Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Meikarta dan Kekurangan Perumahan

Oleh

image-gnews
Iklan

Dimas Wisnu Adrianto
Kandidat Doktor The University of Manchester, Inggris

Gebrakan Lippo Group dengan membangun megaproyek Meikarta menjadi salah satu kunci dalam formasi megapolis terbesar ketiga di dunia itu. Aglomerasi perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan sepanjang Pantai Utara Jawa Barat diprediksi melahirkan jejaring kota yang lebih besar daripada Shanghai dan New York. Terlebih, keberhasilan Indonesia menyodok ke posisi ke-4 negara paling berprospek untuk investasi dunia (UNCTAD, 2017) akan berpotensi melahirkan megaproyek sefantastis Meikarta lainnya dalam waktu yang relatif dekat.

Keuntungan dari segi lokasi yang dimiliki wilayah Pantai Utara Jawa Barat telah mengakselerasi investasi di bidang properti, tapi sayangnya tidak diikuti oleh kinerja sistem regulasi, evaluasi, serta pemantauan perencanaan dan pembangunan yang mampu mengimbangi dinamika di sektor bisnis properti. Sinyal penangguhan sementara proyek Meikarta oleh Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menandakan adanya masalah fundamental yang membingkai disharmonisasi antara sektor swasta dan pemerintah dalam kerangka pembangunan properti serta infrastruktur di Indonesia. Tidak hanya pada persoalan perizinan, yang semestinya sudah dikantongi pembangun sejak sebelum peletakan batu pertama, tapi juga lemahnya sinkronisasi visi serta misi antara pemerintah dan swasta yang membuat arah investasi menjadi tidak jelas dan cenderung tidak efisien.
Sejatinya, keberadaan sektor swasta diharapkan mampu mendukung tugas pokok pemerintah untuk menyediakan infrastruktur dan pelayanan publik secara adil serta merata, tidak terkecuali penyediaan perumahan untuk mengatasi backlog (selisih pasokan dan permintaan rumah) atau kekurangan sarana perumahan bagi generasi sekarang dan mendatang. Tugas berat yang harus dipikul dengan segala keterbatasan finansial melahirkan celah bagi kerja sama pemerintah dengan sektor swasta untuk memastikan bahwa setiap keluarga di Indonesia mempunyai akses atas kepemilikan rumah. Hal ini juga ditegaskan serta disambut baik oleh CEO Lippo Group, James Riady, yang mengklaim bahwa Meikarta memiliki misi untuk berkontribusi mengatasi backlog nasional yang kini telah mencapai sekitar 11,5 juta unit rumah, menurut data yang dihimpun Kementerian Perumahan Rakyat.

Namun, bila data backlog tersebut ditelaah lebih mendalam, ada hal yang cukup mengusik. Saat ini Provinsi Jawa Barat justru merupakan provinsi dengan backlog terbesar, yang mencapai 2.320.197 unit rumah pada 2015. Upaya mengatasi backlog di provinsi itu juga terlihat kurang menggembirakan karena sejak 2010 hanya ada penambahan sekitar 13 persen rumah tangga baru yang memiliki akses atas kepemilikan rumah. Angka tersebut masih relatif di bawah rata-rata penurunan backlog nasional, yaitu 15,75 persen. Lalu, mengapa provinsi dengan pertumbuhan properti semacam Meikarta tersebut di Indonesia itu justru memiliki angka backlog terbesar? Padahal, 20 tahun atau lebih sebelum Meikarta telah bertaburan megaproyek "kota-kota satelit" serupa, seperti Lippo Cikarang dan Kota Jababeka, yang seharusnya bisa memberi akses kepada masyarakat luas untuk memiliki rumah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kenyataan ini tentu melahirkan spekulasi perihal keberpihakan megaproyek tersebut. Lemahnya daya beli masyarakat kalangan menengah serta tingginya tren investasi kalangan ekonomi atas menjadi salah satu ganjalan dari upaya penyediaan perumahan secara adil dan merata yang dipupuk melalui skema pelibatan pihak swasta. Banyak di antara unit rumah atau apartemen yang berada dalam kawasan real estate di kawasan peri-urban (pinggiran) Jakarta tersebut tidak berpenghuni. Banyak pemilik properti tersebut menghabiskan waktunya dari Senin sampai Jumat untuk tinggal di apartemen di pusat Kota Jakarta, dekat dengan tempat mereka bekerja, lalu berakhir pekan di rumah kedua mereka di pinggiran kota. Apabila sebagian besar tipologi pemilik properti tersebut seperti ini, klaim bahwa megaproyek seperti Meikarta didedikasikan untuk mengatasi backlog perumahan menjadi sangat tidak relevan.

Baca Juga:

Selain tidak tepat sasaran, tipe perumahan atau apartemen yang dikembangkan di kawasan pinggiran itu pada umumnya berwujud gated communities atau komunitas yang hidup secara eksklusif dengan "membatasi" akses bagi kalangan umum. Walau mungkin ada alasan yang cukup rasional, seperti meningkatkan keamanan, tapi menjamurnya gated communities membuat masyarakat lokal (yang telah terlebih dulu menghuni kawasan tersebut) terdeprivasi dari pelayanan umum dan infrastruktur lainnya. Padahal mayoritas penduduk lokal tersebut dulunya menggantungkan hidup dari pendapatan yang diperoleh dari kegiatan ekonomi (sektor pertanian) yang telah hilang ditelan ekspansi kawasan perkotaan dan kini harus berjuang untuk beradaptasi dengan transformasi ekonomi dan budaya.

Jika benar demikian, untuk apa atau untuk siapa megaproyek seperti Meikarta dilahirkan?

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

2 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


24 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

31 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.