OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) harus lebih ketat mengawasi kerahasiaan data nasabah perbankan. Terbongkarnya praktik jual-beli data nasabah pekan lalu jelas menunjukkan lemahnya pengawasan oleh OJK dan industri perbankan. Apalagi ada dugaan bahwa praktik yang telah terjadi sekian lama ini melibatkan orang dalam bank sendiri.
Gerak cepat Kepolisian Daerah Metro Jaya meringkus empat orang yang dituduh menggasak dana ratusan juta rupiah dengan memanipulasi data nasabah tentu patut diapresiasi. Tapi itu saja tak cukup. Seharusnya aparat penegak hukum juga melacak sumber kebocoran data nasabah itu, yakni sebuah situs bernama www.temanmarketing.com. Situs yang hingga kemarin tak ditutup itu bahkan mengklaim memiliki data lengkap nasabah bank di berbagai daerah di Indonesia.
Dari situs itulah para pencoleng membeli data identitas lengkap nasabah, lengkap dengan nomor telepon pribadi dan nama ibu kandung. Data tersebut kemudian digunakan untuk membobol kartu kredit nasabah dengan menghubungi customer service bank terkait untuk meminta penerbitan kartu baru dan perubahan e-mail, nomor telepon, hingga password nasabah.
Yang jadi pertanyaan tentu dari mana situs tersebut memperoleh data nasabah sedemikian lengkap. Polisi menduga data nasabah didapatkan melalui tukar-menukar informasi antar-tim pemasaran bank. Selain itu, perekaman data pribadi bisa terjadi dalam transaksi perdagangan online ataupun penyalahgunaan transaksi kartu kredit. Dari mana pun muasalnya, kebocoran data nasabah perbankan tak bisa dibiarkan terus terjadi.
Secara hukum, sudah tegas bahwa data nasabah bersifat rahasia dan tak boleh disebarluaskan. Undang-Undang Perbankan, juga peraturan dan surat edaran yang dikeluarkan OJK, melarang pemberian data nasabah kepada pihak ketiga. Dewan komisaris, direksi, pegawai bank, serta pihak yang terafiliasi dengan bank bisa dibui 2 hingga 4 tahun penjara dan didenda Rp 4-8 miliar jika membocorkan data nasabah.
Bisnis bank amat mengandalkan kepercayaan nasabah. Tanpa hal itu, niscaya bisnis bank bakal runtuh. Kasus bocornya data pribadi yang terus-menerus terjadi ini jelas dapat menggerus kepercayaan publik pada kredibilitas bank-bank kita. Sudah saatnya perbankan membersihkan jajarannya dari sekelompok orang yang gemar menggunting dalam lipatan.
Selain itu, OJK bisa berperan lebih aktif mencegah praktik penipuan dengan memanfaatkan kebocoran data nasabah semacam ini. Praktik jual-beli data nasabah di dunia maya amat mudah dilacak. Tak terlampau sulit buat OJK melacak sumber data yang diperjualbelikan. Bank-bank yang terindikasi nakal perlu diawasi dengan lebih ketat.
Kasus pembobolan data nasabah perbankan yang terus berulang ini juga menunjukkan lemahnya perlindungan hukum terhadap data pribadi. Sudah saatnya pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat duduk bersama menyelesaikan pembahasan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Hanya dengan cara itulah upaya pengamanan data nasabah bisa dilakukan dengan lebih baik.