Kegaduhan akibat beredarnya rekaman pembicaraan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno dengan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir tak boleh dibiarkan berlarut-larut. Upaya klarifikasi dari pihak terkait menjadi sangat penting untuk menahan isu ini bergulir menjadi bola panas dan melahirkan syak wasangka di ranah publik.
Percakapan pribadi Rini dan Sofyan, yang ditengarai merupakan hasil sadapan telepon, membahas proyek yang akan digarap PLN dan Pertamina dengan investor asing. Hal ini memantik curiga, karena mereka menyinggung soal persentase pembagian saham dan menyebut nama seseorang yang dikaitkan dengan kerabat Rini. Apalagi kemudian Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku isi pembicaraan Rini dan Sofyan membahas proyek pembangunan terminal penerimaan LNG di Bojonegara, Serang, Banten, yang digagas PT Bumi Sarana Migas
Rini langsung merespons berkembangnya pemberitaan soal itu. Ia membenarkan percakapan tersebut, namun menyebut potongan pembicaraan itu tidak utuh dan hasil editing. Bukan hanya itu, Rini juga melaporkan kasus tersebut ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri karena merasa namanya dicemarkan oleh rekaman tersebut.
Langkah Rini ini mesti direspons cepat oleh polisi. Pengusutan jejak digital di media sosial menjadi penting guna mengungkap kasus ini. Akan sangat membantu untuk menjernihkan kabar kabur soal rekaman itu kalau polisi juga berhasil memastikan kapan tepatnya pembicaraan tersebut dilakukan dan bagaimana kebocoran terjadi. Tak hanya pelaku yang ditangkap, motif pihak-pihak yang menyebarkan rekaman juga wajib dikejar.
Sambil menunggu penyelidikan polisi, Presiden Joko Widodo juga mesti mengambil langkah konkret dengan meminta keterangan Rini dan Sofyan. Presiden mesti memastikan percakapan soal proyek BUMN dengan Menteri BUMN tidak mengandung benturan kepentingan. Agar tak menjadi "barang" tersembunyi, hasil permintaan keterangan bisa disampaikan secara terbuka kepada publik.
Pengungkapan kasus ini menjadi penting bagi pemerintah untuk menangkis tuduhan bahwa praktik usang perusahaan negara menjadi "sapi perah" penguasa masih terjadi. Tersebab itu, Presiden harus memastikan bahwa Menteri BUMN, yang menjadi wakil negara sebagai pemegang saham di seluruh perusahaan pelat merah, menjalankan tugasnya dengan profesional.
Ketegasan sikap Presiden diperlukan karena Indonesia sekarang memasuki tahun politik. Sudah menjadi tudingan rutin sejak republik ini berdiri, setiap masa pemilihan umum, BUMN kerap menjadi sumber pendanaan politik para penguasa. Sebab, cara mudah mendapatkan dana ilegal dari BUMN adalah lewat kegiatan investasi dengan mitra strategis, seperti yang terdapat dalam rekaman itu.
Dengan alasan itu, kejelasan sikap Presiden atas beredarnya rekaman Rini dan Sofyan harus menjadi prioritas. Tak hanya untuk meredam berbagai spekulasi, tapi juga buat memastikan bahwa negara ini dikelola dengan baik dan transparan.