Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

King

image-profil

Oleh

image-gnews
Kathy Williams mengikuti parade Hari Martin Luther King, Jr dengan membawa poster pejuang hak sipil warga kulit hitam tersebut di Jacksonville, A.S., 18 Januari 2016. Penonton berbaris di jalan-jalan pusat kota untuk menonton parade tahunan Martin Luther king, Jr. Bob Self/The Florida Times Union via AP
Kathy Williams mengikuti parade Hari Martin Luther King, Jr dengan membawa poster pejuang hak sipil warga kulit hitam tersebut di Jacksonville, A.S., 18 Januari 2016. Penonton berbaris di jalan-jalan pusat kota untuk menonton parade tahunan Martin Luther king, Jr. Bob Self/The Florida Times Union via AP
Iklan

Saya telah terlalu banyak melihat kebencian.

Beberapa bulan setelah mengucapkan itu, Martin Luther King, Jr. ditembak mati, sekitar pukul enam sore 4 April 1968. Ketika tokoh utama gerakan protes orang Hitam Amerika itu berdiri di balkoni di luar kamarnya di Lorraine Motel di Memphis, Tennessee, sebutir peluru menghantam dagunya dan memutus sumsum tulang belakangnya. King diangkut ke rumah sakit, tapi tak tertolong. Usianya 39 tahun.

Orang yang kemudian ditangkap sebagai pembunuhnya, James Earl Ray, dipenjarakan- praktis seumur hidup, sebab ia mati setelah 29 tahun dalam kurungan.

Ada yang menduga, termasuk keluarga Martin Luther King, yang membunuh sebenarnya bukan Ray, melainkan sebuah komplotan rahasia. Dugaan ini tak dapat dibuktikan. Tapi jika memang ada konspirasi, itu adalah persekutuan lama yang terbentuk oleh paranoia dan sikap benci di sejumlah besar orang kulit putih terhadap apa saja yang "Negro".

Mereka tak perlu membuat rencana pembunuhan. Cukup dengan memupuk dan merawat kebencian, membuatnya seperti api dalam sekam, menjalarkannya tiap kali, membentuknya dalam kata-kata, baik dalam retorika di podium maupun dalam percakapan sehari-hari, merumuskannya dalam semacam credo, dan bersorak (dengan ingar atau setengah diam) ketika orang-orang yang mereka benci dibinasakan.

"Saya telah terlalu banyak melihat kebencian…," kata Martin Luther King. "Saya telah terlalu banyak melihat kebencian di wajah para sheriff di daerah Selatan…. Saya telah melihat kebencian di wajah banyak anggota Ku Klux Klan, dan terlalu banyak wakil warga kulit putih…."

Benci itu dari mana datangnya? Dengki? Nafsu? Dorongan sadistis? Ketakutan? Hasrat berkuasa mutlak, tanpa orang lain, di dunia?

Mustahil menunjuk ke satu sumber. Bawah sadar manusia adalah himpunan antah-berantah. Yang tampak, benci selalu membuat dirinya jelas dengan membenarkan dirinya sendiri.

Sebetulnya itu berarti ada yang tak benar dalam sikap negatif itu. Makin terasa benci sebagai sesuatu yang tak sepatutnya, makin orang mencari pembenarannya. Maka benci pun berubah, jadi prinsip, atau ideologi, atau keyakinan. Bahkan benci mengubah agama jadi akidah permusuhan.

Ku Klux Klan- yang ingin membersihkan sekitarnya dari orang Hitam, Katolik, dan Yahudi, yang mengancam dan membunuh menyatakan niatnya: "Menegakkan kembali Kristen Protestan di Amerika dengan segala cara yang mungkin."

Bahwa mereka mengabaikan kata-kata Yesus "Cintailah musuhmu" menunjukkan betapa benci lebih punya fokus ketimbang apa yang disebut sebagai "cinta kasih". Benci tak punya keraguan. Kitab suci yang tak menyukai keraguan dengan gampang menyertainya. Sering tampak, bukan Kitab itu yang mengubah manusia, melainkan manusia yang mengubahnya dan Injil, Taurat, Quran, dan lain-lain bergaung bersama kekerasan.

Saya ingat kearifan Miss Maudie yang tua dalam novel To Kill a Mockingbird Harper Lee: kitab suci di tangan para bigot bisa lebih buruk ketimbang wiski yang ditenggak seorang penolong.

Untunglah di tangan Martin Luther King, Jr., di tangan pastor yang hidup di kancah permusuhan ini, Injil membawanya ke arah yang berlawanan dengan benci. Ia bagian kaum "Negro" yang dihina, dipinggirkan, dirampok, dibunuh, tapi King sanggup menyatakan, "Saya telah memutuskan untuk tetap bersama cinta kasih."

Ia tahu, firman agar mencintai musuh adalah ajaran yang sulit. Ada yang mengatakan itu hanya "hiperbol orang Timur", tanda bahwa Yesus cuma "idealis yang tak praktis".

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagi King, justru sebaliknya.

Mencintai musuh, baginya, bermula dari kesediaan melihat balok di mata kita sendiri, bukan hanya selumbar di mata orang lain. Dengan kata lain, mengakui ada benih yang keji juga dalam diri, dan pada saat yang sama melihat manusia bukan sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan tapi tak dipercayai-Nya- ciptaan yang malah dicurigai, dimata-matai, dan tiap kali diancam hukuman. Cinta kasih, kata King, memungkinkan kita melihat "citra Tuhan" dalam diri seseorang, apa pun yang dilakukan orang itu.

Agape, kata Yunani yang berarti "cinta kasih", bagi King mengandung sikap kreatif, memahami, dan bersiap memaafkan, tanpa mengharapkan balas budi. Cinta kasih bukan sekadar "menyukai". Cinta kasih adalah ketika seseorang "menolak melakukan apa pun yang akan membuat orang lain kalah".

Alternatifnya suram, bahkan menakutkan. "Saya kira alasan pertama kita harus mencintai musuh kita… adalah ini: benci akan mempertajam kebencian dan kekejian di alam semesta." Kata-kata King dalam kesempatan lain: "Gelap tak akan mengusir gelap; hanya cahaya yang bisa melakukannya. Kebencian tak akan mengusir kebencian; hanya cinta kasih yang dapat melakukannya."

Kata-kata itu menggugah, tapi sanggupkah menyelamatkan?

Sore hari itu seseorang membidikkan bedil ke arahnya dan ia mati dengan sumsum tulang belakang yang hancur. Di hari ketiga wafatnya, Nina Simone menyanyikan Why? di Westbury Music Fair:

We can all shed tears; it won’t change a thing

Teach your people: Will they ever learn?

Suaranya berkabung dan nyaris putus asa: "...kita di tebing jurang kini/King dengan cinta tak ada lagi, apa yang akan terjadi?"

Yang terjadi: sejarah berubah dan juga tak berubah. Ketika Obama dipilih jadi presiden, dunia melihat dengan bergetar runtuhnya ketidakadilan ratusan tahun terhadap minoritas Hitam di Amerika. Tapi pada 15 Januari 2017, pada Martin Luther King Day yang kesekian, Obama tak di sana lagi; Trump di Gedung Putih dan kebencian kembali.

Kebencian tak hanya di Amerika.

Justru di abad ke-21, ketika kita makin menyadari diri sebagai makhluk yang bersama-sama terselip, renik, di sudut yang rapuh dalam jutaan galaksi. King: "Kita telah belajar terbang bagai burung, berenang di laut bagai ikan, tapi belum belajar bagaimana berjalan di bumi sebagai saudara."

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

2 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

23 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


25 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

31 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

35 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

50 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

51 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.