Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Film Indonesia dan 20 Tahun Reformasi

Oleh

image-gnews
Ekspresi serius anak kecil menonton film Pengkhianatan G30S/PKI di Kampung Pulo, Jakarta, 23 September 2017.  Warga setempat mengatakan film tersebut diputar dan disaksikan bersama guna memberitahu sejarah apa yang pernah terjadi di Indonesia. TEMPO/Ilham Fikri
Ekspresi serius anak kecil menonton film Pengkhianatan G30S/PKI di Kampung Pulo, Jakarta, 23 September 2017. Warga setempat mengatakan film tersebut diputar dan disaksikan bersama guna memberitahu sejarah apa yang pernah terjadi di Indonesia. TEMPO/Ilham Fikri
Iklan

Nurman Hakim
Sutradara Film

Tahun 1998 adalah tahun reformasi dan tahun kebangkitan perfilman Indonesia dengan munculnya Kuldesak, yang dikerjakan secara independen oleh anak-anak muda-Riri Riza, Nan T. Achnas, Mira Lesmana, dan Rizal Mantovani. Jumlah film Indonesia lalu perlahan meningkat, dari hanya sekitar lima film pada 1998 menjadi 116 film pada 2017 dengan puncaknya 124 judul film pada 2016. Menjelang pertengahan tahun ini saja sudah lebih dari 53 film muncul dan mungkin akan melebihi 100 film sampai akhir tahun. Itu belum termasuk film pendek dan dokumenter yang ditayangkan di luar bioskop. Insan film dan masyarakat kini menikmati serta merayakan kebangkitan film Indonesia.

Reformasi 1998 membuka katup-katup kebebasan di berbagai lini kehidupan, termasuk kebebasan dalam karya film. Namun benarkah kebebasan itu betul-betul hadir sesuai dengan semangat dan tujuan reformasi?

Sebelum reformasi, kontrol terhadap film dilakukan oleh pemerintah lewat Departemen Penerangan dan birokrasinya. Sebuah skenario film sebelum diproduksi harus mendapat izin dari Direktorat Film dan film yang akan ditayangkan harus mendapat izin dari Lembaga Sensor Film (dulu Badan Sensor Film) dengan surat tanda lulus sensor (STLS). Ini semacam "surat sakti" bahwa film itu aman dan boleh ditonton masyarakat. Tak ada yang mengganggu film itu. Kalau pun ada, tak signifikan.

Kini di era Reformasi, "kontrol" terhadap film, khususnya film religi-atau genre lain tapi ada sepotong adegan menyangkut soal agama-dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. LSF tetap ada dan menjalankan fungsinya, tapi kelompok-kelompok itu tak peduli jika film yang diloloskan LSF tak sesuai dengan paham dan selera mereka. Mereka mencaci-maki film-film yang tak sepaham dan bahkan juga bernada mengintimidasi dengan kedok demonstrasi.

Baca Juga:

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Salah satunya terjadi pada film Tanda Tanya (Hanung Bramantyo, 2011). Film itu batal tayang (diundur satu tahun kemudian untuk meredakan suasana) di sebuah stasiun televisi swasta. Film itu dianggap menyebarkan paham pluralisme. Film Naura dan Genk Juara (Eugene Panji, 2017) juga diboikot dan ditentang oleh sebagian kelompok Islam lainnya karena dianggap mencitrakan Islam secara negatif karena ada tokoh penjahat yang selalu mengucap istigfar (permohonan ampunan) yang biasa diucapkan oleh muslim. Meski film itu sudah mendapatkan STLS, tetap saja boikot dan cercaan jalan terus dan akhirnya mengurangi jumlah perolehan penonton.

Film Bid'ah Cinta yang saya buat tahun lalu juga mengalami tekanan oleh kelompok sejenis. Film itu bertema toleransi antar-umat Islam dan bicara soal bidah di masyarakat kita. Begitu masif cercaan dan ajakan boikot di media sosial terhadap film itu. Ribuan akun menyerang. Beberapa pemain film dirisak habis-habisan. Hal ini juga sangat mempengaruhi jumlah perolehan penonton. Perlu dicatat, film Bid'ah Cinta mendapatkan STLS tanpa potongan adegan sedikit pun.

Bandingkan dengan film bertema sejenis yang muncul pada masa pra-reformasi, seperti Titian Serambut Dibelah Tujuh (Chaerul Umam, 1982) yang berbicara soal moralitas dengan latar religi. Seorang ustad di sebuah kampung digambarkan bersikap munafik. Ia menerima suap dari seorang penjahat. Film itu diterima publik dengan baik dan dijadikan semacam kritik terhadap kehidupan dan moralitas. Begitu pun film Atheis (Sjuman Djaja, 1974). Film ini berbicara soal eksistensi Tuhan dan tokoh Hasan yang limbung dalam kehidupannya. Memang ada kontroversi pada film Atheis, tapi terjadi di level aparatur negara, bukan masyarakat. Departemen Penerangan sempat mempermasalahkan skenarionya. Badan Sensor Film awalnya menolak film itu, tapi akhirnya diloloskan dengan beberapa adegan yang dipotong.

Reformasi 1998 seharusnya menjadi tonggak kebebasan berkarya serta memilih tema dan cerita untuk film. Cukuplah hukum di negara ini yang menjadi penjaga bagi kontrol kebebasan itu. Bukankah reformasi adalah gerak maju suatu masyarakat di berbagai lini kehidupannya, termasuk film? Bukan justru malah mundur dan lebih buruk daripada masa lalu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

19 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


21 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

28 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

31 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

47 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

48 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.