Kementerian Pertanian semestinya tidak gegabah mengumbar data beras nasional. Sejak dulu soal beras sangat sensitif. Menyampaikan data yang salah tak hanya membuat khalayak bingung, tapi juga bisa menggiring pemerintah ke kebijakan yang melenceng. Kementerian ini kadung mengklaim Indonesia surplus beras sejak tahun lalu dan akan berlanjut tahun ini. Faktanya? Pasokan beras ke pasar-pasar justru seret. Harga beras pun meroket.
Melonjaknya harga beras merupakan salah satu pemicu Kementerian Perdagangan membuka pintu impor beras sebanyak 500 ribu ton akhir bulan ini. Kementerian ini mengantongi informasi dan data yang berbeda dari Kementerian Pertanian. Boro-boro surplus beras, mereka malah menemukan gudang-gudang beras yang kosong. Para pedagang pun menaikkan harga karena minimnya pasokan beras.
Argumentasi Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita untuk mengimpor beras terdengar lebih masuk akal. Jika tak segera mengimpor beras, angka inflasi terancam merangkak naik. Gejolak sosial gara-gara beras juga harus dicegah. Roda ekonomi masyarakat bisa awut-awutan jika harga beras terlalu liar.
Anehnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman beserta anak buahnya sampai awal pekan ini justru masih hakulyakin stok beras nasional aman. Mereka mengklaim masih ada satu juta ton beras tersimpan di gudang-gudang Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog).
Dengan tingkat konsumsi beras nasional mencapai 2,4 juta ton per bulan, sedangkan tiap panen bulanan konon menghasilkan 3 juta ton beras, Kementerian Pertanian tak merestui impor beras dari Vietnam dan Thailand. Mereka pun tak ragu mengklaim seluruh lumbung akan berlimpah beras saat panen raya pada Februari dan Maret mendatang. Sulit mempercayai kesahihan data itu. Secara logika, tak mungkin harga melonjak jika sedang terjadi surplus beras.
Kementerian Pertanian merasa aman karena titik-titik lumbung beras diklaim secara bergantian panen tiap bulan sejak setahun lalu. Menteri Amran menyebutkan pemerintah tak mengimpor beras sepanjang 2017. Surplus beras bahkan berlangsung setiap bulan. Ia menyampaikan informasi ini dalam berbagai kesempatan.
Pemerintah harus membuktikan kebenaran data itu. Masalahnya, banyak pihak yang ragu akan kesahihan data itu. Komisi Pangan dan Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat, misalnya, meminta pemerintah menunjukkan gudang-gudang yang menyimpan beras. Mereka juga diminta memperlihatkan sawah yang disebut sedang menghijau royo-royo dan siap dituai saat panen raya nanti. Sampai saat ini masih belum jelas di mana saja panen raya akan berlangsung.
Kesimpang-siuran data seperti ini harus dihentikan. Presiden Joko Widodo semestinya turun tangan. Persoalan pangan bisa fatal kalau terus berlarut. Kebijakan strategis terkait dengan beras harus segera dikeluarkan. Jika data Kementerian Pertanian salah, harus segera diluruskan. Badan Pusat Statistik, yang disebut meramu data itu, harus turut memberi penjelasan. Terlalu besar pertaruhannya jika menggunakan data yang salah agar lembaganya terlihat berprestasi.