Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Gen

image-profil

Oleh

image-gnews
Ilustrasi genetika. Cardiff.ac.uk
Ilustrasi genetika. Cardiff.ac.uk
Iklan

Ketika saya belajar genetika dari seorang profesor yang berambut tipis dan tak pernah tertawa, saya berharap ia akan membuka celah kepada kami, para mahasiswa psikologi, untuk bisa mengintip apakah nenek moyang kami punya rambut tipis tapi suka tertawa-dan demikian juga anak-cucu kami.
Di akhir kuliah kami tentu tak tahu apa-apa, kecuali tentang asal-usul warna batang kacang yang dibawa profesor kami dari Bogor. Atau sedikit tentang pengertian "recessive" dan "dominant" yang disebut Gregor Mendel dalam ciri-ciri keturunan. Waktu itu kata "DNA" hanya terdengar samar-samar bersama nama Watson dan Crick, juga kata "double helix" dan "genome".

Saya bersyukur kami tak beroleh jawaban-bersama tak berlanjutnya mata kuliah genetika. Saya bersyukur karena sadar genetika tak bisa menjawab semua hal, ketika kemudian saya membaca tentang "gerakan eugenik".
Kata "eugenik" pertama kali dipakai pada 1883, tahun ketika Francis Galton menerbitkan bukunya, Hereditary Genius. Menurut Galton, untuk memperbaiki masyarakat manusia, kita harus memanfaatkan keunggulan benih orang-orang hebat dalam sejarah-dan memandulkan yang "lemah", meletakkan mereka di biara, jauh dari pergaulan.

Galton bukan ilmuwan dadakan. Ia jenius matematika dari University College London, orang yang memberi basis ilmiah pada analisis sidik jari, penemu pelbagai teknik statistik-bahkan pencipta peta cuaca pertama untuk surat kabar. Sepupu Charles Darwin ini mengagumi penulis The Origin of Species, buku dahsyat yang terbit di tahun 1859, yang meyakinkan bahwa makhluk berevolusi melalui seleksi alam. Sejak itu Galton berpikir, mungkinkah manusia diperbaiki mutunya dengan pembibitan selektif. Eugenik terkenal dengan niat demikian.
Pengaruh Galton meluas. Churchill di Inggris mengikuti ceramahnya. Theodore Roosevelt, yang kemudian jadi Presiden Amerika Serikat (1901-1909), pernah mengatakan, "memurnikan" modal (stock) manusia Amerika akan baik bagi peradaban manusia.

Kebijakan demografi mengikuti asumsi ini. 1924: diterapkan undang-undang imigrasi, yang membatasi jumlah pendatang dari Eropa Selatan dan Asia ke AS. Mereka dianggap mengandung gen bermutu rendah yang akan membibitkan generasi yang dungu dan jelek. 1940-an: Hitler dan Nazi-nya memaksakan pandangan bahwa manusia keturunan "Arya" (rambut blonda, kulit putih, hidung mancung...) secara genetik ulung. Manusia keturunan Yahudi, "negro", Slavia, dan semua yang dikategorikan sebagai "bukan-Arya" harus disingkirkan.
Gerakan eugenik adalah rasisme yang berlagak ilmiah-tapi dengan dasar keilmuan yang guyah. DNA dan genetika tak sepenuhnya bisa menjelaskan apa yang membuat manusia sama dan apa yang membuat berbeda.

Adam Rutherford, yang menulis dengan asyik (dan amat informatif) A Brief History of Everyone Who Ever Lived-ia pakar genetika yang terkemuka dan mungkin paling jenaka-menunjukkan: secara genetik, beda di antara dua orang hitam sangat mungkin lebih besar ketimbang beda antara seorang hitam dan seorang kulit putih. Seandainya penduduk dunia ini habis dan tinggal satu kelompok manusia yang dianggap satu "ras", misalnya Cina, pada mereka akan tetap ditemukan 85 persen variasi genetik yang ada dalam diri umat manusia yang beraneka ragam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di tahun 1840-an, Galton melawat ke Turki, Mesir, dan Namibia. Sebagaimana ditunjukkan Rutherford, perjalanan ini tak mengubah dasar pandangannya-malah memperkukuh "theori"-nya. Beberapa tahun kemudian ia menulis dalam The Times bahwa "rata-rata orang negro hanya punya sedikit kecerdasan, sedikit sikap mandiri, dan kurang bisa mengendalikan diri". Maka mereka perlu dibantu; sekian ratus tahun sebelum RRT menebar utang dan mengukuhkan diri di Afrika, Galton sudah menganjurkan: orang negro sebaiknya dijajah orang Cina. Meskipun sebelumnya Galton menyebut Chinamen sebagai ras yang "tak orisinal" dan "culas".
Selalu ada kecenderungan kita menghimpun data manusia dalam kelompok-kelompok-meskipun tak jelas sebenarnya adakah dasar yang tetap yang dipakai membentuk klasifikasi. Rutherford menunjukkan betapa gampang meleset kecenderungan ini.

Begitu banyak faktor, begitu panjang sejarah, sejak 3.400 tahun yang lalu-ketika asal-usul penduduk bumi masih sama-yang membentuk manusia. Kini ada berapa golongan "ras" di dunia? Tak bisa dijawab-sebab apa yang disebut "ras" tak jelas.
Dorongan menggolong-golongkan sejumlah besar data-dorongan kategorisasi-memang wajar, kata Rutherford. Tapi, "dengan sangat baik hidup meruntuhkan ikhtiar kita yang mulia untuk membuat kategori dari kehidupan dan makhluk yang hidup".

Mereka yang hidup tak akan pernah bisa pas masuk kotak.
Sementara itu genetika berkembang terus, bahkan selama profesor kami memberi kuliah yang membosankan. Kita makin sadar bahwa realitas-kacang dan guru besar-adalah proses. Tiap kali kita sampai pada titik, pada rumus, kita sebenarnya terburu-buru.

Goenawan Mohama

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

2 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

45 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

45 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

51 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

52 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.


Dukung Kesejahteraan PPPK, Kabupaten Banyuasin Raih Penghargaan dari PT Taspen

10 Januari 2024

Pemkab Banyuasin menerima penghargaan atas implementasi dalam kesejahteraan ASN melalui Taspen group terbanyak di wilayah kerja PT. Taspen (Persero) kantor cabang Palembang 2023.
Dukung Kesejahteraan PPPK, Kabupaten Banyuasin Raih Penghargaan dari PT Taspen

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Banyuasin mendapat jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua.