Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kenaikan Cukai Rokok

Oleh

image-gnews
Iklan

Tulus Abadi
Ketua Pengurus Harian YLKI

Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, baru saja menetapkan kenaikan cukai rokok sebesar 10,04 persen, yang akan berlaku per 1 Januari 2018. Presiden Joko Widodo pun telah menyetujui usul tersebut. Bahkan, Presiden meminta agar ke depan petani tembakau harus mulai memikirkan untuk tidak menanam tanaman tembakau jika merasa terkena dampak kenaikan cukai.

Kenaikan cukai rokok adalah mandat dari Undang-Udang Cukai. Tapi apa yang ditetapkan Kementerian merupakan kemunduran jika dibandingkan dengan kenaikan cukai pada 2016 yang sebesar 11,19 persen. Sebab, kenaikan 10,04 persen, jika dipukul rata, implementasinya hanya sebesar 9 persen dan hanya akan menaikkan harga rokok di level eceran sebesar Rp 30 per batang.

Kebijakan tersebut justru sangat konservatif, baik dari sisi politik anggaran maupun kesehatan masyarakat. Dari sisi politik anggaran, seharusnya Kementerian berani mengambil kebijakan yang lebih progresif, mengingat APBN yang terus defisit sementara pendapatan dari sektor pajak tak pernah mencapai target.

Dari sisi politik kesehatan masyarakat, kenaikan cukai yang hanya 10,09 persen sangatlah buruk. Sungguh tidak masuk akal jika kenaikan itu diklaim berdimensi kesehatan dan bisa mengendalikan konsumsi rokok. Apalah artinya kenaikan Rp 30 per batang karena toh rokok bisa dibeli dengan eceran/secara ketengan? Masyarakat akan tetap membeli rokok sebagaimana biasanya, termasuk anak-anak dan remaja.

Baca Juga:

Anehnya, Kementerian mengaku bahwa kenaikan itu sudah mempertimbangkan masukan dari masyarakat. Masyarakat yang mana? Kalau yang dimaksud masyarakat adalah "industri rokok cs", ya, pantaslah jika persentase kenaikannya sangat konservatif. Yang pasti, Kementerian tidak melibatkan masukan dari sektor yang terkena dampak konsumsi rokok. Kalaupun Kementerian mencoba meminta masukan dari sektor kesehatan publik, itu hanyalah lips service belaka. Sebab, jika melihat persentase kenaikan dan justifikasi Kementerian, masukan dari industri rokok terlihat lebih didengarkan dan jauh lebih dominan.

Kenaikan cukai itu juga tidak akan berdampak apa pun terhadap petani tembakau. Jadi, imbauan Presiden agar petani tembakau mulai beralih tanam karena terkena dampak kenaikan cukai rokok tidaklah relevan. Apalagi selama ini yang menggerus nasib petani tembakau memang bukan cukai rokok atau upaya pengendalian tembakau lainnya, melainkan impor tembakau, yang mencapai lebih dari 40 persen per tahun dari kebutuhan total daun tembakau nasional. Petani juga terpukul oleh tingkah polah industri rokok yang seenaknya menetapkan harga daun tembakau.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Boleh jadi Kementerian mempertimbangkan eksistensi industri rokok kecil. Jika kenaikan cukainya terlalu besar, industri rokok kecil akan gulung tikar. Asumsi itu ada benarnya. Namun argumen semacam itu terlalu gampang dipatahkan. Industri rokok kecil, ya, persentase kenaikannya lebih kecil, dan sebaliknya. Apalagi faktanya market share produk rokok hanya dikuasai oleh enam industri rokok besar di level nasional. Sebesar apa pun kenaikan cukainya, ini tidak akan berdampak apa-apa terhadap usaha keenam industri itu.

Industri rokok akan berdalih bahwa kenaikan cukai rokok yang terlalu besar akan menurunkan konsumsi rokok dan berdampak terhadap tenaga kerja (PHK). Ini klaim yang juga tidak cukup mempunyai dasar argumen yang kuat. Sebab, sekali lagi kenaikan cukai di Indonesia tidak pernah mampu untuk meruntuhkan niat orang untuk merokok, apalagi menurunkan produksi rokok dan berdampak PHK pula.

Persoalan PHK pada buruh industri rokok sebabnya hanya dua. Pertama, industri rokok itu kalah bersaing dengan industri rokok lainnya, khususnya industri rokok yang lebih besar. Tapi industri-industri rokok kecil sejatinya juga banyak yang merupakan "industri bayangan" dari industri besar. Kedua, industri rokok besar menggantikan buruh rokoknya dengan mesin (mekanisasi). Demi efisiensi perusahaan, ini hal yang rasional. Sebab, satu buah mesin bisa menggantikan 900-an buruh manusia.

Pada akhirnya, kenaikan cukai rokok kali ini tidak akan cukup mampu menambal defisit APBN akibat jebloknya pendapatan pajak. Alih-alih, APBN kita akan makin tergerus oleh biaya kesehatan yang melambung oleh penyakit akibat rokok. Dan hal itu sudah terbukti dari karakter penyakit sebagaimana yang diekspose oleh BPJS, bahwa saat ini penyakit-penyakit yang diderita oleh pasien BPJS adalah penyakit tidak menular dan terutama penyakit akibat konsumsi rokok. Pantas saja financial bleeding BPJS terus meningkat. Pada 2016, kerugian BPJS mencapai Rp 9 triliun dan pada 2017 diprediksi kerugian operasional BPJS tidak kurang dari Rp 12 triliun.

Padahal, jika Kementerian berani menaikkan cukai rokok selaras dengan Undang-Undang Cukai, yakni 57 persen, pendapatan pemerintah dari sektor cukai akan lebih banyak sehingga kekurangan pendapatan dari sektor pajak akan tertutupi. Masyarakat pun akan lebih sehat karena tingkat prevalensi merokok dapat turun.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

16 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


18 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

24 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

28 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

43 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

44 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.