Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bubar

image-profil

Oleh

image-gnews
Pendemo berusaha menghindari gas air mata yang ditembakkan polisi saat membubarkan aksi massa pendukung Prabowo-Hatta yang berusaha menerobos pagar kawat berduri di depan Patung Kuda Arjuna Wiwaha di Jakarta, 21 Agustus 2014. BAY ISMOYO/AFP/Getty Images
Pendemo berusaha menghindari gas air mata yang ditembakkan polisi saat membubarkan aksi massa pendukung Prabowo-Hatta yang berusaha menerobos pagar kawat berduri di depan Patung Kuda Arjuna Wiwaha di Jakarta, 21 Agustus 2014. BAY ISMOYO/AFP/Getty Images
Iklan

Apa yang sesungguhnya terjadi pada negeri kita di tahun 2030? Apakah betul negara ini bubar? Padahal ada yang bilang justru pada tahun-tahun itulah ekonomi kita membaik. "Ah, jadi bingung," ini keluhan cucu saya, anak kelas VI sekolah dasar.

Apa yang ia katakan sudah saya sarikan kalimatnya. Saya tak kaget. Dia generasi milenial yang akrab dengan media sosial dan sering dimarahi ibunya karena tak bisa lepas dari handphone. Tapi pemahamannya tentu tetap sebatas anak-anak. Maka, jawaban saya adalah, "Kamu jangan berpikir yang berat, kamu tak akan kuat. Kakek saja yang mikir."

Sulit menjelaskan kepada bocah itu Indonesia bubar dari sepotong pidato Ketua Umum Gerindra Prabowo, yang hanya berdurasi satu menit 19 detik. Prabowo, yang konon anti-asing itu, justru menyebut Indonesia bubar dari kajian orang asing. Dan, astaga, kajian yang dimaksudkan ternyata dari sebuah novel.

Cucu saya pasti tidak paham bahwa kita sebagai manusia tak bisa sungguh-sungguh tahu apa yang terjadi pada waktu yang akan datang. Itu rahasia Tuhan. Apalagi tahun 2030, yang akan terjadi pada Juni nanti pun belum bisa kita ketahui. Siapa yang akan menang dalam pilkada Jawa Barat atau Jawa Timur, kita tak tahu. Tapi orang bisa memprediksi dari gejala yang muncul. Dan prediksi itu sesungguhnya masih dalam wilayah apa yang disebut ramalan.

Adapun ramalan tak bisa dipastikan kebenarannya. Tapi ramalan sering kali dijadikan bahan untuk introspeksi atau berjaga-jaga. Besok diramalkan akan hujan, maka kita siapkan payung kalau bepergian. Ternyata tidak hujan, ya, payungnya disimpan. Seminggu ke depan diramalkan gunung akan erupsi lebih hebat, maka kita siapkan perlindungan. Bahwa gunung itu tidak jadi erupsi, justru itu yang kita harapkan, termasuk permohonan dalam setiap doa. Jadi, ramalan yang berkonotasi buruk memberi kesempatan kepada kita untuk berjaga-jaga. Sedangkan ramalan yang konotasinya baik tidak membuat kita takabur. Dengan kata lain, prediksi atau ramalan tak boleh membuat kita jadi takut. Jika ketakutan yang muncul, kita telah kalah sebagai manusia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Yang lebih rumit adalah jika ramalan dikaitkan dengan keyakinan. Atau, dengan bahasa sederhana, ada keyakinan yang sumbernya dalam kitab rujukan agama bahwa suatu masa, kelak, akan terjadi sesuatu--misalnya peristiwa buruk. Cobalah lacak YouTube, begitu maraknya ada pertanda akan datangnya hari kiamat. Tanda-tanda akhir zaman itu diucapkan para ustad dengan merujuk ke kitab suci Al-Quran dan dipatut-patutkan dengan situasi di Arab atau belahan dunia lainnya yang mayoritas Islam. Apakah orang menyikapinya dengan ketakutan kalau kiamat itu sudah muncul pertandanya? Seharusnya tidak. Justru orang berlomba berbuat yang terbaik, siapa tahu hari akhir itu memang benar-benar terjadi secara tak terduga.

Namun, bagaimana kalau ada yang tidak yakin? Kalau kiamat pertandanya sudah ada menurut keyakinan umat Islam-barangkali tidak mewakili seluruh umat-bagaimana dengan umat non-Islam? Hindu mengenal kiamat itu sebagai mahapralaya, dan belum ada tanda-tanda akan datang sesuai dengan keyakinan Hindu. Kalau begitu, bumi yang cuma satu ini mengikuti kiamat yang mana? Kan tak mungkin sebagian kiamat dan sebagian tidak.

Begitu pulalah kalau disebutkan Indonesia akan bubar pada 2030. Indonesia-nya siapa yang Anda yakini? Indonesia-nya Prabowo atau Jokowi? Keduanya punya "ramalan" yang berbeda. Karena ternyata Indonesia cuma satu, mari ikuti Jokowi yang optimistis dan juga ikuti Prabowo untuk berjaga-jaga, agar negeri yang indah ini tidak sampai bubar. PUTU SETIA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

2 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

23 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


25 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

31 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

35 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

50 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

51 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.