Kapal sekolah 07 milik Dinas Perhubungan DKI Jakarta tiba-tiba meledak di Dermaga Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, Ahad lalu. Petaka ini menunjukkan ada hal yang tak beres dalam penyelenggaraan transportasi di wilayah kabupaten satu-satunya di Jakarta itu. Padahal kapal laut menjadi sarana penghubung utama masyarakat antarpulau maupun antara penduduk daratan Jakarta dan Kepulauan Seribu, dan sebaliknya.
Kepolisian dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) harus menyelidiki penyebab ledakan yang mengakibatkan sembilan orang luka-luka itu. Hasil investigasi terhadap kecelakaan kapal yang biasa digunakan untuk antar-jemput anak sekolah di Kepulauan Seribu itu perlu dijadikan acuan pemerintah DKI untuk menata sistem transportasi laut di wilayahnya. Jangan terjadi lagi kapal meledak, apalagi pada kapal pengangkut penumpang.
Perahu bermesin yang nahas itu merupakan satu dari tiga kapal sekolah milik Dinas Perhubungan DKI. Musibah pada kapal buatan 2016 ini mengingatkan ihwal petaka pada kapal motor Paus 1 milik Dinas Perhubungan DKI yang meledak saat mengangkut 67 penumpang dan awak dari Pulau Pari ke Pulau Pramuka pada 27 Agustus 2014. Ledakan mesin yang terletak di bagian belakang kapal itu mengakibatkan 35 penumpang mengalami luka bakar-sepuluh di antaranya menderita luka bakar 80 persen.
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menyebutkan kecelakaan kapal bermesin tempel berulang kali terjadi di Indonesia, seperti di Riau, Tarakan, Ternate, dan Papua. Musibah sering dimulai dari adanya tumpahan bensin yang berada di bawah dek kapal. Percikan api dari kabel atau mesin kemudian menyambar tumpahan bensin itu, sehingga terjadi kebakaran atau ledakan. Selama 2017, KNKT menginvestigasi 34 kecelakaan pelayaran dengan 14 kasus adalah kapal meledak atau terbakar.
Banyaknya kapal bermesin tempel yang kerap meledak membuat KNKT merekomendasikan Kementerian Perhubungan mengganti penggunaan bensin untuk kapal dengan minyak diesel. Meski membuat kapal melaju lebih lambat, bahan bakar ini diyakini lebih aman karena lebih sulit terbakar, tahan panas, dan tidak menimbulkan uap. Kementerian Perhubungan sepatutnya mengindahkan rekomendasi itu dan segera menerbitkan aturan yang mewajibkan kapal penumpang-kapal yang mengangkut 12 penumpang atau lebih-menggunakan diesel.
Nakhoda kapal pun perlu memperhatikan Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Tahun 2016 tentang Peningkatan Keselamatan Kapal Cepat. Edaran ini mewajibkan nakhoda memeriksa keadaan kapal sebelum berlayar. Jangan sampai ada lagi tumpahan bahan bakar. Instalasi listrik juga harus aman dari percikan api dan tangki bahan bakar mesti steril dari pemakaian barang elektronik yang bisa memicu ledakan.
Petaka kapal sekolah 07 harus menjadi pelajaran bagi semua pihak, terutama pemerintah DKI, untuk meningkatkan keselamatan penumpang kapal.