Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mengaji Pancasila kepada Kiai Qusyai

image-profil

image-gnews
Ribuan warga Nahdatul Ulama (NU) memadati Stadion Gelora Bung Karno saat peringatan Hari Lahir PBNU ke-85, Jakarta, Minggu (17/7). Peringatan tersebut diramaikan dengan parade Budaya Islam, devile Banser, atraksi Pencak Silat Pagar Nusa, dan dihadiri oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono beserta sejumlah pejabat dan menteri KIB II.  TEMPO/Seto Wardhana.
Ribuan warga Nahdatul Ulama (NU) memadati Stadion Gelora Bung Karno saat peringatan Hari Lahir PBNU ke-85, Jakarta, Minggu (17/7). Peringatan tersebut diramaikan dengan parade Budaya Islam, devile Banser, atraksi Pencak Silat Pagar Nusa, dan dihadiri oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono beserta sejumlah pejabat dan menteri KIB II. TEMPO/Seto Wardhana.
Iklan

Ahmadul Faqih Mahfudz
Alumnus Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Di tengah peringatan hari lahir Nahdlatul Ulama (NU) ke-91, yang jatuh pada 31 Januari lalu, kita patut menyimak pandangan Kiai Haji Imam Qusyairi Syam, kiai NU yang unik. Kiai Qusyai-demikian ia biasa dipanggil-memimpin Pondok Pesantren Minhajul Ihtida di Situbondo, Jawa Timur. Salah satu keunikannya adalah keteguhannya dalam ber-Pancasila.

Bagi Kiai Qusyai, Pancasila bukan sekadar slogan, melainkan jiwa dalam berbangsa, bernegara, dan bahkan beragama. Dengan jiwa itu pula ia berdakwah dari kampung ke kampung, dari satu provinsi ke provinsi, bahkan dari satu pulau ke pulau lain.

Saya mengenalnya sejak akhir 1990-an ketika hendak nyantri di Pondok Pesantren Sumber Bunga, Situbondo, yang didirikan oleh mertuanya, KH Achmad Sufyan Miftahul Arifin. Saat itu, Kiai Qusyai sering mengisi pengajian di tanah kelahiran saya di Buleleng, Bali. Tapi saya mengenalnya lebih dekat sejak 2005 dan sering diajak menemaninya ke pengajian, selawatan, dan berbagai acara lainnya.

Suatu ketika, saya diajaknya ke sebuah desa di lereng Pegunungan Ijen, Bondowoso, Jawa Timur. Di sana, Kiai Qusyai diminta membuka perkumpulan selawat nariyah, madah untuk Nabi Muhammad yang populer dalam tradisi NU. Konon selawat ini ditulis oleh sufi agung Andalusia, Muhyiddin ibn Arabi.

Dalam acara pembukaan selawatan, Kiai Qusyai tidak menyampaikan keutamaan selawat nariyah, melainkan justru menjelaskan soal Pancasila, lengkap dengan takwilnya tentang hubungan Pancasila dengan Nabi Muhammad dan Islam serta mengapa umat Islam tidak boleh menolak Pancasila. Menurut beliau, di balik sila Ketuhanan Yang Maha Esa tersimpan makna ketuhanan Allah SAW. Maka, di dalamnya terkandung kerasulan Nabi Muhammad.

Islam, dalam pandangannya, adalah kesatuan keyakinan tentang ketuhanan Allah sekaligus kerasulan Muhammad. Maka, seseorang yang hidup di bumi Indonesia, lalu mengaku sebagai muslim tapi ragu atau bahkan emoh kepada Pancasila, menurut Kiai Qusyai, pengetahuan orang tersebut wajib dilengkapi dengan ilmu tauhid dan tasawuf. Bila tidak, ia tidak hanya akan ditimpa kebodohan selama hayatnya, tapi juga menjadi duri dalam daging Tanah Air.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam sebuah pengajian kitab tauhid, Kiai Qusyai mengupas pemikiran kaum Muktazilah, aliran teologi Islam yang menekankan rasionalitas. Ketika tiba pada bagian sang pengarang kitab menulis halakahumullah (semoga Allah membinasakan (kaum Muktazilah), saat itu pula beliau berhenti mendaras kitab. Ia kemudian berpesan kepada para santri bahwa kalimat tersebut tidak boleh diucapkan di Indonesia karena negara ini adalah negara Pancasila, yang dibangun oleh keragaman.

Mengapa hingga kini negeri ini belum sesuai dengan ajaran Pancasila? Sang Kiai menyatakan bahwa apabila sila pertama tidak diamalkan, maka empat sila selanjutnya tak akan pernah tercapai. Mustahil, kata Kiai Qusyai, misalnya, orang akan menerapkan kemanusiaan yang adil dan beradab tanpa menjiwai dan menjalankan ketuhanan yang maha-esa.

Ketuhanan Yang Maha Esa bukan hanya tentang sembahyang atau peribadatan pribadi, tapi juga, bahkan terutama, tentang relasi sosial yang memancar dari keluhuran budi hasil penjiwaan terhadap Tuhan. Korupsi menodai sila pertama karena Tuhan (melalui ajaran agama mana pun) tidak pernah menghalalkan tindakan bejat dan hina ini.

Pandangan Kiai Qusyai ini tidak terlalu mengejutkan. Beliau mengamalkan keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama NU pada 1983 di Situbondo yang menerima Pancasila. Yang istimewa dari Kiai Qusyai adalah karena ia menyampaikan nilai dan takwil Pancasila tidak dalam seminar atau sosialisasi empat pilar kebangsaan-Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia-yang mahal dan menjenuhkan itu, melainkan dalam selawatan, tahlilan, atau pengajian-pengajian kampung.

Apa pandangannya tentang negara Islam? Di hadapan tamu-tamunya, pada suatu malam di serambi rumahnya, Kiai Qusyai berujar bahwa impian untuk mendirikan negara Islam itu hanyalah igauan orang-orang yang kebingungan. Sambil berseloroh, ia bertanya: bagaimana mungkin akan menerapkan sistem pemerintahan negara sebagaimana di zaman Nabi tanpa sumber daya manusia yang tidak sama, bahkan berbeda jauh, dengan sumber daya manusia di zaman Nabi? Nabi mampu menerapkan negara model itu karena didukung oleh sumber daya manusia bonafide dan elegan, yang dimiliki para sahabat. Apakah orang-orang seperti kita hari ini sudah sekelas mereka? Bagaimana Islam akan ditegakkan menjadi sistem negara kalau penegaknya masih bermasalah dengan ibadah pribadi dan sosial? Apakah dengan nafsu korupsi dan kuasa yang tak padam-padam itu negara Islam akan didirikan?

Di masa ini, ketika agama hanya dijadikan dalih dan media untuk memuluskan kepentingan politik, ketika sekelompok orang yang mengaku agamawan kukuh ingin mendirikan negara Islam karena menganggap Pancasila tidak sah, kita butuh ulama seperti Kiai Qusyai: ulama yang konsisten menerjemahkan Islam dengan Pancasila, ulama yang konsekuen menafsir kemudian menerapkan Pancasila dengan ajaran-ajaran Islam.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

2 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

6 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

21 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

22 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

42 hari lalu

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

45 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

45 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

51 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

52 hari lalu

Warga membawa beras dan bantuan presiden pada acara Penyaluran Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah di Gudang Bulog, Telukan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis 1 Februari 2024. Presiden memastikan pemerintah akan menyalurkan bantuan 10 kilogram beras yang akan dibagikan hingga bulan Juni kepada 22 juta masyarakat Penerima Bantuan Pangan (PBP) di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

Berita terkini: Seruan pemakzulan Presiden Jokowi karena dugaan penyelewengan Bansos, gaji Ketua KPU yang terbukti langgar etik meloloskan Gibran.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

52 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.