Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Seharusnya Dia Mundur

image-profil

image-gnews
(dari kiri) Ketua Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK) Ahmad Rustandi, anggota Dewan Etik MK Salahuddin Wahid, dan Humas MK Rubiyo saat konferensi pers pengumuman pelanggaran etik oleh Ketua MK Arief Hidayat di gedung MK, Jakarta, 16 Januari 2018. Dalam keterangan persnya, Dewan Etik MK menyatakan bahwa Ketua MK Arief Hidayat terbukti bersalah dan mendapatkan peringatan ringan karena melakukan pertemuan dengan anggota DPR RI tanpa ada surat undangan resmi. TEMPO/Amston Probel
(dari kiri) Ketua Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK) Ahmad Rustandi, anggota Dewan Etik MK Salahuddin Wahid, dan Humas MK Rubiyo saat konferensi pers pengumuman pelanggaran etik oleh Ketua MK Arief Hidayat di gedung MK, Jakarta, 16 Januari 2018. Dalam keterangan persnya, Dewan Etik MK menyatakan bahwa Ketua MK Arief Hidayat terbukti bersalah dan mendapatkan peringatan ringan karena melakukan pertemuan dengan anggota DPR RI tanpa ada surat undangan resmi. TEMPO/Amston Probel
Iklan

Suparman Marzuki
Mantan Ketua Komisi Yudisial

Etika hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengharuskan hakimnya menjaga kehormatan martabat pribadi dan jabatan. Kalau seorang hakim gagal melakukan itu, karena terbukti melakukan pelanggaran etik, dia sudah kehilangan kehormatan dan martabat sehingga tak pantas lagi mengemban jabatan tersebut.

Ketua MK Arief Hidayat, yang seharusnya menjadi teladan dan lokomotif perbaikan MK, justru dijatuhi sanksi etik oleh Dewan Etik MK karena terbukti melanggar etik dengan membuat surat sakti (katebelece) kepada salah seorang pimpinan Kejaksaan Agung agar memberikan perhatian khusus kepada kerabatnya pada 2016. Respons Arief setelah diberi sanksi tersebut kurang-lebih menyatakan bahwa dia menerima dan menjadikan sanksi itu sebagai pelajaran serta akan mengambil hikmahnya.

Kalaulah sanksi tersebut menimpa orang yang bukan hakim, respons semacam itu bagus-bagus saja. Tapi dia hakim dan bahkan Ketua MK, maka respons yang sepadan seharusnya mundur. Dia telah batal untuk memegang jabatan amanah rakyat dan negara. Etisnya, dia kembalikan jabatan itu kepada si pemberi amanat, yaitu negara untuk dan atas nama rakyat. Faktanya, dia masih menjadi hakim dan bahkan kembali terpilih menjadi Ketua MK. Ajaib.

Namun, belum pulih keterkejutan publik atas perbuatan dan sanksi pertama, Arief kembali diberi sanksi etik oleh Dewan Etik MK karena terbukti melakukan pertemuan dengan sejumlah anggota Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta Pusat. Pertemuan itu terkait dengan rencana seleksi pemilihan hakim MK terhadap dirinya sendiri. Dewan Etik menilai perbuatan tersebut merupakan pelanggaran etik.

Dengan demikian, Arief Hidayat telah dua kali terkena sanksi etik. Dia terbukti tidak bisa berubah dan tidak bisa menjadi contoh yang baik. Karena itu, hampir tidak mungkin dia mampu mengangkat citra MK.

Namun agaknya kita tak bisa mengharapkan hakim pelanggar etik sadar diri lalu mundur. Dibutuhkan perubahan aturan dan sanksi etik untuk menciptakan sistem kontrol di MK agar lembaga penjaga konstitusi ini tidak makin terpuruk.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Untuk itu, kita perlu menengok pokok masalahnya. Pertama, dalam pengisian jabatan hakim MK, syarat integritas dan kompetensi sering kali diabaikan oleh lembaga pengusul, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ketiga institusi negara tersebut belum memiliki standar seleksi yang seragam, sehingga menyeleksi sesuai dengan selera masing-masing.

Kedua, orang-orang yang mencalonkan diri tidak pula menakar diri. Apakah dirinya pantas serta memiliki integritas dan kompetensi untuk menjadi penjaga konstitusi? Sebagian calon, bahkan para pencari kerja, mendaftar pada semua jabatan negara, seperti Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, keempat lembaga negara tersebut memiliki kewenangan yang berbeda. Ketiga, putusan MK, yang menganulir kewenangan KY menjadi pengawas hakim MK, membuat MK rentan terhadap pengaruh dari dalam dan luar.

Ketiga masalah itu terbukti berdampak buruk bagi MK. Lembaga penjaga konstitusi ini telah berkali-kali didera penderitaan. Wibawanya tercemar akibat ulah hakim-hakim dan ketua-ketuanya yang tidak amanah. Peristiwa pertama, seorang hakim melibatkan keluarganya dalam urusan perkara yang berujung mundurnya hakim tersebut. Peristiwa kedua yang lebih meruntuhkan MK adalah tertangkap tangannya Akil Mochtar oleh KPK karena menerima suap dalam penanganan banyak perkara sengketa pemilihan kepala daerah. Penderitaan MK ketiga dibuat oleh Patrialis Akbar, yang tertangkap tangan KPK ketika menerima suap penanganan perkara uji materi undang-undang.

Dari tiga peristiwa tersebut, tentu wajar bila publik menginginkan hakim-hakim MK yang sezaman dengan Akil Mochtar, Patrialis Akbar, termasuk yang baru masuk setelah tiga kasus memalukan itu, belajar dan mengambil hikmah dengan menjadi hakim yang amanah, menjaga dan menegakkan etika profesi, serta menunjukkan integritas dan kompetensinya. Istikamah dalam "diam" dan "kesunyian".

Untuk itu, MK harus berubah. Perubahan itu dapat dilakukan dengan beberapa hal. Pertama, peraturan perundang-undangan tentang pengisian jabatan hakim MK harus ditegaskan sebagai seleksi terbuka, obyektif, dan akuntabel oleh tim seleksi tepercaya. Kedua, cabang kekuasaan membuka kesempatan pada setiap orang yang memiliki integritas dan kompetensi untuk ikut seleksi.

Ketiga, kontrol kewenangan hakim MK patut diberikan kepada institusi eksternal atau minimal dibentuk oleh institusi eksternal, bukan dibentuk oleh MK dan berkantor di MK. Keempat, pengaturan kualifikasi sanksi etik yang lebih tegas dan konkret dengan menakar kedudukan dan perbuatannya. Kalau seseorang, misalnya, sudah dua kali terkena sanksi dalam jabatan ketua, dia pantas diberhentikan.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

2 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

6 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

21 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

22 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

42 hari lalu

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

45 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

45 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

51 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

52 hari lalu

Warga membawa beras dan bantuan presiden pada acara Penyaluran Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah di Gudang Bulog, Telukan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis 1 Februari 2024. Presiden memastikan pemerintah akan menyalurkan bantuan 10 kilogram beras yang akan dibagikan hingga bulan Juni kepada 22 juta masyarakat Penerima Bantuan Pangan (PBP) di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

Berita terkini: Seruan pemakzulan Presiden Jokowi karena dugaan penyelewengan Bansos, gaji Ketua KPU yang terbukti langgar etik meloloskan Gibran.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

52 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.