Wahyu Utomo
Ketua Tim Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas
Indonesia sedang giat mendorong penyelesaian pembangunan infrastruktur. Ada 245 proyek strategis nasional serta program ketenagalistrikan dan industri pesawat terbang yang menjadi target. Ada pula 37 proyek infrastruktur prioritas yang menjadi perhatian Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP). Tujuan utama dari kategorisasi proyek itu adalah meningkatkan efisiensi logistik sehingga target pertumbuhan ekonomi nasional dapat tercapai. Pertumbuhan ekonomi itu akan menghindarkan Indonesia dari middle-income trap country, di samping dapat berdampak terhadap pembangunan ekonomi secara lebih merata dan terintegrasi.
KPPIP telah melakukan sejumlah langkah percepatan strategis, baik dalam hal fasilitas, koordinasi, maupun upaya mengurai berbagai hambatan. Salah satunya dalam bentuk dukungan terhadap badan layanan umum (BLU) Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) untuk menangani pembebasan lahan.
Persoalan pembebasan lahan memang masih menjadi faktor utama penghambat pembangunan infrastruktur. Selain faktor spekulan yang mematok nilai jual tanah dengan harga yang sangat tinggi, persoalan pembiayaan dalam pembebasan lahan merupakan persoalan tersendiri. Sebelum kewenangan diberikan kepada LMAN, pembiayaan pembebasan lahan tersebar di setiap kementerian/lembaga yang menyebabkan kurang efektif dan efisien. Selain itu, skema pembiayaan di sana selama ini diperhitungkan sebagai belanja modal dan mengikuti skema APBN pada tahun anggaran berjalan. Hal itu menyebabkan dana yang tidak terserap harus dikembalikan ke APBN dan kementerian harus mengajukan usul kepada Menteri Keuangan untuk mendapatkan pendanaan kembali guna melanjutkannya pada tahun anggaran berikutnya.
Dengan penetapan LMAN sebagai satu-satunya badan yang membiayai pembebasan lahan untuk proyek strategis nasional, proses pembebasan lahan menjadi lebih terkoordinasi. Selain itu, dana yang telah dialokasikan dapat dipergunakan melewati tahun anggaran berjalan, sehingga ketiadaan dana yang biasanya terjadi pada awal tahun anggaran tidak akan terjadi lagi.
Beberapa peraturan telah diterbitkan untuknya, antara lain Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2016 tentang Pendanaan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Tapi, ibarat bayi yang masih merangkak, LMAN yang efektif berjalan per April 2017 itu masih menghadapi sejumlah masalah pembiayaan pembebasan lahan. Untuk proyek jalan tol, misalnya, beberapa hal penting masih menjadi kendala.
Pertama, dana talangan pembebasan lahan untuk tahun anggaran 2016 baru tersedia pada pengujung tahun anggaran 2016 sebesar Rp 16 triliun. Kedua, penetapan badan usaha jalan tol (BUJT) agar menyiapkan dana talangan untuk proyek jalan tol telah dimulai sejak Mei 2016. Ketiga, pembayaran dana talangan oleh LMAN baru dapat dimulai setelah verifikasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dilaporkan ke LMAN pada April 2017. Keempat, BUJT membutuhkan waktu dalam melengkapi seluruh persyaratan administrasi.
Empat hal itu menunjukkan adanya kesenjangan pembiayaan dana talangan karena perbedaan kelahiran kebijakan. BUJT sudah mengeluarkan dana talangan sejak Juni 2016 karena Peraturan Menteri Pekerjaan Umum mengenai hal itu lahir sebulan sebelumnya. Namun pembiayaan dana talangan baru dapat dilakukan oleh LMAN setelah diverifikasi BPKP sehingga pada praktiknya baru dapat dilaksanakan pada Mei 2017.
Pembiayaan melalui LMAN tidak hanya untuk jalan tol. Memang, pada 2016, anggaran untuk pembebasan lahan diperuntukkan hanya untuk jalan tol. Namun, untuk tahun anggaran 2017, dana yang disediakan sebesar Rp 20 triliun dari APBN mencakup beberapa proyek infrastruktur, yaitu Rp 13 triliun untuk jalan tol dan sisanya untuk bendungan, pelabuhan, dan perkeretaapian. Adapun untuk 2018, biaya pembebasan lahan diperkirakan sebesar Rp 45 triliun.
KPPIP sangat menaruh perhatian pada percepatan pembangunan infrastruktur. Karena itu, KPPIP terus melakukan koordinasi dan pertemuan dengan pihak-pihak terkait untuk memastikan adanya pembiayaan yang tepat waktu dan sasaran. KPPIP juga sangat mendukung ide agar LMAN menyiapkan peraturan yang lebih konkret untuk melakukan pembiayaan dana talangan hanya berdasarkan satu bukti, yaitu sertifikasi tanah negara. Hal ini tentu dilakukan dengan merevisi peraturan presiden dan peraturan Menteri Keuangan. Namun upaya tersebut juga harus dilakukan secara bijak agar tidak terjebak dalam persoalan baru.