Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Adonis

image-profil

Oleh

image-gnews
Sastrawan Chile Pablo Jofre saat tampil pada acara Bintang-Bintang di Bawah Langit Jakarta di Komunitas Salihara, Jakarta, 7 Oktober 2017. Sastrawan Indonesia yang dihadirkan merupakan para bintang dalam dua tahun terakhir. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Sastrawan Chile Pablo Jofre saat tampil pada acara Bintang-Bintang di Bawah Langit Jakarta di Komunitas Salihara, Jakarta, 7 Oktober 2017. Sastrawan Indonesia yang dihadirkan merupakan para bintang dalam dua tahun terakhir. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Iklan

Malam itu Adonis duduk di Acropole, restoran Yunani di Rue de l’École-de-Médecine, Paris. Sastrawan yang diunggulkan jadi penerima Hadiah Nobel ini, yang menggugah sastra Arab sejak 70 tahun yang lalu, menyambut tamunya dengan sebotol anggur organik. Sikapnya tak berjarak, dan ia bisa kocak. Bersamanya kita akan lupa ia pak tua 88 tahun yang telah menempuh sejarah Timur Tengah yang ganas-bersama puisi yang terpaut tegang dengan zamannya.

Ini pertemuan kami kedua, setelah hampir sedasawarsa. Ia hadiahkan bukunya, Concerto al-Quds, yang versi Arabnya terbit pada 2012. "Ini buku saya yang paling akhir," katanya.

Baca Juga:

Ia kini melukis. Ia tunjukkan reproduksi karyanya: warna dan garis pada "serpihan kertas yang dibuang" yang ditebari tetesan cat yang mirip bentuk-bentuk tes Rorschach. Merah, hitam, hijau menyembul di antara kalimat-kalimat Arab yang ditulis dengan pena, larik-larik monokromatik yang halus. "Saya dapatkan cara lain mengutarakan hubungan dengan benda-benda."

Ia bilang ia mulai menggambar karena sukar menulis sajak lagi. Tapi puisinya belum kering. Di dataran kertas itu tampak karya visualnya yang minimalis: puluhan kaligrafi yang liris.

Agaknya tiap kali Adonis lahir kembali. Sebaris sajak dalam Concerto: "Uban ramai di kepalaku, tapi isi badanku fajar anak-anak." Tatapannya seperti melihat dunia buat pertama kali: riang, ingin tahu, pandangan bocah yang cerdas, ceria, jail, di umurnya yang hampir seabad.

Hidup belum berhenti. Hidup tak berhenti.

"Berhenti" mungkin lawan kata "Adonis". Saya kira ia pandang dirinya sebagai Mihyar yang diciptakannya dalam Aghani Mihyar al-Dimasyqi, buku bertahun 1961. Mihyar seorang eksil yang mengarungi dataran yang hangus, remuk, tapi muncul, dari puing-puing, membawa "iklim kata-kata baru".

Ia tawarkan sajaknya mentah, tapi menyihir, ke angin yang
berkabung
Ia bahasa yang berpendar di antara tonggak
Ia ksatria kata-kata yang tak lazim

Bahasa, dalam diri Mihyar, penyair, adalah peristiwa metamorfosis. Kata, alat komunikasi, berubah jadi sesuatu yang ganjil, lincah, tak bisa dipatok, sering tak dimengerti. Bahasa, yang dalam kearifan Melayu dianggap "menunjukkan bangsa", berubah jadi suara, nada, ritme, dan makna yang tak punya bangsa, tak punya puak. Mihyar, seperti Adonis, selalu seorang imigran. "Menulis tak punya identitas," ia tulis dalam Concerto.

Ada penyair Irak yang menyesali corak puisi yang dibawa Adonis karena "bersemangat Eropa". Saya kira Adonis tak peduli. Nama pena yang ia pilih sejak 1940-an (nama asalnya Ali Ahmad Said Esber) diambil dari mithologi Yunani-Phoenisia. Dalam dongeng Yunani, Adonis bukan Yunani, melainkan Assiria: dewa kematian dan kebangkitan kembali.

Nama, hidup, dan puisi penyair ini sepenuhnya perubahan. Ia lahir pada 1930 di timur laut Suriah. Di waktu muda ia ikut kaum nasionalis dan terlibat persaingan politik dengan Partai Baath yang kemudian berkuasa. Ia dipenjarakan selama setahun. Pada 1956 ia lari ke Beirut, ibu kota Libanon, yang praktis jadi tempat awalnya lagi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di kota itu cendekiawan dunia Arab bertemu: yang Islam, Kristen, atheis, dan lain-lain. Di sana Adonis mendirikan majalah Shi’ir yang terkadang memuat terjemahan sajak-sajak T.S. Eliot dan Saint-John Perse, bukan lagi puisi yang berpetuah tentang jati diri.

Tapi Adonis tak cuma "Barat". Ia menggali karya sastra Arab sejak abad ke-6, yang ia terbitkan dalam tiga jilid bunga rampai. Ia tunjukkan warisan kebudayaan yang beraneka ragam: karya zaman Abbasiyah, tulisan para sufi, pemikir Syiah, filosof Andalusia. "Tradisi Arab" tak hanya satu.

"Satu", bagi Adonis, meringkus, meringkas, menakutkan. "Malang sekali," katanya suatu ketika, "dalam tradisi kami, tiap perkara didasarkan pada ke-satu-an-Tuhan satu, politik satu, rakyat satu. Dengan mentalitas seperti itu, kami tak bisa mencapai demokrasi, sebab demokrasi dimulai dengan memahami bahwa yang lain berbeda."

Ia saksikan Beirut hancur ketika menghendaki "satu", ketika "yang lain" dianggap tak sah, ketika Islam, Kristen, Druze saling menyingkirkan. "Pembunuhan telah mengubah bentuk kota-batu ini butir kepala seorang anak," tulisnya dalam sajak "Kitab Pengepungan" (1985).

Dengan suram pula ia lihat Yerusalem. Kota yang dalam bahasa Arab disebut "Al-Quds" itu kota suci monotheisme, tapi akhirnya ia medan konflik berabad-abad. Di ruangnya yang tua tiga agama-masing-masing bertuhan tunggal-saling ingin menghabisi. "Al-Quds, adakah dosa yang lebih besar, lebih angkuh, lebih membunuh ketimbang dirimu?"-satu baris dalam Concerto.

Dosa yang "angkuh" dan "membunuh" itu bermula ketika "malaikat-malaikat kepastian" lepas dari "tubuh planet" dan "mereka datang kepadamu, Al-Quds".

Langit mereka robek dari langit, dan utas tali mereka

mencekik bumi.

Ada kolonialisme dogma tunggal, yang mencekik, dan angkasa Yerusalem jadi "kerangkeng".

"Islamisme itu kolonialisme," kata Adonis di kedai Acropole. Dari dalam puisi ia melawan-muncul dari puing dan membawa "iklim kata-kata baru".

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


18 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

24 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.