Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keterwakilan Semu

image-profil

image-gnews
Lembaga survei mulai menyigi kombinasi presiden dan wakilnya yang akan dipilih dua tahun sebelum pemilu resmi digelar. (ilustrasi: Kendra H. Paramita).
Lembaga survei mulai menyigi kombinasi presiden dan wakilnya yang akan dipilih dua tahun sebelum pemilu resmi digelar. (ilustrasi: Kendra H. Paramita).
Iklan

Reza Syawawi
Peneliti hukum dan kebijakan Transparency International Indonesia

Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 adalah pemilu langsung ke-empat untuk memilih presiden dan wakil presiden serta anggota parlemen. Pengalaman ini seharusnya menjadi bagian dari proses memperkuat legitimasi hubungan antara pemilih dan pemimpin politik. Akan berbeda halnya ketika pemilihan tersebut dilakukan hanya melalui partai politik atau sistem perwakilan.

Pemilihan langsung berimplikasi terhadap beberapa hal. Salah satu yang paling sering dipersoalkan adalah biaya yang tinggi. Akibatnya, pemilihan langsung dituding sebagai faktor yang membuat banyak kepala daerah dan anggota parlemen terlibat korupsi. Biaya politik yang tinggi seakan memaksa mereka untuk mengumpulkan pendanaan politik dari sumber yang dilarang undang-undang. Atas dasar ini, banyak pihak—terutama partai politik—mengusulkan agar pemilihan langsung, khususnya pemilihan kepala daerah, dilakukan secara tidak langsung, yakni melalui dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD). Padahal risiko biaya tinggi tetap ada jika pemilihan dilakukan melalui sistem perwakilan.

Selain memperkuat prinsip keterwakilan, pemilihan langsung sebetulnya bagian dari upaya untuk menekan biaya politik yang banyak dikeluhkan partai politik. Sebab, calon yang diajukan tentu memiliki tingkat ke-terpilihan yang tinggi dan sudah dikenal publik.

Namun proses pencalonan di lingkup internal partai politiklah yang didesain "mahal". Misalnya, banyak orang yang tidak pernah didengar kiprahnya di masyarakat tiba-tiba dicalonkan atau keputusan partai politik dalam menentukan calon untuk daerah pemilihan tertentu atau memindahkan daerah pemilihan pada pemilu berikutnya. Hal ini tidak hanya berpotensi merusak esensi keterwakilan, tapi juga menjadi faktor dominan yang menciptakan politik biaya tinggi. Calon akan habis-habisan mengeluarkan biaya agar dirinya diketahui dan dipilih pemilih.

Baca Juga:

Sistem pemilihan langsung harus dilihat sebagai upaya membangun sistem politik yang akuntabel. Relasi politik yang dibangun melalui sistem pemilihan langsung akan lebih mendekatkan pemilih dengan pilihan politiknya. Ketika pilihan itu ditumpangkan kepada institusi politik yang lain, tentu relasinya akan jauh berbeda.

Namun, dalam praktik-nya, regulasi di sektor politik, seperti Undang-Undang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Partai Politik, cenderung tidak menjawab tujuan dari sistem pemilihan langsung. Akuntabilitas politik yang diharapkan akan memperkuat relasi pemilih dan pemimpin politik cenderung tidak diakomodasi.

Mandat langsung yang diberikan oleh pemilih hanya diafirmasi melalui hal-hal yang sifatnya kuantitatif, seperti merumuskan jumlah suara untuk mendapat kursi di parlemen atau keterpilihan dengan memperoleh 50 persen plus satu suara atau melalui suara terbanyak. Padahal seharusnya hal-hal yang kuantitatif itu juga mencerminkan relasi dan legitimasi seorang presiden, kepala daerah, dan anggota parlemen.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam konteks yang lain muncul hal serupa, misalnya soal politik afirmasi keterwakilan perempuan dalam persentase tertentu, baik dalam kepengurusan partai maupun pencalonan anggota parlemen. Pertanyaan reflektifnya adalah apakah keterwakilan itu hanya bisa dinilai dengan ukuran-ukuran kuantitatif?

Umumnya, pemilih dan partai politik cenderung abai terhadap hal-hal semacam ini. Padahal esensi pemilihan langsung adalah menjadikan setiap suara bernilai sehingga keterpilihan yang berdasarkan jumlah suara tertentu juga harus dapat dipertanggungjawabkan kepada pemilih.

Apakah ukuran untuk menilai bahwa satu kursi itu sudah cukup mewakili kepentingan ribuan atau ratusan ribu suara? Atau, apakah kuota 30 persen perempuan sudah cukup mewakili aspirasi dan kepentingan perempuan dalam berbagai kebijakan?

Ada undang-undang atau kebijakan yang tiba-tiba muncul tapi kemudian ditolak masyarakat. Jika merujuk pada konteks ke-terwakilan, tentu ada masalah mendasar bahwa setiap pengambil keputusan politik tidak memiliki mekanisme untuk merespons situasi dan aspirasi dari publik yang diwakilinya. Dengan demikian, apa yang tadi kita sebut sebagai hitung-hitungan jumlah suara dan kuota/persentase tertentu hanyalah berguna untuk sekadar mendapat kursi/jabatan.

Maka, untuk merespons situasi menjelang pemilihan umum ini, masyarakat seharusnya sudah harus mulai mempertanyakan dan menagih janji-janji politik presiden/wakil presiden, kepala daerah, dan anggota parlemen yang pernah dipilihnya. Apalagi bila mereka kembali mencalonkan diri. Masyarakat jangan justru terbawa arus politik yang lebih mengedepankan isu tentang siapa yang layak menjadi calon.

Tanpa hal semacam itu, sistem pemilihan langsung justru akan kehilangan legitimasinya. Relasi antara pemimpin politik dan pemilihnya hanyalah prasyarat untuk memperoleh kekuasaan.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

17 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


18 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

25 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

29 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

44 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

45 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.