Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kelabu

image-profil

Oleh

image-gnews
Chaka Khan. AP/Chris Pizzello
Chaka Khan. AP/Chris Pizzello
Iklan

Ketika dengan suara sayup-sayup-serak Chaka Khan melagukan My Funny Valentine, kita tak akan ingat, tak perlu ingat, siapa gerangan si Valentine yang disebutnya. Kita hanya tahu: itu penanda kekasih.

Kita bahkan tak tahu, tak perlu tahu ketika nyanyian yang dikutip dari pertunjukan Broadway tahun 1937 itu dilantunkan Frank Sinatra, Chet Baker, atau Sting bahwa lirik My Funny Valentine sebermula tak ditujukan buat seorang perempuan pujaan; akan sangat ganjil jika wanita yang dipuja disebut menggelikan (”laughable”) dan tak layak dipotret (”unphotographable”) saking jeleknya. Meskipun tetap disayang.

Pendeknya, telah hilang jejak ke Broadway, asal-usul. Kita hanya menikmatinya.

Hilang juga jejak Hari Valentine ke Roma. Kita tak tahu siapa Santo Valentin sebenarnya; ia konon dihukum mati Kaisar Klaudius di abad ke-3. Kata ”konon” sangat penting, sebab sejarawan mencatat ada dua orang yang diangkat sebagai santo oleh Gereja Katolik dengan nama yang sama dan dieksekusi pada hari yang sama di tahun yang berbeda. Juga belum pasti apa hubungan cinta dengan salah satu Valentin itu. Dikisahkan Kaisar melarang pemuda menikah dini, sebab tenaga mereka dibutuhkan buat perang, dan Valentin justru diam-diam mengatur pernikahan anak-anak muda. Tapi ada sejarawan yang menunjukkan bahwa perayaan 14 Februari hanyalah modifikasi atas hari Lupercalia, ketika orang Roma yang kafir berkumpul, berpesta, dan mencambuki gadis-gadis dengan kulit binatang korban agar tak mandul.

Siapa yang ingat, siapa peduli?

Kini ”Hari Valentin” adalah hari raya bertukar kartu dan kado, yang sejak abad ke-19, di Amerika, jadi bagian strategi industri kreatif. Tahun 1840, Esther Howland—yang dikenal sebagai ”Ibu Para Valentin”—mulai menjual greeting card hari khusus itu yang diproduksi secara massal. Tentu, di era telepon seluler dan laptop, kartu tak laku lagi, tapi adat saling mengirim pesan cinta terus, baik latah maupun orisinal, palsu ataupun tulus.

Seperti Sinterklas, Hari Valentin tak cuma punya satu titik awal yang terang. Sejarahnya, seperti sejarah umumnya, berwarna kelabu. Nietzsche yang pertama kali memakai kias­an itu: membaca masa lalu kita tak seperti menemukan hari cerah dengan langit biru. Apa yang sebenarnya terjadi dahulu kala itu—bahkan yang terjadi beberapa bulan yang lalu—selamanya kabur, sebagian terlupakan, sebagian terbentuk kondisi kita kini, serba mungkin, majemuk, penuh campur-aduk, ya, seakan-akan ditulis dengan aksara hieroglif yang asing atau setengah asing. 

Tapi tiap kali ada sejenis kelabu-fobia. Ada hasrat kuat untuk hanya menunjuk ke satu sumber. Dan kini, di sebuah masyarakat yang cemas oleh hiruk-pikuk dan kalang-kabut informasi, orang dengan cepat berbaris ke dalam apa yang tampaknya koheren, terpadu, dan absolut: agama. Maka agama pun jadi satu-satunya penjelas—bahkan tentang Hari Valentin, pakaian Sinterklas, lambang Palang Merah, vak­sinasi, gempa bumi....

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi kita tahu, sejarah tak hanya dibentuk agama. Perang, perdagangan, uang, politik, nafsu, akal, kebebalan—semua itu ikut membuat hal-ihwal di dunia, juga perubahan yang terjadi di dalamnya.

Itu sebabnya Hari Valentin melupakan sang Santo dan dirayakan mereka yang tak beriman, dan Palang Merah sudah lama berubah bukan lagi lambang Kristen—hingga bagus sekali kita tak menerjemahkannya jadi ”Salib Merah”. Seperti halnya nama-nama hari yang merupakan gabungan kata yang berakar pada bahasa Arab (Senin, Selasa, Rabu, Kamis...), Portugis (Minggu), dan Ibrani (Sabtu): kaitan mereka dengan agama sudah cair dan sama—satu hal yang lumrah dalam sejarah kebudayaan.

Sejarah kebudayaan adalah proses kelabu: tak pernah biru tulen, putih murni, merah mutlak. Tiap ”sumber” selamanya bersifat sementara. ”Allah” semula ada dalam kosakata pra-Islam (itu sebabnya nama ayah Rasulullah adalah ”Abdullah”, abdi Allah), kemudian jadi sentral dalam theologi Islam, dan pada saat yang sama, digunakan dengan hormat oleh mereka yang Kristen dan penganut Kejawen. 

Silsilah memang hanya hasil penyederhanaan. Membaca karya-karya sejarawan, yang sebenarnya hanya tafsir atas masa silam, kita akan sadar bahwa tak ada yang benar-benar bisa ”meluruskan”. Itu sebabnya Foucault memperkenalkan genealogi sebagai alternatif: kita tak perlu dan tak mampu menunjuk satu subyek sejarah, tak mungkin menemukan ”hukum” perkembangan atau kemunduran sosial, tak bisa memutlakkan ”filsafat sejarah”. Kita sadar bahwa apa yang benar dan salah—juga fakta-fakta—senantiasa berkaitan dengan kekuasaan, hegemoni, kekuatan wacana.

Dengan kesadaran itu, genealogi lebih tahu diri. Genealogi, kata Foucault, menentang usaha mencari asal-usul, la recherche de l’origine.

Juga di Hari Valentin.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Politikus Demokrat Timo Pangerang Diduga Rangkap Jabatan, Ada Indikasi Benturan Kepentingan di LPS

9 hari lalu

Andi Timo Pangerang. Foto: Facebook
Politikus Demokrat Timo Pangerang Diduga Rangkap Jabatan, Ada Indikasi Benturan Kepentingan di LPS

Politikus Partai Demokrat A.P.A Timo Pangerang diduga rangkap jabatan sebagai kader partai dan anggota Badan Supervisi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)


Dua Begal Terekam CCTV Saat Beraksi di Grogol Petamburan, Ditangkap di Kuningan dan Bogor

15 hari lalu

Ilustrasi begal / penyerangan dengan senjata tajam / klitih / perampokan. Shutterstock
Dua Begal Terekam CCTV Saat Beraksi di Grogol Petamburan, Ditangkap di Kuningan dan Bogor

Unit Reskrim Polsek Grogol Petamburan Jakarta Barat mengungkap motif di balik aksi begal ponsel di warteg wilayah Jelambar Baru, Grogol Petamburan, Jakarta Barat.


Pantang Menyerah Lawan Kanker Ginjal, Vidi Aldiano: Segala Ikhtiar Dilakukan

18 hari lalu

Vidi Aldiano mengunggah foto dirinya saat bertolak ke Koh Samui, Thailand untuk menjalani terapi melawan kanker ginjal. Foto: Instagram.
Pantang Menyerah Lawan Kanker Ginjal, Vidi Aldiano: Segala Ikhtiar Dilakukan

Vidi Aldiano mengaku mengalami serangan kecemasan saat transit di Bandara Changi, Singapura sebelum melanjutkan perjalanan ke Thailand untuk terapi.


PLN Gandeng 28 Mitra Kembangkan Infrastruktur Catu Daya Kendaraan Listrik

21 hari lalu

Direktur Retail dan Niaga PLN Edi Srimulyanti saat menyampaikan sambutannya pada acara penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan 28 mitra badan usaha terkait pengembangan dan penyediaan charging di PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya (UID Jaya) pada Rabu, 3 Juli 2024.
PLN Gandeng 28 Mitra Kembangkan Infrastruktur Catu Daya Kendaraan Listrik

PT PLN (Persero) melakukan langkah besar dalam memperkuat ekosistem kendaraan listrik di Indonesia dengan menandatangani 30 set Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan 28 mitra badan usaha terkait pengembangan dan penyediaan charging.


Deretan Film yang Diadaptasi dari Video Game

26 hari lalu

Film Detective Pikachu merupakan film Pokemon live-action pertama dan dikemas lebih modern.
Deretan Film yang Diadaptasi dari Video Game

Adaptasi film yang diambil dari video game menawarkan pengalaman menarik dan menghibur bagi penonton segala usia.


Disdag Palembang Gelar Pasar Murah, Antisipasi Lonjakan Harga Menjelang Idul Adha

43 hari lalu

Antisipasi Lonjakan Harga menjelang Idul Adha, Dinas Perdagangan Kota Palembang Adakan Pasar Murah. TEMPO/ Yuni Rohmawati
Disdag Palembang Gelar Pasar Murah, Antisipasi Lonjakan Harga Menjelang Idul Adha

Pemerintah Kota Palembang melalui Dinas Perdagangan (Disdag) menggelar pasar murah menjelang hari Raya Idul Adha 2024


Asosiasi Tagih Janji Pemerintah Soal Penguatan Industri Game Nasional, Isu Pendanaan Paling Krusial

57 hari lalu

Salah satu industri game dunia Sony and XBOX ONE, mengikuti pameran ini. Industri game di Inggris menyumbang GDP terbesar bagi Inggris, dengan total nilai transaksi mencapai  1.72 milyar poundsterling. Birmingham, Inggris, 24 September 2015.  M Bowles / Getty Images
Asosiasi Tagih Janji Pemerintah Soal Penguatan Industri Game Nasional, Isu Pendanaan Paling Krusial

Asosiasi game nasional mendesak realisasi Perpres Nomor 19 tahun 2024 soal pengembangan industri game nasional sebelum rezim berganti.


Mengenal Tangkahan, Kawasan Ekowisata dan Konservasi Gajah di Taman Nasional Gunung Leuser Sumut

58 hari lalu

Gajah-gajah saat menyiram wisatawan saat berkunjung ke Tangkahan di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Gajah-gajah tersebut digunakan bagi wisatawan untuk trekking keliling kawan ini. Tempo/Soetana Monang Hasibuan
Mengenal Tangkahan, Kawasan Ekowisata dan Konservasi Gajah di Taman Nasional Gunung Leuser Sumut

Tangkahan dijuluki sebagai The Hidden Paradise of North Sumatra, karena letaknya yang tersembunyi dengan keindahan alam yang masih alami,


Mengenal Tapera yang Akan Memotong Gaji Pegawai Sebesar 3 Persen

58 hari lalu

Pekerja tengah menyelesaikan proyek pembangunan rumah subsidi di kawasan Sukawangi, Bekasi, Jawa Barat, Senin, 6 Februari 2023. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. targetkan 182.250 unit KPR FLPP dan Tapera, seiring dengan rasio jumlah kebutuhan rumah (backlog) masih tinggi mencapai 12,75 unit. Tempo/Tony Hartawan
Mengenal Tapera yang Akan Memotong Gaji Pegawai Sebesar 3 Persen

Tapera adalah penyimpanan dana yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu


Dieng Caldera Race Digelar 8-9 Juni 2024, Peserta Diajak Lari Menikmati Keindahan dan Dinginnya Dieng

59 hari lalu

Telaga Merdada terlihat dari atas ketinggian 2.500 meter, di Dieng, Banjarnegara, (4/10). Penghujung musim kemarau di Dataran Tinggi Dieng menyuguhkan pemandangan yang eksotis. Aris Andrianto/Tempo
Dieng Caldera Race Digelar 8-9 Juni 2024, Peserta Diajak Lari Menikmati Keindahan dan Dinginnya Dieng

Pada Juni hingga Agustus, suhu udara di ketinggian Dieng mencapai nol derajat Celcius, bahkan minus.