewat kajian itu, KPK menemukan rendahnya penerimaan pajak sektor kelapa sawit yaitu Rp 22,2 triliun, padahal potensinya bisa mencapai Rp 40 triliun per tahun. Ini disebabkan ketidakpatuhan pelaku usaha membayar pajak dan melibatkan perusahaan multi-nasional. Akibatnya negara dirugikan.

Selain itu, KPK juga menemukan bagaimana tata kelola perizinan sawit sarat dengan korupsi.  Terbukti banyak kepala daerah yang tertangkap menerima suap dalam penerbitan izin perkebunan sawit. Jelas, praktek korupsi merupakan “benalu” bagi perekonomian sawit. Dampaknya sangat merusak pembangunan Indonesia secara keseluruhan.

Tak berhenti sampai di sana. Ketergantungan pada ekspor mengakibatkan kerentanan pada sektor ekonomi sawit. Ketika ada gejolak harga CPO, dampaknya mengganggu stabilitas ekonomi berupa defisit neraca perdagangan, gejolak nilai tukar, dan inflasi. Ini diperparah lagi oleh fakta bahwa hanya ada lima grup usaha besar yang menguasai 75 persen ekspor tersebut. Banyak data menunjukkan mereka mengontrolnya melalui negara suaka pajak (Auriga, 2017). Minimnya transparansi pengelolaan keuangan perusahaan-perusahaan raksasa sawit ini tentu bukan sinyal positif buat perekonomian Indonesia.

Ketiga, sawit telah menjadi beban bagi ekonomi lingkungan.  Fakta ini diungkap langsung oleh Direktorat Jenderal Pajak lewat kajiannya yang berjudul “Indonesian Tax Reform on Palm Oil Sector”. Kajian itu menyebutkan bahwa nilai tambah ekonomi dari investasi sawit menghasilkan 40-60 persen biaya lingkungan. Biaya lingkungan ini harus ditanggung oleh negara dan masyarakat berupa kebakaran hutan, deforestasi, banjir, sumber penyakit, perubahan iklim, dan hilangnya mata pencaharian masyarakat. Ini menimbulkan kerugian negara yang luar biasa besar.

Pada akhirnya, artikel ini diniatkan sebagai kritik membangun bagi pemerintah untuk perbaikan tata kelola industri kelapa sawit di negeri ini. Saya tentu tidak bermaksud mengekspansi ideologi anti-sawit seperti yang dituduhkan tulisan Arif Havas Oegroseno. Masalahnya, sebagian besar dari kita lebih memilih “dihancurkan oleh pujian, dari pada diselamatkan oleh kritikan” seperti kata Norman Vincent Peale, seorang penulis terkenal dari Amerika Serikat.

*Penulis adalah peneliti Auriga Nusantara

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Politikus Demokrat Timo Pangerang Diduga Rangkap Jabatan, Ada Indikasi Benturan Kepentingan di LPS

9 hari lalu

Andi Timo Pangerang. Foto: Facebook
Politikus Demokrat Timo Pangerang Diduga Rangkap Jabatan, Ada Indikasi Benturan Kepentingan di LPS

Politikus Partai Demokrat A.P.A Timo Pangerang diduga rangkap jabatan sebagai kader partai dan anggota Badan Supervisi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)


Dua Begal Terekam CCTV Saat Beraksi di Grogol Petamburan, Ditangkap di Kuningan dan Bogor

15 hari lalu

Ilustrasi begal / penyerangan dengan senjata tajam / klitih / perampokan. Shutterstock
Dua Begal Terekam CCTV Saat Beraksi di Grogol Petamburan, Ditangkap di Kuningan dan Bogor

Unit Reskrim Polsek Grogol Petamburan Jakarta Barat mengungkap motif di balik aksi begal ponsel di warteg wilayah Jelambar Baru, Grogol Petamburan, Jakarta Barat.


Pantang Menyerah Lawan Kanker Ginjal, Vidi Aldiano: Segala Ikhtiar Dilakukan

18 hari lalu

Vidi Aldiano mengunggah foto dirinya saat bertolak ke Koh Samui, Thailand untuk menjalani terapi melawan kanker ginjal. Foto: Instagram.
Pantang Menyerah Lawan Kanker Ginjal, Vidi Aldiano: Segala Ikhtiar Dilakukan

Vidi Aldiano mengaku mengalami serangan kecemasan saat transit di Bandara Changi, Singapura sebelum melanjutkan perjalanan ke Thailand untuk terapi.


PLN Gandeng 28 Mitra Kembangkan Infrastruktur Catu Daya Kendaraan Listrik

21 hari lalu

Direktur Retail dan Niaga PLN Edi Srimulyanti saat menyampaikan sambutannya pada acara penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan 28 mitra badan usaha terkait pengembangan dan penyediaan charging di PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya (UID Jaya) pada Rabu, 3 Juli 2024.
PLN Gandeng 28 Mitra Kembangkan Infrastruktur Catu Daya Kendaraan Listrik

PT PLN (Persero) melakukan langkah besar dalam memperkuat ekosistem kendaraan listrik di Indonesia dengan menandatangani 30 set Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan 28 mitra badan usaha terkait pengembangan dan penyediaan charging.


Deretan Film yang Diadaptasi dari Video Game

26 hari lalu

Film Detective Pikachu merupakan film Pokemon live-action pertama dan dikemas lebih modern.
Deretan Film yang Diadaptasi dari Video Game

Adaptasi film yang diambil dari video game menawarkan pengalaman menarik dan menghibur bagi penonton segala usia.


Disdag Palembang Gelar Pasar Murah, Antisipasi Lonjakan Harga Menjelang Idul Adha

43 hari lalu

Antisipasi Lonjakan Harga menjelang Idul Adha, Dinas Perdagangan Kota Palembang Adakan Pasar Murah. TEMPO/ Yuni Rohmawati
Disdag Palembang Gelar Pasar Murah, Antisipasi Lonjakan Harga Menjelang Idul Adha

Pemerintah Kota Palembang melalui Dinas Perdagangan (Disdag) menggelar pasar murah menjelang hari Raya Idul Adha 2024


Asosiasi Tagih Janji Pemerintah Soal Penguatan Industri Game Nasional, Isu Pendanaan Paling Krusial

57 hari lalu

Salah satu industri game dunia Sony and XBOX ONE, mengikuti pameran ini. Industri game di Inggris menyumbang GDP terbesar bagi Inggris, dengan total nilai transaksi mencapai  1.72 milyar poundsterling. Birmingham, Inggris, 24 September 2015.  M Bowles / Getty Images
Asosiasi Tagih Janji Pemerintah Soal Penguatan Industri Game Nasional, Isu Pendanaan Paling Krusial

Asosiasi game nasional mendesak realisasi Perpres Nomor 19 tahun 2024 soal pengembangan industri game nasional sebelum rezim berganti.


Mengenal Tangkahan, Kawasan Ekowisata dan Konservasi Gajah di Taman Nasional Gunung Leuser Sumut

58 hari lalu

Gajah-gajah saat menyiram wisatawan saat berkunjung ke Tangkahan di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Gajah-gajah tersebut digunakan bagi wisatawan untuk trekking keliling kawan ini. Tempo/Soetana Monang Hasibuan
Mengenal Tangkahan, Kawasan Ekowisata dan Konservasi Gajah di Taman Nasional Gunung Leuser Sumut

Tangkahan dijuluki sebagai The Hidden Paradise of North Sumatra, karena letaknya yang tersembunyi dengan keindahan alam yang masih alami,


Mengenal Tapera yang Akan Memotong Gaji Pegawai Sebesar 3 Persen

58 hari lalu

Pekerja tengah menyelesaikan proyek pembangunan rumah subsidi di kawasan Sukawangi, Bekasi, Jawa Barat, Senin, 6 Februari 2023. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. targetkan 182.250 unit KPR FLPP dan Tapera, seiring dengan rasio jumlah kebutuhan rumah (backlog) masih tinggi mencapai 12,75 unit. Tempo/Tony Hartawan
Mengenal Tapera yang Akan Memotong Gaji Pegawai Sebesar 3 Persen

Tapera adalah penyimpanan dana yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu


Dieng Caldera Race Digelar 8-9 Juni 2024, Peserta Diajak Lari Menikmati Keindahan dan Dinginnya Dieng

59 hari lalu

Telaga Merdada terlihat dari atas ketinggian 2.500 meter, di Dieng, Banjarnegara, (4/10). Penghujung musim kemarau di Dataran Tinggi Dieng menyuguhkan pemandangan yang eksotis. Aris Andrianto/Tempo
Dieng Caldera Race Digelar 8-9 Juni 2024, Peserta Diajak Lari Menikmati Keindahan dan Dinginnya Dieng

Pada Juni hingga Agustus, suhu udara di ketinggian Dieng mencapai nol derajat Celcius, bahkan minus.