Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mempertanyakan Dua Langkah Mendagri

image-profil

Tempo.co

Editorial

image-gnews
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo bersama Ketua KPU Arief Budiman, Dirjen Otonomi Daerah Soni Sumarsono, Dirjen Politik dan Pemerintahan Kemendagri Soedarmo dan Ketua Bawaslu Abhan mengikuti rapat kerja (raker) dengan komisi II DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 16 Januari 2018. Raker tersebut membahas verifikasi partai politik seusai keputusan uji materiil di Mahkamah Konstitusi. TEMPO/Ilham Fikri
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo bersama Ketua KPU Arief Budiman, Dirjen Otonomi Daerah Soni Sumarsono, Dirjen Politik dan Pemerintahan Kemendagri Soedarmo dan Ketua Bawaslu Abhan mengikuti rapat kerja (raker) dengan komisi II DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 16 Januari 2018. Raker tersebut membahas verifikasi partai politik seusai keputusan uji materiil di Mahkamah Konstitusi. TEMPO/Ilham Fikri
Iklan

Dalam waktu berdekatan, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo membuat dua langkah yang memicu perdebatan publik. Pertama, mengusulkan dua perwira aktif Kepolisian RI menjadi pelaksana tugas gubernur di Sumatera Utara dan Jawa Barat. Kedua, mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penerbitan Surat Keterangan Penelitian.

Peraturan Mendagri itu menggantikan aturan lama tahun 2011 tentang pedoman penerbitan rekomendasi penelitian. Peraturan baru yang keluar pada 11 Januari lalu itu, antara lain, memuat ketentuan baru tentang "potensi dampak negatif penelitian". Hal tersebut bisa menjadi salah satu alasan pemerintah menolak menerbitkan izin penelitian.

Baca Juga:

Menteri Tjahjo berdalih peraturan itu masih berupa draf dan menyayangkan bocornya rancangan tersebut. Namun Kementerian Dalam Negeri sadar, seperti dikatakan Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum, Soedarmo, ketentuan itu memang tak menjelaskan ukuran "dampak negatif" hasil penelitian. Kementerian mengaku belum meminta masukan publik.

Syukurlah, karena adanya kritik dan desakan publik, Peraturan Mendagri Nomor 3 Tahun 2018 itu akhirnya dibatalkan. Langkah itu patut didukung sebagai bentuk koreksi terhadap kebijakan yang kurang mengakomodasi masukan publik dan bisa membahayakan dunia penelitian di negeri ini tersebut. Menteri Tjahjo harus belajar dari kasus ini bahwa setiap regulasi yang dikeluarkan seharusnya sudah melalui proses yang matang dan dikaji secara mendalam, termasuk mendengarkan masukan publik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Adapun ihwal pengajuan petinggi kepolisian menjadi pelaksana tugas kepala daerah di Sumatera Utara dan Jawa Barat, Tjahjo beralasan demi keamanan selama penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Dua perwira tinggi itu adalah Asisten Operasi Kepala Polri Inspektur Jenderal M. Iriawan serta Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Inspektur Jenderal Martuani Sormin.

Langkah Tjahjo itu jelas menabrak sejumlah aturan. Salah satunya adalah Pasal 157 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Pasal itu mewajibkan setiap anggota aktif Polri mengundurkan diri dari kedinasan sebelum menduduki jabatan pimpinan tinggi setingkat madya dalam instansi pemerintah. Selain itu, ada kekhawatiran mengenai independensi dua calon pelaksana tugas gubernur itu karena ada kandidat kepala daerah yang berlatar belakang Polri.

Berbeda dengan peraturan Mendagri tentang izin riset yang sudah dibatalkan, perihal penunjukan pelaksana tugas gubernur itu akhirnya berada di tangan presiden. Menteri Tjahjo seharusnya sadar, mengusulkan perwira polisi aktif menjadi pelaksana tugas gubernur tak hanya berpotensi melanggar undang-undang, tapi juga bisa disebut sebagai upaya menggoda polisi agar masuk ke ranah politik. Hal ini bertentangan dengan semangat reformasi yang mendorong aparat keamanan agar profesional. Menteri Tjahjo seharusnya tak membebani presiden dengan usul seperti itu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


18 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

24 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.