Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Melonggarkan Simpanan Bank

Oleh

image-gnews
Iklan

Haryo Kuncoro
Direktur Riset Socio-Economic & Educational Business Institute Jakarta

Perbankan tengah galau. Suku bunga kredit perbankan dalam tren menurun, namun permintaan kredit belum juga membaik. Hingga Juli 2017, kredit perbankan hanya tumbuh 8,2 persen year-on-year, sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 7,7 persen.

Alih-alih meredam perlambatan ekonomi, rumah tangga malah menahan konsumsi. Dunia usaha pun menunda aktivitas bisnisnya. Keduanya lebih memilih menyimpan dananya di perbankan. Pertumbuhan dana pihak ketiga perbankan pada Juli 2017 year-on-year tercatat 9,7 persen, didorong oleh tabungan dan deposito.

Pertumbuhan kredit yang tidak sebanding dengan arus dana pihak ketiga membawa perbankan pada persoalan yang lebih hakiki, yakni fungsi intermediasi keuangan. Bank mampu menghimpun dana, tapi kesulitan menyalurkannya.

Dalam konteks inilah, Bank Indonesia berencana mengeluarkan stimulus dari domain kebijakan makroprudensial. Aturan rasio pinjaman terhadap pembiayaan (loan-to- funding ratio/LFR) akan direlaksasi. Definisi "loan" diperluas, bukan hanya penyaluran kredit, tapi juga pembelian obligasi korporasi.

Baca Juga:

Artinya, bank diberi kelonggaran diversifikasi portofolio. Dengan memasukkan obligasi korporasi, LFR bertransformasi menjadi rasio pembiayaan terhadap pendanaan (financing-to-funding ratio/FFR). Dengan demikian, bank mempunyai alternatif penyaluran kelebihan likuiditas guna mengerek kontribusi pembiayaan terhadap perekonomian.

Bagi korporasi, rancangan kebijakan ini positif untuk mendapatkan alternatif sumber pembiayaan yang lebih murah. Dengan begitu, sektor korporasi didorong lebih aktif menerbitkan obligasi atau surat berharga komersial sejenis. Walhasil, pendalaman pasar keuangan adalah tujuan lain yang dibidik dari relaksasi FFR.

Hanya, beberapa persoalan mendasar perlu diselesaikan terlebih dulu agar relaksasi berjalan mulus. Penyaluran kredit dan pembelian obligasi korporasi memiliki karakteristik berbeda. Masing-masing memiliki pangsa pasar dengan perolehan imbal hasil yang berbeda pula. Nuansa segmentatif membuat keduanya tidak mudah bersubstitusi.

Tesis di atas tampaknya terbukti. Tren penurunan suku bunga kredit dan ketersediaan pasokan belum menjadi daya tarik bagi debitor datang ke bank untuk bertransaksi kredit. Analoginya, pelonggaran FFR juga tidak serta-merta membuat korporasi menerbitkan obligasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kalaupun banyak korporasi menerbitkan obligasi, masalahnya tidak berhenti sampai di situ. Obligasi menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi. Sebagai entitas bisnis, bank akan menempatkan dananya pada instrumen yang paling atraktif.

Sudah menjadi hukum alam bahwa imbal hasil yang tinggi mengandung risiko yang lebih tinggi pula. Risiko kredit, berupa kredit macet ataupun default, niscaya masih lebih rendah daripada risiko obligasi. Sementara risiko kredit bisa direasuransikan, risiko obligasi korporasi tidak mudah digeserkan.

Sepertinya, relaksasi FFR terinspirasi dari peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang mewajibkan industri asuransi untuk berinvestasi pada Surat Berharga Negara (SBN). Ketika dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 negara menjamin pembayaran kupon dan pokok SBN sampai jatuh tempo, obligasi korporasi berpedoman pada rating yang menyisakan risiko substansial.

Persoalan di atas potensial juga terjadi pada sisi hulu. Bank mengalokasikan simpanan masyarakat yang bersifat jangka pendek untuk kebutuhan permintaan kredit dengan spektrum waktu jangka pendek pula. Adapun ciri obligasi korporasi tipikal menyedot dana dalam jumlah yang material dan berjangka panjang.

Kebutuhan bank atas pendanaan jangka panjang hanya bisa diperoleh dari pasar modal. Konsekuensinya, kebijakan FFR bisa jadi akan menggeser sumber pendanaan perbankan dari masyarakat menuju pasar modal. Celakanya, masyarakat masih awam tentang pasar modal sehingga tidak bisa segera memindahkan dananya ke sana.

Kekhawatiran ini masuk akal. Pasalnya, BI tengah mempertimbangkan surat utang jangka menengah (medium term note/MTN), negotiable certificate deposit (NCD), dan commercial papers atau surat berharga komersial (SBK) dalam perhitungan FFR. Isunya kembali pada kompatibilitas antar-aset.

Dalam skala yang lebih luas, relaksasi FFR juga menuntut kemampuan suku bunga acuan dalam mempengaruhi imbal hasil obligasi korporasi, MTN, NCD, dan SBK, termasuk SBN. Tanpa itu, kredit perbankan semakin terdesak dan lagi-lagi berdampak pada fungsi intermediasi perbankan.

Relaksasi dari LFR menuju FFR juga berimbas pada peran bank. Format perbankan nantinya sekaligus menjadi lembaga investasi. Walhasil, prinsip kehati-hatian adalah hal yang mutlak. Kebangkrutan lembaga investasi Lehman Brothers yang memicu krisis finansial 2008 patut menjadi referensi.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

2 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


25 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

31 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.