Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Cacat Bawaan Gerakan Non-Tunai

Oleh

image-gnews
Iklan

Tulus Abadi
Ketua Pengurus Harian YLKI

Aktivitas manusia ~"zaman now" tidak afdol tanpa basis teknologi. Semakin canggih teknologi yang digunakan, akan dianggap paling beradab. Transaksi dengan uang elektronik atau non-tunai seolah menjawab peradaban masa kini dalam bertransaksi. Apalagi pada era ekonomi digital, transaksi non-tunai seolah menjadi kebutuhan yang tak terelakkan. Karena itu, program Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) yang dikomandani Bank Indonesia (BI) itu bisa dimengerti. Gerakan ini adalah langkah nyata untuk mewujudkan efisiensi ekonomi, bahkan transparansi dalam pendapatan dan pengelolaan anggaran.

Namun konsep GNNT tampaknya masih mengantongi beberapa ~"cacat bawaan" cukup serius. Bukan hanya cacat hukum, tapi juga cacat ekonomi, sosial-budaya, bahkan cacat terminologi. Mengapa?

Pertama, dari sudut istilah, GNNT hanyalah sebuah ~"gerakan", bukan kewajiban. Tapi, anehnya, dalam praktik implementasinya menjadi ~"kewajiban". Contohnya, konsumen jalan tol diwajibkan menggunakan e-toll, tak ada pilihan lain. Bandingkan dengan PT Kereta Commuter Jakarta yang masih menggunakan tiket single trip untuk melayani konsumen yang tidak mau menggunakan tiket multi-trip. Dalam hal jalan tol tadi, BI telah melakukan penyimpangan fungsi GNNT, dari sebuah ~"gerakan nasional" menjadi ~"kewajiban nasional". Inilah penyimpangan pertama.

Kedua, kebijakan itu melanggar Undang-Undang Mata Uang. Dalam undang-undang itu tidak dikenal istilah ~"uang elektronik". Yang ada adalah uang logam dan atau uang kertas. BI pun mengakui bahwa uang elektronik tidak diatur dalam undang-undang tersebut, melainkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Lah, Undang-Undang Bank Indonesia kan hanya mengatur soal fungsi dan kewenangan BI sebagai bank sentral. Sedangkan dalam hal transaksi, basisnya adalah Undang-Undang Mata Uang. Ironis sekali jika dalam hal ini BI menelurkan kebijakan yang tidak jelas dari sisi regulasi. Padahal ini menjadi tugas pokok BI.

Baca Juga:

Bisa dibilang BI telah kecolongan. GNNT menjadi kebijakan prematur, yang terbukti dengan tidak adanya pijakan regulasi yang jelas. Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/8/PBI/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway) menjadi cacat bawaan secara yuridis karena bertentangan dengan regulasi yang ada di atasnya. Benar bahwa Pasal 15 ayat 1 huruf c Undang-Undang BI menyebutkan bahwa salah satu kewenangan BI adalah menetapkan penggunaan alat pembayaran. Di sini telah terjadi kontradiksi hukum, maka dua aturan itu harus diharmoniskan terlebih dulu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketiga, GNNT bertentangan dengan hak-hak konsumen, khususnya yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam pasal 4 dengan tegas disebutkan bahwa konsumen mempunyai hak untuk memilih dalam menggunakan barang atau jasa. Konsumen berhak memilih untuk menggunakan transaksi secara tunai atau non-tunai, bukan dipaksa/diwajibkan menggunakan non-tunai.

Sistem GNNT juga masih merugikan konsumen. Misalnya, saldo yang tersisa di kartu non-tunai tidak bisa digunakan lagi. Belum lagi jika kartu itu hilang, saldo yang ada tidak bisa diklaim karena tidak ada sistem proteksi pada kartu tersebut. Jadi dalam hal ini secara yuridis GNNT bertentangan dengan hak paling dasar bagi konsumen, dan karena itu melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Keempat, gerakan itu cacat secara sosial dan budaya. Usut punya usut, GNNT itu ternyata terlalu Eropa-sentris dan/atau hanya mengacu pada negara-negara maju tertentu di sana. Gerakan ini memang sangat populer di Eropa. Konon, di negara sekecil Swedia, jumlah kartu non-tunainya dua kali lipat jumlah penduduknya. Hal serupa terjadi di Hong Kong, dengan Octopus Card-nya. Namun tidak demikian halnya dengan Negeri Sakura dan Negeri Abang Sam. Di dua negara tersebut, masyarakatnya lebih senang bertransaksi secara tunai. O, pantaslah jika jalan tol di Amerika masih menyediakan loket pembayaran dengan akses tunai alias tidak semua loket pembayaran jalan tol harus dengan kartu elektronik. Artinya, negara semodern Amerika dan Jepang sekalipun masih menyediakan akses tunai bagi warganya. Hak konsumen tetap dihormati.

Jadi, untuk menghindari cacat bawaan di atas, BI harus segera memperbaiki konsep GNNT. BI harus segera mengajukan revisi Undang-Undang Mata Uang ke DPR. Tanpa merevisinya, pemaksaan kebijakan non-tunai menjadi tindakan ilegal. BI juga harus memberi perlindungan kepada konsumen atas kartu non-tunainya. Upaya hukum yang dilakukan Forum Warga Jakarta (Fakta) dengan mengajukan uji materi atas GNNT ke Mahkamah Agung patut diapresiasi. Hal ini wajib dilakukan agar BI tidak semena-mena dan jemawa dalam membuat kebijakan.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

16 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


18 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

24 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

28 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

44 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

44 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.