Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Demokrasi dan Manajemen

Oleh

image-gnews
Iklan

Pongki Pamungkas, penulis buku The Answer Is Love

Ada dua kata keren yang bila dikaji kaitannya satu dengan yang lain akan cukup menarik. Demokrasi dan manajemen. Demokrasi merujuk suatu falsafah, suatu semangat atau prinsip dasar yang pada umumnya berada dalam ruang tata hukum kenegaraan. Sedangkan manajemen adalah suatu metode atau cara suatu organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Demokrasi adalah suatu wujud penghormatan terhadap hak asasi manusia. Hak itu adalah hak untuk bersikap, memilih, dan menyuarakan pendapatnya atau pilihannya terhadap suatu hal tertentu. Demokrasi dikatakan sebagai perwujudan prinsip bahwa "suara rakyat adalah suara Tuhan" (vox populei, vox dei). Demokrasi, secara teknis dalam area tata negara, menetapkan suatu mekanisme, satu orang, satu suara (one man, one vote). Yang menarik adalah kalau kemudian ada keinginan untuk mempraktekkan asas demokrasi dalam manajemen.

Untuk itu, saya kisahkan suatu pengalaman tentang seorang kawan, CEO suatu perusahaan, mengenai satu kasus di perusahaannya. Suatu kala, ia naik pitam gara-gara terjadi debat kusir berkepanjangan di antara para karyawan mengenai rencana perubahan jalur keluar-masuk kendaraan di kantor. E-mail internal berseliweran dengan topik tersebut. Berhari-hari para karyawan berargumen perihal jalan keluar-masuk yang mereka inginkan.

Pada ujungnya, sang kawan mengirim pesan kepada segenap karyawan, "Cukup! Diskusi selesai! Perbaikan jalur kendaraan ditentukan oleh bagian umum. Semua fokus kembali kepada tugas masing-masing." Dia katakan kepada saya, "Gile, begini nih mau demokrasi. Pada kagak kerja yang penting-penting. Semua pada ngurusin yang enggak penting yang bukan tanggung jawabnya."

"Demokrasi tak akan berhasil kecuali para pemilih (voters) dipersiapkan untuk memilih secara bijaksana. Penyelamat demokrasi adalah persiapan sesungguhnya, yaitu pendidikan," kata Franklin D. Roosevelt, Presiden Amerika Serikat ke-32. Masuk akal bila kualitas hasil demokrasi ditentukan oleh, salah satu yang utama, kualitas para pemilihnya. Bila para pemilihnya berkualitas, hasil demokrasi akan jauh lebih baik bila dibandingkan bila para pemilihnya kurang berpendidikan dan kurang berpengalaman dalam demokrasi.

Terlepas dari soal kualitas, secara alamiah, praktek manajemen membutuhkan kecepatan. Semakin cepat manajemen bergerak, semakin baik kualitas manajemen tersebut. Sedangkan berdemokrasi artinya harus memberi ruang yang lega kepada adanya perbedaan-perbedaan pendapat dan pilihan yang ujungnya akan memperlambat tempo permainan.

"Manajemen adalah soal membuat keputusan-keputusan dan memastikan keputusan itu diimplementasikan," kata Harold S. Geneen, President ITT Corporation. Dalam manajemen, apalagi pada masa kini, di mana semua hal dituntut berlari kencang, kecepatan pengambilan keputusan adalah kebutuhan mutlak dalam dunia yang kian kompetitif ini. Jack Welch, Chairman dan CEO General Electric, menyatakan, "Formula yang akan memenangkan kompetisi bisnis adalah gabungan dari tiga faktor, yakni kecepatan (speed), kesederhanaan (simplicity) dan percaya diri (confidence)."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seorang kawan yang lain lagi, juga seorang CEO perusahaan swasta, bercerita, "Begitu gua diangkat jadi CEO, gua panggil seluruh jajaran manajemen dan perwakilan dari Serikat Pekerja. Gua sampaikan, Saudara-saudara, saya dipilih menjadi pimpinan puncak di sini melalui suatu proses demokrasi. Para pemegang saham, yang mempunyai hak satu saham satu suara, telah melakukan pembahasan dan memilih saya untuk memimpin dan membawa perusahaan meraih tujuan sesuai arahan para pemegang saham. Proses demokrasi di perusahaan telah berjalan dan berhenti di sana."

"Selanjutnya, saya tidak menerapkan demokrasi satu orang satu suara dalam pengelolaan perusahaan ini. Tetapi saya sangat membutuhkan dan menghargai pemikiran-pemikiran Anda. Tapi itu semua dalam batas yang saya sebut sebagai model manajemen partisipatif. Segala keputusan mengenai kegiatan-kegiatan perusahaan ada pada masing-masing pimpinan unit atau bagian di seluruh perusahaan. Dan semua keputusan berujung di tangan saya. Begitu keputusan saya tetapkan, itu menjadi tanggung jawab dan kewajiban kita semua, saya dan Anda semua, termasuk serikat pekerja, untuk menaatinya, untuk menerapkannya. Bila setelah itu ada yang masih menyangkal, berusaha menolak ataupun melawan, saya sampaikan dengan jelas: pintu terbuka."

"Saya sangat anjurkan setiap anggota perusahaan ini untuk memikirkan dan mengusulkan pemikiran-pemikirannya demi perbaikan perusahaan, di segala area. Dan bila itu membuahkan hasil positif bagi kepentingan kita bersama, akan ada penghargaan sebagaimana diatur dalam sistem remunerasi kita. Tetapi, sekali lagi, keputusan ada pada para pimpinan unit masing-masing. Sekali lagi, itulah model manajemen partisipatif, bukan manajemen demokratis."

"Pidato" kawan saya tersebut memukau saya. Saya kemudian teringat, mungkin dalam konteks situasi semacam itulah Bung Karno mendeklarasikan Demokrasi Terpimpin. Beliau mungkin sudah mulai membaca gelagat, bila demokrasi "murni" yang berjalan, bangsa ini tidak akan ke mana-mana. Barangkali demikian.

W. Edwards Deming menandaskan, "Apa yang seharusnya menjadi sasaran manajemen? Apa tanggung jawab manajemen? Kualitas adalah tanggung jawab pimpinan tertinggi. Itu ada dalam ruang rapat direksi (board room). Merekalah yang memutuskan segala sesuatunya." Demikianlah, bila organisasi ingin efektif, pidato kawan saya di atas layak dipertimbangkan untuk dikutip. Manajemen partisipatif (participatory management) adalah model efektif untuk organisasi apa pun (swasta, negeri, ataupun organisasi-organisasi lainnya).

Sekadar saran, bila ingin mencegah terjadinya kelambanan gerak atau apalagi chaos dalam organisasi Anda, pertimbangkan masak-masak bila Anda ingin mendeklarasikan organisasi Anda sebagai penganut manajemen demokratis.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Demokrasi dan Manajemen

3 Oktober 2015

Demokrasi dan Manajemen

Ada dua kata keren yang bila dikaji kaitannya satu dengan yang lain akan cukup menarik. Demokrasi dan manajemen. Demokrasi merujuk suatu falsafah, suatu semangat atau prinsip dasar yang pada umumnya berada dalam ruang tata hukum kenegaraan. Sedangkan manajemen adalah suatu metode atau cara suatu organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu.


Demokrasi dan Manajemen

3 Oktober 2015

Demokrasi dan Manajemen

Ada dua kata keren yang bila dikaji kaitannya satu dengan yang lain akan cukup menarik. Demokrasi dan manajemen. Demokrasi merujuk suatu falsafah, suatu semangat atau prinsip dasar yang pada umumnya berada dalam ruang tata hukum kenegaraan. Sedangkan manajemen adalah suatu metode atau cara suatu organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu.


Mewaspadai Arus Balik Demokrasi

14 September 2015

Mewaspadai Arus Balik Demokrasi

"Negara adalah jiwa yang tertulis dengan huruf kapital." Begitulah ungkapan terkenal Plato (428-348 SM), filsuf di Zaman Klasik Yunani sekitar 2.400 tahun lampau. Kutipan ini dapat kita temukan di salah satu karya penting Plato, Politeia, atau yang berarti juga konstitusi. Dalam bahasa Inggris, Politeia diterjemahkan sebagai Republic, sebab konstitusi erat terkait dengan sistem demokrasi yang mengutamakan kepentingan publik (res publica) di atas kepentingan pribadi. Tema keadilan menjadi roh yang menjiwai mahakarya tersebut.


Mewaspadai Arus Balik Demokrasi

14 September 2015

Mewaspadai Arus Balik Demokrasi

"Negara adalah jiwa yang tertulis dengan huruf kapital." Begitulah ungkapan terkenal Plato (428-348 SM), filsuf di Zaman Klasik Yunani sekitar 2.400 tahun lampau. Kutipan ini dapat kita temukan di salah satu karya penting Plato, Politeia, atau yang berarti juga konstitusi. Dalam bahasa Inggris, Politeia diterjemahkan sebagai Republic, sebab konstitusi erat terkait dengan sistem demokrasi yang mengutamakan kepentingan publik (res publica) di atas kepentingan pribadi. Tema keadilan menjadi roh yang menjiwai mahakarya tersebut.


Mewaspadai Arus Balik Demokrasi

14 September 2015

Mewaspadai Arus Balik Demokrasi

"Negara adalah jiwa yang tertulis dengan huruf kapital." Begitulah ungkapan terkenal Plato (428-348 SM), filsuf di Zaman Klasik Yunani sekitar 2.400 tahun lampau. Kutipan ini dapat kita temukan di salah satu karya penting Plato, Politeia, atau yang berarti juga konstitusi. Dalam bahasa Inggris, Politeia diterjemahkan sebagai Republic, sebab konstitusi erat terkait dengan sistem demokrasi yang mengutamakan kepentingan publik (res publica) di atas kepentingan pribadi. Tema keadilan menjadi roh yang menjiwai mahakarya tersebut.