Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Santri dan Ranggawarsita

Oleh

image-gnews
Iklan

Bandung Mawardi
Kuncen Bilik Literasi

Peringatan Hari Santri Nasional, yang jatuh pada 22 Oktober 2017, menuntun kita mencari asal sebutan dan perkembangan makna santri. Kita ingin melacak pengertian santri di pelbagai kamus. Siapa santri?
Santri itu Ranggawarsita (1802-1873). Saat remaja, Ranggawarsita adalah santri. Ia belajar di Pondok Pesantren Gebang Tinatar, Tegal Sari, Ponorogo. Biografi Ranggawarsita memang turut dipengaruhi selama berpredikat santri. Mengapa nama Ranggawarsita tak pernah disebut oleh para ulama, pejabat, dan elite Nahdlatul Ulama? Barangkali Ranggawarsita memang sulit disanjung sebagai santri nasionalis, tapi kerja literasi pujangga Solo itu turut menentukan arah identitas, mentalitas, estetika, dan intelektualitas di Indonesia. Peneliti asal Rusia malah menjadikan Ranggawarsita sebagai pemula sastra modern di Indonesia, bukan para pengarang Balai Pustaka masa 1920-an.

Di pesantren, Ranggawarsita malas belajar ilmu agama dan bahasa Arab. Dia memilih pelesiran dan berjudi. Ranggawarsita itu santri bandel. Predikat sebagai pujangga keraton di Solo cenderung memihak pada aksara Jawa dan Latin. Kemalasan dan kebandelan selama di pesantren turut mempengaruhi gubahan teks-teks sastranya.

Ranggawarsita menulis ajaran-ajaran Islam dalam teks sastra, tapi tak semumpuni ulama. Teks sastra beraksara Jawa mengisahkan mistisme Jawa-Islam. Simuh (1988) menilai Ranggawarsita membuktikan ketekunan mempelajari Islam meski kesantriannya tak tulen. Di kalangan Islam, Ranggawarsita mungkin masih sulit dihormati sebagai santri. Apakah akibat tak bersarung atau rajin membaca kitab kuning sehingga Ranggawarsita tak pantas dijuluki santri? Kita pantas meragukannya jika berkenan membaca Cemporet, Hidayat Jati, Kalatidha, Jaka Lodhang, dan Jayengbaya. Kehadiran teks-teks sastra itu tak terwujud jika Ranggawarsita tak berpredikat santri. Beliau itu santri beraksara Jawa dan Latin, bukan santri beraksara Arab.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kini, publik mungkin semakin sulit menghormati Ranggawarsita sebagai santri meski menulis ajaran-ajaran Islam dalam sekian teks sastra beraksara dan berbahasa Jawa.
Kita beralih saja ke urusan bahasa. Siapa santri? Sebutan santri sudah ada sejak ratusan tahun silam. Sebutan itu bersaing dengan sebutan student, murid, pelajar, atau siswa saat Indonesia bergerak ke zaman kemajuan, sejak awal abad XX.

Baca Juga:

Para ahli bahasa dan pembuat kamus tergoda memasukkan istilah santri di buku tebal. Mereka mesti mencari acuan agar pengertian tak sembarangan atau salah. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1952) menulis "senteri", bukan "santri". Beliau mengartikan "senteri" adalah "murid atau orang jang menuntut peladjaran Islam di madrasah atau pesantren". "Senteri" juga berarti "orang jang beribadat."
Sebelum Kamus Umum Bahasa Indonesia diterbitkan oleh Balai Pustaka, Poerwadarminta sudah mengumumkan buku Logat Ketjil Bahasa Indonesia, terbitan J.B. Wolters Groningen-Jakarta, 1949. "Senteri" berarti "pengembara mentjari ilmu", "peladjar sekolah agama Islam", "orang jang beribadat benar-benar". Ikhtiar Poerwadarminta mengartikan santri dalam kamus sudah didahului oleh D. Iken dan E. Harahap dalam Kitab Arti Logat Melajoe (1916). Penulisannya tetap "senteri", yang berarti "moerid soerau" atau "peladjar Koeran".

Apakah usaha itu bakal diikuti para pembuat kamus di Indonesia? Pengertian santri terus diinginkan gamblang dan lengkap. E. Harahap dalam Kamoes Indonesia (1942) malah menambahi pengertian "senteri". Pembaca mendapat godaan "memperluas" arti. "Senteri" berarti "peladjar dalam sekolah tinggi oentoek ilmoe agama dan ilmoe hakim", "moerid bakal imam". Di Kamus Moderen Bahasa Indonesia (1952) susunan Sutan Mohammad Zain, "senteri" berarti "bakal orang alim".
Barangkali kamus-kamus itu tak sempat dibaca oleh panitia Hari Santri Nasional, pejabat di pemerintahan, dan intelektual NU. Penjelasan tentang santri masih mengesankan referensi ke pesantren, bersarung, kitab kuning, dan fasih berbahasa Arab.
Saya jadi teringat lagi pada Ranggawarsita.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

20 jam lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

29 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.