Putu Setia
Kelemahan Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam memberi arti pada kiasan adalah tidak menelusuri asal-muasal kiasan itu lahir. Misalnya kambing hitam, dalam kamus diuraikan sebagai "orang atau sesuatu yang dipersalahkan atas suatu kejadian, padahal dirinya tidak terbukti bersalah". Kenapa harus kambing yang berbulu hitam? Atau, bagaimana kalau monyet hitam?
Lalu, kiasan membabi-buta diuraikan sebagai "melakukan sesuatu secara nekat, tak peduli apa-apa lagi". Ada peternakan babi di kampung saya dan kebetulan saya melihat babi yang matanya buta. Hewan itu malah sangat kalem dibanding temannya.
Apa arti kuda hitam? Kamus merujuk ke istilah olahraga, "peserta pertandingan (perlombaan) yang semula tidak diperhitungkan akan menang tapi akhirnya menjadi pemenang". Istilah ini jadi viral sekarang, padahal dikaitkan dengan pemilihan presiden tahun depan dan bukan olahraga. Tentu kebetulan calon presidennya (kalau jadi) ada penggemar kuda, Prabowo Subianto. Namun, kalau Prabowo betul-betul jadi calon presiden, beliau bukan dalam posisi kuda hitam, karena banyak yang memperhitungkan akan menang. Tak percaya, tanya Fadli Zon.
Begitu pula Joko Widodo. Beliau bukan kuda hitam, karena banyak yang memperhitungkan menang untuk dua periode. Orang yang sudah diperhitungkan akan menang oleh kelompoknya bukanlah kuda hitam menurut kamus. Kuda hitam itu adalah seseorang (tapi kok pakai kiasan nama hewan) yang tidak diperhitungkan tapi ternyata bisa menang pada saat "pertandingan".
Jadi, siapa kuda hitam itu? Ada banyak, tergantung siapa yang meng-kuda-hitam-kan. Lembaga Survei Kedai Kopi--ini akronim tak berurusan dengan kopi--menyebut ada lima orang, yakni Gatot Nurmantyo, Rizal Ramli, Susi Pudjiastuti, Anies Baswedan, dan Tuan Guru Bajang Zainul Majdi. Kelimanya bukan elite partai, bahkan cuma nama terakhir saja yang anggota partai. Karena itu, ada kuda hitam lain seperti Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PPP Romahurmuziy, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.
Sejatinya istilah kuda hitam untuk pilpres 2019 terlalu dini. Merujuk ke kamus, kuda hitam baru muncul jika sudah ada "peserta pertandingan". Bagaimana mungkin memperhitungkan siapa yang menang kalau yang resmi bertanding saja belum ada? Harus diterka dulu siapa "peserta pertandingan" pada pilpres nanti. Apakah Jokowi sudah pasti? Fahri Hamzah menyebutkan: "Jokowi belum tentu dapat tiket capres, lihat saja Agustus nanti, percayalah saya." Apakah Prabowo sudah yakin mau jadi capres? Tanyalah orang-orang dekat Jokowi, mereka yakin Prabowo jadi cawapresnya Jokowi. Saya memang sengaja mengutip komentar dari sisi lain. Kalau mengutip pendukung fanatiknya, tentu tak asyik.
Jika Jokowi dan Prabowo saja belum pasti menjadi "peserta pertandingan", bagaimana pula dengan Gatot, Rizal, Cak Imin, Romy, Anies, dan seterusnya? Mereka cuma mengandalkan "kalau rakyat memintanya dan Tuhan menghendaki apa pun bisa terjadi". Permintaan rakyat ini sulit diterima, karena rakyat sudah diwakili partai dalam mengusung capres. Sedangkan "jika Tuhan menghendaki" terlalu abstrak, meski benar, karena kekuasaan Tuhan tak bisa kita duga. Jangankan pilpres tahun depan, besok saja rencana kita bisa batal kalau tengah malam ini kiamat.
Sebaiknya kita tak usah dulu mengkhayal adanya kuda hitam, karena yang kita kuda-hitamkan itu lebih banyak bermimpi. Mereka asyik menunggu mukjizat dari langit. Tunggu saat pendaftaran capres. Apa betul ada kuda hitam ataukah cuma kuda lumping, itu kuda dari anyaman bambu untuk berkhayal.