Komisi Pemilihan Umum harus bergegas membenahi kinerjanya menjelang pemilihan kepala daerah serentak 2018 sekaligus mempersiapkan Pemilihan Umum 2019. Kekalahan KPU dalam berbagai sengketa di Badan Pengawas Pemilu mengindikasikan terjadinya kesalahan tata kelola penyelenggaraan pemilu.
Dalam sidang putusan adjudikasi, Ahad lalu, Bawaslu menyatakan Partai Bulan Bintang memenuhi syarat sebagai peserta pemilu. Putusan tersebut menggugurkan hasil verifikasi KPU, yang merupakan awal dari serangkaian tahap pemilu. Kekalahan itu bukanlah yang pertama. Pada Desember 2017, keputusan KPU tak meloloskan Partai Berkarya dan Partai Garuda dalam verifikasi administrasi juga dibatalkan Bawaslu. Dua partai itu ternyata lolos verifikasi faktual.
Di tingkat daerah pun KPU tak luput dari kekalahan. Bawaslu Provinsi Sumatera Utara, pekan lalu, memerintahkan KPU provinsi membatalkan pencoretan calon gubernur-calon wakil gubernur J.R. Saragih-Ance Selian. Tudingan KPU bahwa ijazah Saragih tak dilegalisasi terasa janggal karena dia sudah dua kali terpilih menjadi Bupati Simalungun. Kekalahan KPU bisa bertambah besar karena setidaknya ada 66 sengketa dalam proses pilkada.
Rentetan kekalahan tersebut memunculkan pertanyaan besar mengenai profesionalitas KPU sebagai penyelenggara pemilu, pintu gerbang demokrasi. Misalnya, KPU dituding tak memperlakukan calon peserta pemilu secara adil. Akibatnya, kredibilitas KPU terancam runtuh. Legitimasi hasil pilkada, juga hasil pemilu nanti, pun lebih rentan dipersoalkan. Seandainya KPU bekerja sesuai dengan aturan, potensi gugatan tentu bisa diminimalkan. Kalaupun sengketa bermunculan, KPU memiliki bukti valid bahwa mereka sudah menjalankan tahap pemilu dengan benar.
Karena itu, KPU sebaiknya mengevaluasi kinerjanya di tingkat pusat dan daerah. Apalagi dalam waktu dekat lembaga itu harus memverifikasi bakal calon anggota legislatif serta calon presiden dan wakil presiden. Sejauh ini sudah cukup terbukti bahwa komisioner di daerah tak bekerja maksimal. Dalam sengketa melawan Partai Bulan Bintang, misalnya, keputusan KPU Kabupaten Manokwari Selatan, yang menyatakan partai itu gagal dalam verifikasi faktual, terbukti salah.
KPU juga perlu mendampingi jajarannya di daerah dengan lebih intens. Tak hanya menggelar bimbingan teknis atau pelatihan, KPU juga harus mensupervisi penyelenggara pemilu di daerah. Dengan kecanggihan teknologi, asistensi semacam ini bisa dilakukan secara efektif dari jarak jauh tanpa perlu menerjunkan komisioner ke daerah.
Terhadap personel di daerah yang terbukti melakukan pelanggaran etik dan tak profesional bekerja, KPU tak perlu khawatir akan ungkapan "jeruk makan jeruk". KPU bisa melapor ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu agar anak buah yang nakal ditindak. Bersih-bersih di lembaga ini perlu segera dilakukan karena tugas berat menyelenggarakan Pemilu 2019 yang demokratis sudah dimulai.