LOVE FOR SALE
Sutradara dan Skenario: Andibachtiar Yusuf
Pemain: Gading Marten, Della Dartyan, Verdi Solaiman, Albert Halim, Dayu Wijayanto, Torro Margens
Ini kisah tentang Richard Achmad. Seorang lelaki Jakarta biasa. Berperawakan biasa. Seorang lelaki yang bangun pagi dengan celana kolor dan singlet putih kekuningan yang sudah bolong di sana-sini bukan karena tak ada duit melainkan karena tak peduli; yang menyapa sayang kepada kura-kuranya, Kelun, karena dialah satu-satunya mahluk yang tak mengejek kesendiriannya pada usia yang sudah mencapai 41 tahun.
Sebuah film komedi romantik garapan Andibachtiar Yusuf diperankan oleh Gading Marten dan Della Dartyan (Youtube)
Tepat jam delapan pagi dia sudah turun ke toko percetakan di bawah tempat kediamannya, semacam ruko tua, peninggalan orang-tuanya. Memimpin beberapa stafnya dengan rada judes seperti om nyinyir, dan pada malam hari dia menikmati pertandingan sepak bola bersama kawan-kawannya.
Tentu saja hidup jomblo di Indonesia nyaris seperti mendapatkan kutukan. Salah satu kawan Richard (Gading Marten) akan menikah dua pekan lagi dan dia ditantang kawan —dengan taruhan segala—apakah dalam dua minggu itu dia bisa datang sembari membawa pacar.
Presmis ini sebetulnya tidak baru. Sebelumnya kita sudah menyaksikan film “Kapan Kawin” (Ody C.Harahap, 2015) meski peran jomblo dibalik. Tokoh Dinda yang diperankan Adinia Wirasti yang diteror orang-tuanya karena belum kunjung menikah.
Jika Dinda menyewa seorang aktor yang berpura-pura menjadi pacarnya untuk menghadapi kerewelan orangtuanya, maka Richard menyewa jasa escort dari perusahaan Love Inc melalui aplikasi. Datanglah Arini, si cewek ‘sewaan’ dari Love Inc yang bukan hanya berhasil menutup ‘harkat’ Richard di hadapan kawan-kawannya, tetapi dia juga berhasil mencairkan hati Richad yang sudah beku akibat masa lalunya dengan perempuan yang dulu pernah dicintainya. Bukan cuma memasak makanan kesukaan Richard atau membawakan makan siang ke kantor, tetapi Arini bahkan paham klub sepak bola karena “sering menemani bapak menyaksikan pertandingan.”
Fantasi lelaki. Perempuan serba bisa yang menemani depan TV, di dapur daan di tempat tidur. Orang tua dan adik-adik semua baik; kawan-kawannya menyambut hubungan itu. Apalagi? Richard tentu saja membeli cincin kawin.
Lalu terjadilah sesuatu di luar dugaan.
Yang istimewa dari film ini bukan temanya, tetapi betapa sutradara menampilkan tokoh Richard dengan utuh. Seorang lelaki berusia 40 tahun yang semula tak peduli dengan nasib diri dan tubuhnya, dan yang hanya akrab dengan Kelun. Seseorang yang perlahan-lahan mencoba membiarkan kehidupan pribadinya terbagi dengan perempuan lain, dan itu bukan hal yang mudah untuk seseorang yang sudah biasa hidup sendiri.
Adegan dari film komedi romantik garapan Andibachtiar Yusuf diperankan oleh Gading Marten dan Della Dartyan
Gading Marten adalah sebutir berlian yang diasah dengan baik oleh sutradara Andibachtiar. Dia adalah aktor yang selama ini tertutup oleh aktor-aktor berbakat dan ganteng lainnya hingga sinarnya tak kelihatan. Kali ini Gading memperoleh kesempatan memperlihatkan bahwa seni peran adalah meniupkan roh ke dalam tokoh dengan pas, tak lebih dan tak kurang. Tokoh Richard dalam film ini begitu meyakinkan sehingga tak sulit bagi penonton untuk bersimpati padanya.
Andybachtiar yang selama ini lebih fokus membuat film-film bertema intrik seputar sepak bola seperti Romeo Juliet (2009) dan Hari ini Pasti Menang (2013), kini justru memperlihatkan bahwa dia mampu di genre yang —menurut saya—paling sulit: komedi romantis; sebuah subgenre yang selama ini sering dipilih oleh para sineas karena kelihatannya mudah, tapi ternyata hasilnya mengecewakan karena urat lucu penonton berbeda-beda.
Keberhasilan Andibachtiar adalah membuat tokoh Richard menjadi tokoh keseharian yang kita kenal, yang begitu dekat dengan kita dan bahkan bagian dari diri kita, sehingga apapun yang jenaka di dalam film ini adalah humor di dalam film ini menjaid humor bersama, bukannya menertawakan orang lain.
Selamat untuk Andibachtiar dan selamat untuk Gading Marten yang akhirnya menemukan panggung yang tepat.
LEILA S. CHUDORI