Gurauan Frantinus Nirigi di Bandara Supadio, Pontianak, amat disesalkan. Perbuatan konyol itu tak hanya mengacaukan jadwal penerbangan, tapi juga membahayakan keselamatan penumpang. Ia pantas diproses hukum agar kejadian serupa tak terulang.
Frantinus mengaku marah karena tasnya di kabin digeser oleh pramugari Lion Air. Ia kemudian mengatakan tas itu berisi bom-ucapan yang menyebabkan seluruh kru dan penumpang pesawat panik. Sebagian penumpang bahkan nekat membuka pintu darurat dan melompat dari sayap pesawat. Insiden ini mengakibatkan 10 orang terluka dan sebagian harus dibawa ke rumah sakit.
Langkah polisi menetapkan lelaki berusia 26 tahun itu sebagai tersangka tidaklah keliru. Perilaku Frantinus amat membahayakan penerbangan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan pun mengatur sanksi pidana bagi siapa pun yang bercanda atau mengancam keselamatan penerbangan. Dalam Pasal 437 ayat 1 undang-undang ini disebutkan bahwa setiap orang yang menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan dapat dipidana penjara paling lama 1 tahun.
Ancaman hukuman pengacau penerbangan akan semakin berat seiring dengan dampak perbuatannya. Jika mengakibatkan kecelakaan dan kerugian harta benda, ia terancam pidana 8 tahun penjara. Kalau menyebabkan korban meninggal, pelaku bisa dihukum hingga 15 tahun penjara.
Polisi sebaiknya memproses kasus Frantinus secara serius demi menimbulkan efek jera. Gurauan yang berbahaya di pesawat sudah sering terjadi, tapi jarang kasusnya dibawa ke meja hijau. Kementerian Perhubungan melansir data pada 2015, yang menyebutkan ada 15 informasi soal ancaman bom: 12 dari aviation security dan tiga dari pramugari. Jumlah yang hampir sama terjadi setahun kemudian. Tahun ini, pada Mei saja, sudah ada tujuh informasi palsu soal ancaman serupa.
Ulah konyol itu dilakukan oleh mahasiswa, pengusaha, anggota militer, sampai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dua anggota DPRD Banyuwangi yang hendak naik pesawat Garuda tujuan Jakarta pernah pula melontarkan gurauan ngawur. Ketika ditanya petugas bandara Banyuwangi, mereka menyatakan tas yang dibawanya berisi bahan peledak. Belakangan, setelah dipaksa turun dari pesawat, mereka berkilah bahwa korek api dan minyak wangi yang mereka bawa termasuk bahan peledak.
Tindakan bodoh penumpang bisa berakibat panjang, bahkan fatal. Jika masih dalam tahap pemeriksaan petugas bandara, pelaku bisa segera diperiksa. Tapi kalau guyonan itu dilontarkan ketika pesawat sedang terbang, pilot boleh jadi akan melakukan pendaratan darurat. Kepanikan di atas pesawat juga bisa menciptakan kekacauan yang luar biasa.
Kementerian Perhubungan perlu mewajibkan bandara dan maskapai penerbangan mensosialisasi soal larangan melontarkan gurauan yang berbahaya di bandara dan pesawat. Tanpa sosialisasi dan penegakan hukum, candaan konyol seperti yang dilakukan Frantinus akan terus terulang.