Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Lubang Peraturan Restitusi Anak Korban Kejahatan

Oleh

image-gnews
Iklan

Reza Indragiri Amriel
Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia

Ada kabar baik bagi dunia perlindungan anak. Istana resmi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana. Peraturan ini laksana membalik bandul. Masyarakat, yang selama ini lebih berfokus pada bentuk hukuman bagi pelaku kejahatan terhadap anak, kini dikuatkan untuk mencurahkan simpati nyata kepada korban. Namun ada lubang-lubang dalam peraturan ini yang bisa saja menjadi alasan perlunya revisi atau penyusunan aturan turunan atas peraturan baru tersebut.

Sesuai dengan peraturan itu, korban atau pihak yang mewakilinya harus melalui proses pengajuan permohonan untuk mendapat restitusi. Prosedur tambahan ini kian melelahkan korban yang baru saja mengalami peristiwa kejahatan. Peraturan itu seharusnya juga menetapkan bahwa tuntutan jaksa tidak hanya memuat berat hukuman bagi terdakwa, melainkan jumlah restitusi atau ganti rugi yang harus dibayar pelaku.

Perubahan prosedur tersebut akan mendorong polisi, jaksa, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk membangun skema yang terintegrasi. Dengan demikian, ihwal restitusi diproses begitu korban masuk ke tahap penyidikan di kepolisian.

Presiden Joko Widodo mengkategorikan kejahatan seksual terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa. Besaran restitusi untuk mengobati penderitaan akibat kejahatan semacam itu-andai mungkin-pasti sangat besar. Apalagi jika pelaku tunggal menjahati banyak korban. Pada kenyataannya, tidak sedikit pelaku yang berasal dari kaum papa. Sanggupkah si predator menunaikan kewajiban restitusi yang ia pikul? Tak pelak masalah ini akan memunculkan situasi miris: korban dipaksa untuk memahami kesulitan pelaku seandainya ia tak kunjung menerima ganti rugi dari pelaku sebagaimana yang telah "dijanjikan" oleh negara.

Di atas kertas, negara bisa saja mengembangkan sistem untuk mempekerjakan warga binaan selama ia berada di penjara. Dengan sistem tersebut, warga binaan berpeluang memperoleh penghasilan atas kerjanya. Namun, dengan jumlah restitusi yang melangit, entah kapan-apabila mungkin-pendapatannya itu cukup untuk melunasi utang restitusinya.

Kiranya perlu diadopsi aturan main yang sudah diterapkan di sejumlah negara. Ketika pelaku tidak mampu menunaikan restitusi kepada korban, negara seketika mengalihkan restitusi ke kompensasi yang ditanggung pemerintah. Dasar pemikiran bagi pengalihan tersebut adalah kompensasi merupakan "sanksi" yang harus ditanggung pemerintah akibat ketidakseriusannya dalam menjamin perlindungan anak-anak dari kejahatan. Tentu, perlu pula diperhitungkan secara cermat agar aturan main tersebut tidak mengakibatkan masalah susulan berupa pailitnya negara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di sisi lain, belum tersedia regulasi tentang boleh-tidaknya terdakwa mengajukan permohonan banding atas jumlah restitusi yang ia nilai berada di luar kesanggupannya. Ini jangan ditafsirkan sebagai tidak bundar sempurnanya keberpihakan terhadap korban. Regulasi tentang hal tersebut diperlukan karena ketika hukum menutup mata terhadap ketidaksanggupan terdakwa, pada gilirannya justru korban sendiri yang hanya bisa menikmati iming-iming tak berujung.

Peraturan restitusi tidak memuat secara memadai ketentuan mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak. Ketika kejahatan semacam itu terjadi, apakah restitusi akan ditanggung oleh orang tua atau pemegang kuasa asuh si pelaku? Bisakah tanggung jawab pidana dipindahkan dari diri pelaku ke pihak lain?

Bagaimana pula hubungannya dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak? Dalam undang-undang tersebut, hukuman pidana bagi pelaku anak-anak adalah separuh dari pelaku dewasa. Penting untuk dipertimbangkan bahwa rumusan "setengah porsi" tersebut juga diberlakukan dalam penentuan besaran restitusi yang harus dilaksanakan oleh pelaku kejahatan berusia anak-anak.

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak juga memandang pelaku anak-anak sebagai individu yang pada hakikatnya adalah korban. Persoalan muncul di sini. Dengan pandangan bahwa dia juga korban, masih relevankah kepadanya dipikulkan kewajiban membayar restitusi?

Dengan banyaknya lubang dalam peraturan baru ini, pemerintah sepatutnya mempertimbangkan untuk merevisi peraturan tersebut atau menyusun aturan turunan yang lebih lengkap.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

2 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

23 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


24 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

31 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

34 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

50 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

51 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.