Pemerintah semestinya tidak bersikap reaktif, apalagi represif, terhadap warganet yang berkomentar miring mengenai penanganan terorisme. Langkah gegabah seperti yang dilakukan Kepolisian Daerah Kalimantan Barat hanya akan memperkeruh suasana sekaligus mencederai kebebasan berpendapat.
Polisi di Kalimantan Barat memeriksa seorang wanita berinisial FSA karena ia berkomentar mengenai aksi teroris di Surabaya. Perempuan asal Sukadana, Kayong Utara, ini berpendapat bahwa pengeboman gereja di Surabaya sebagai alasan mengucurkan dana antiteror dan pengalihan isu pergantian presiden yang diembuskan kubu tertentu. Dia juga menyebut ada pihak yang sengaja mengorbankan rakyat demi tujuan tersebut.
Gara-gara komentar itu, FSA terancam Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Aturan ini melarang setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan.
Tindakan kepolisian jelas berlebihan. Yang dilakukan wanita tersebut seharusnya tetap dinilai sebagai menyampaikan pendapat, bukan menyebarkan berita bohong atau rasa kebencian. Apakah pendapat itu bermutu atau tidak, biarlah publik yang menilai. Kalau komentar itu tidak masuk akal dan tak sesuai dengan fakta, lama-lama akan lenyap sendiri.
Penggunaan delik penyebaran kebencian juga tidak tepat lantaran komentar FSA tak berkaitan langsung dengan SARA. Sasaran kritik wanita ini adalah pemerintah atau kepolisian, dan sulit ditafsirkan sebagai upaya menyebarkan kebencian atas dasar sentimen agama. Kepolisian seharusnya berhati-hati menggunakan pasal kebencian dalam Undang-Undang ITE. Aturan ini sudah lama dikritik karena multitafsir, sehingga mudah disalahgunakan.
Polisi semestinya lebih mewaspadai ancaman yang lebih riil di dunia maya, seperti munculnya kembali situs-situs radikal. Penyebaran informasi atau sandi-sandi di kalangan teroris jauh lebih berbahaya ketimbang pendapat warganet yang aneh-aneh.
Kekhawatiran bahwa pendapat seseorang di media sosial bisa mempengaruhi opini publik dapat ditangkal dengan penyebaran informasi yang akurat dan jernih. Pemerintah pun berperan besar menyebarkan informasi yang benar mengenai penanganan terorisme, demi mengatasi pendapat yang tak masuk akal. Segala aspek penanganan terorisme, termasuk anggarannya, bisa dijelaskan kepada publik.
Pemerintah harus merangkul masyarakat untuk bersama-sama melawan terorisme. Banyak langkah cerdas yang bisa dilakukan untuk mencapai tujuan itu, termasuk membangun kesadaran mengenai dampak buruk kejahatan ini. Yang jelas, membungkam kritik masyarakat merupakan langkah yang keliru dan malah memperkeruh suasana.