Penyebab kecelakaan kerja dalam proyek pembangunan jalur rel kereta ringan atau light rail transit (LRT) Jakarta harus segera diusut. Kecelakaan itu terjadi pada Senin dinihari lalu. Robohnya tiang beton penghubung jalur rel di kawasan Kayu Putih, Pulogadung, Jakarta Timur, itu diduga akibat kelalaian pekerja. Pemilik dan pelaksana proyek tak selayaknya mengabaikan standar keselamatan dan kesehatan kerja.
Pengerjaan proyek LRT rute Kelapa Gading-Rawamangun ini memang sedang kejar target. Jalur sepanjang 5,8 kilometer itu mesti beroperasi saat perhelatan Asian Games, Agustus mendatang. Proyek yang semestinya dikerjakan selama tiga tahun itu diminta agar dirampungkan dalam 1 tahun 6 bulan. Tekanan bertambah berat karena melesetnya realisasi target akibat kondisi cuaca dan keterlambatan kerja.
Mengejar target waktu penyelesaian bukanlah alasan menenggang kecelakaan kerja. Percepatan pengerjaan proyek tidak akan menjadi persoalan jika diikuti dengan penambahan tenaga kerja atau shift jam kerja. Namun yang kerap terjadi adalah pelanggaran prosedur dengan alasan efisiensi biaya. Akibatnya, terjadi kecelakaan kerja yang menimbulkan korban.
Pelaksana proyek harus mematuhi Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan peraturan terkait lainnya. Pemerintah tak boleh lengah mengawasi, apalagi berdalih kekurangan tenaga pengawas lapangan sebagai penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Pengawasan harus lebih ketat jika berulang kali terjadi kecelakaan. Kecelakaan serupa pada pembangunan LRT rute Kelapa Gading-Rawamangun yang dikerjakan oleh kontraktor PT Wijaya Karya pernah terjadi pada Oktober 2017. Ketika itu, alat berat roboh dan menimpa rumah penduduk.
Kondisi kesehatan pekerja juga jangan diabaikan. Tidak boleh ada di antara mereka yang bekerja melebihi jam kerja akibat kekurangan tenaga. Bekerja melebihi waktu akan menurunkan daya konsentrasi dan kesehatan yang menjadi awal terjadinya kecelakaan. Menurut catatan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia, korban kecelakaan kerja terus bertambah. Pada 2016, jumlah pekerja yang tewas di tempat kerja naik tiga kali lipat dari periode sebelumnya.
Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga membenarkan ihwal banyaknya kecelakaan ini. Dalam enam bulan terakhir, tak kurang dari 11 insiden terjadi di proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Kelalaian manusia dan pelanggaran prosedur menjadi pemicunya. Misalnya, jatuhnya dua pekerja dari tiang pancang proyek LRT Palembang, ambruknya jembatan di proyek jalan tol Bogor-Ciawi-Sukabumi, robohnya crane di jalan tol Bogor Outer Ring Road, ambruknya girder jalan tol Pasuruan-Probolinggo, dan jatuhnya enam girder di proyek jalan tol Depok-Antasari karena tersenggol ekskavator.
Standar keselamatan yang lebih tinggi juga perlu diterapkan pada proyek-proyek infrastruktur publik, seperti gedung, jembatan, dan jalan, termasuk jalur rel kereta ringan. Standar keamanan tinggi yang dibuktikan dengan tidak adanya kecelakaan kerja akan menambah kepercayaan masyarakat pada angkutan massal itu. Sebaliknya, bisa muncul keraguan, bahkan keengganan, menggunakan angkutan massal yang dalam pembangunannya saja sudah menelan banyak korban jiwa.