Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Herinneringen tentang monyet-monyet

Oleh

image-gnews
Iklan
SURABAYA, tahun 1902. Hotel Simpang. Ahmad Djajadiningrat, bupati Serang yang sedang berkeliling Jawa, menginap di hotel terkemuka itu. Suatu malam ia masuk ke ruang makan, agak telat. Meja-meja telah terisi. Ahmad Djajadiningrat yang mengenakan kain, jas model Jawa, destar serta selop sebagaimana umumnya bupati zaman itu - dengan tenang mengambil satu tempat duduk. Tiba-tiba di belakangnya terdengar seseorang bicara dalam bahasa Belanda: "Wat is dat voor een aap?" Monyet macam apa itu? Bangsawan tinggi Jawa Barat yang berwajah tampan itu cuma diam. Tapi cemooh tak berhenti. Ketika sang bupati mulai makan (tentu saja dengan sendok dan garpu), suara itu terdengar lagi: "Lihat, lihat, dia makan dengan sendok dan garpu." Dan ketika Djajadiningrat memesan anggur, karena di Surabaya waktu itu ada wabah kolera, suara yang sama kembali menyeletuk, "Waduh, dia minum anggur!" Adegan itu, yang diingat kembali oleh Pangeran Ana Ahmad DiaJadiningrat dalam Herinneringen-nya yang terbit di tahun 1936, bukan sebuah cerita kebetulan. Zaman memang telah memasuki abad ke-20, tapi di koloni Belanda di Hindia Timur itu, orangorang putih dari Utara (seperti yang di Afrika Selatan kini) tetap mengetawakan dua hal sekaligus: Yang pertama, orang pribumi yang makan dengan jari dan minum air sumur. Yang kedua, orang pribumi yang makan pakai garpu lalu mengangkat gelas dan menyesap anggur dan omong Belanda. Yang pertama dianggap sebagai tanda keterbelakangan yang tak mengerti higiene. Yang kedua dianggap sebagai imitasi dan Belanda palsu. Sampai hari ini pun, pandangan seperti itu, dengan menggunakan kata yang lebih halus ketimbang "monyet", masih terasa bila "mereka" berbicara tentang tingkah "kita" di negeri-negeri berkembang. Tapi di awal abad ke-20, bisa dibayangkan betapa dalamnya bekas (ini pun semacam luka) yang tertinggal oleh ketawa orang Barat itu di dalam kesadaran orang Indonesia. Kita bisa merasakannya dalam sebuah surat Kartini. Di antara sepucuk korespondensinya yang termasyhur itu, ada cerita tentang seorang pemuda Jawa yang lulus nomor satu dari ujian sekolah menengah atas di Batavia. Ketika ia kembali ke kampung halamannya, dan menghadap residen setempat, ia menggunakan bahasa Belanda. Di situlah kesalahannya. Ia pun dikirim jadi klerk seorang kontrolir di pegunungan. Di sana ia harus bicara kepada bosnya - seorang Belanda yang kebetulan dulu teman sekelas - dalam bahasa Jawa halus. Si Tuan akan menjawabnya dalam bahasa Melayu pasar. "Kenapa banyak orang Belanda merasatak enak untuk bicara dalam bahasa mereka sendiri kepada kami?" tanya Kartini. Jawabnya ia tulis dengan sepercik sarkasme: "Ah, ya, saya tahu: Bahasa Belanda terlalu indah untuk diucapkan oleh mulut kulit cokelat .... Kartini getir. Djajadiningrat, menurut Herinneringen-nya, "hanya sedikit marah". Tapi hampir semua pribumi di awal abad ini tak bisa mengelak dari sebuah sudut yang sulit: di satu pihak mereka sadar bahwa untuk mendapkan harga yang layak bagi diri, mereka harus mempergunakan simbolsimbol yang dipakai.orang Belanda. Di lain pihak mereka tahu: pada akhirnya mereka toh tetap bukan orang putih dan Barat, dan harus menerima nasib (dan status yang lebih rendah) sebagai demikian. Sampai tahun 1914, ada misalnya sebuah aturan bagi para murid STOVIA asal Jawa dan asal Sumatera yang bukan Kristen: mereka harus berpakaian pribumi dalam kelas. Buku Robert Van Niel tentang sejarah Indonesia masa itu menyebut kenapa aturan semacam itu ada: mungkin untuk memaksa para calon dokter bumiputra itu tetap menyadari bahwa mereka kelak toh harus bekerja di kalangan bangsa mereka sendiri mungkin pula untuk menjaga, agar mereka tetap puas dengan gaji mereka yang kecil dibanding dengan pejabat bumiputra lain yang pendidikannya lebih rendah. Apa pun alasannya, aturan itu juga yang menyebabkan STOVIA jadi kawah mendidih. Tak aneh bila kebangkitan nasional dengan suara radikal seperti suara Cipto Mangunkusumo - berasal dari Candradimuka itu. Candradimuka dengan lebih dari satu Gatutkaca. STOVIA pada dasarnya memang berisi sebuah generasi yang merasakan ketidakadilan amat menyengat di dekat ulu hati. Kita ingat, STOVIA bukanlah sekolah anak pejabat tinggi Dari sebuah catatan tahun 1906, tampak bahwa sejak tahun 1875 sampai 1904, ada 743 murid STOVIA. Sebanyak 160 lulusannya kemudian jadi inlandse artsen. Hanya 41 dokter yang berasal dari kalangan atas. Sebagian besar berasal dari priayi menengah. Bahkan ada lulusan STOVIA yang ayahnya hanya klerk, petugas telegraf, lurah, pedagang, buruh, dan juga pembantu rumah tangga. Cipto Mangunkusumo, misalnya, seperti ditulis Savitri Prastiti Scherer dalam Keselarasan dan Kejanggalan, sebuah buku menarik tentang sejarah kita awal abad ke20, bukanlah keturunan ningrat. Ia anak guru sekolah dasar pribumi dan cucu seorang guru agama Islam. Di masyarakat zaman itu, seorang dokter seperti Cipto juga bukan seorang anggota kelas yang amat terpandang. Petugas kesehatan dengan gaji 70 sampai 150 gulden ini, meskipun belum apa-apa dlbandingkan dengan gaji bupati yang 1.000 gulden, malah dianggap sebagai priayi baru - yang tentu saja merisaukan priayi dengan trah lama. Dalam Pewarta Prijaji tahun 1901-1902, sebagaimana dikutip oleh Savitri Scherer, ada sebuah tulisan yang menganjurkan agar sekolah yang kemudian menghasilkan Cipto Mangunkusumo itu ditutup saja. Salah satu alasan: jumlah orang yang mau jadi priayi dengan begitu dapat dibatasi, malah disetop. Ketegangan sosial ini, tak kalah panas dari rasa protes terhadap tuan-tuan Belanda, sering dilupakan ketika kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Dalam buku kenangannya, Djajadiningrat bercerita bagaimana ia sendiri, sebagai bupati, pernah memperlakukan rendah seorang lulusan STOVIA. Yang menarik ialah bahwa sang dokter pribumi, yang secara sosial hanya setingkat camat, berani membalas - meskipun dengan cukup adab. Ketika suatu hari, dalam sebuah club, seorang bupati meremehkan seorang inlandse arts, orang ini (setelah banyak minum), menjawab, "Tuan jadi bupati berkat Tuhan. Saya jadi dokter Jawa karena kemauan saya sendiri." Suaranya yang sedikit mabuk itu betapapun suara generasi yang tangguh, bukan generasi yang cuma menerima privilese dari bapak-bapak mereka. Dan dia tak sendiri. Dia pada akhirnya hanya satu unsur dari masyarakat yang terhina - masyarakat yang dianggap monyet dan karena itu dianggap mengacau bila hendak jadi manusia. Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pameran K-Pop D'Festa Siap Hadir Selama 45 Hari di Jakarta, Catat Tanggalnya

34 menit lalu

Konferensi Pers Pameran K-Pop D'Festa 2024 di Jakarta/Tempo-Mitra Tarigan
Pameran K-Pop D'Festa Siap Hadir Selama 45 Hari di Jakarta, Catat Tanggalnya

Para penggemar K-Pop akan segera dimanjakan dengan pameran K-Pop D'Festa, di Jakarta.


Perjalanan Politik Nikson Nababan Menuju Gubernur Sumatera Utara

1 jam lalu

Perjalanan Politik Nikson Nababan Menuju Gubernur Sumatera Utara

April yang lalu, suasana kediaman Tuan Guru Batak (TGB) Syekh Dr. H. Ahmad Sabban El-Ramaniy Rajagukguk, M.A di Simalungun menjadi saksi pertemuan penting antara Nikson Nababan, Ketua DPC PDI Perjuangan Tapanuli Utara, dengan tokoh agama yang berpengaruh.


MK Gelar Sidang Sengketa Pileg Mulai Pekan Depan, KPU Siapkan Ini

1 jam lalu

Sidang putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 dihadiri 8 hakim, gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin, 22 April 2024.  TEMPO/ Febri Angga Palguna
MK Gelar Sidang Sengketa Pileg Mulai Pekan Depan, KPU Siapkan Ini

Terdapat 16 partai politik yang mendaftarkan diri dalam sengketa Pileg 2024.


FFI Pertimbangkan Penambahan Kategori Baru di Festival Tahun Depan

2 jam lalu

Ketua Bidang Penjurian FFI 2024-2026 Budi Irawanto. Foto: Instagram.
FFI Pertimbangkan Penambahan Kategori Baru di Festival Tahun Depan

FFI masih harus mendiskusikan hal tersebut sebagai kategori baru sehingga belum bisa ditambahkan pada FFI 2024.


Terobos Lampu Merah, Menteri Ekstremis Israel Ben-Gvir Kecelakaan

2 jam lalu

Kendaraan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir terlibat dalam kecelakaan di Ramle pada 26 April 2024. (Screencapture/X)
Terobos Lampu Merah, Menteri Ekstremis Israel Ben-Gvir Kecelakaan

Mobil Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir terbalik dalam kecelakaan mobil karena menerobos lampu merah


Hasil Piala Asia U-23, Uzbekistan Taklukkan Juara Bertahan Arab Saudi

2 jam lalu

Timnas Uzbekistan saat melawan Timnas Arab Saudi, di perempat final Piala Asia U-23 2024. Foto/Video/rcti
Hasil Piala Asia U-23, Uzbekistan Taklukkan Juara Bertahan Arab Saudi

Uzbekistan akan menjadi lawan Indonesia di semifinal Piala Asia U-23 pada Senin, 29 April 2024.


Youtuber Jang Hansol dan Food Vlogger Om Kim Senang Indonesia Kalahkan Korea Selatan

2 jam lalu

Youtuber, Jang Hansol. Foto: Instagram.
Youtuber Jang Hansol dan Food Vlogger Om Kim Senang Indonesia Kalahkan Korea Selatan

Jang Hansol menyebut kekalahan Korea Selatan dari Timnas U-23 bisa menjadi pembelajaran berharga bagi sepak bola di negaranya.


'Serius' Bebaskan Sandera Israel, Hamas: Bebaskan Juga Tahanan Palestina

2 jam lalu

Tslil Ben Baruch, 36, memegang plakat ketika para demonstran menghadiri protes 24 jam, menyerukan pembebasan sandera Israel di Gaza dan menandai 100 hari sejak serangan 7 Oktober oleh kelompok Islam Palestina Hamas, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas.  di Tel Aviv, Israel, 14 Januari 2024. REUTERS/Alexandre Meneghini
'Serius' Bebaskan Sandera Israel, Hamas: Bebaskan Juga Tahanan Palestina

Hamas menekankan empat syaratnya bahkan ketika 18 negara mencoba meningkatkan tekanan pada kelompok tersebut untuk mencapai kesepakatan.


Usai Temukan 3 Korban Tewas Tanah Longsor, Basarnas Imbau Sebagian Warga Garut Mengungsi

2 jam lalu

Proses evakuasi korban tewas tertimbun tanah longsor di Kampung Sirnagalih, Desa Talagajaya, Kecamatan Banjarwangi, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada Jumat 26 April 2024. (ANTARA/HO-Basarnas Garut)
Usai Temukan 3 Korban Tewas Tanah Longsor, Basarnas Imbau Sebagian Warga Garut Mengungsi

Warga yang tinggal di perbukitan dan lereng diminta mengungsi untuk meminimalisir korban bencana tanah longsor sepanjang musim pancaroba saat ini.


Persoalan yang Bisa Muncul Akibat Menikah karena Dijodohkan

2 jam lalu

Ilustrasi suami istri konsultasi ke dokter. redrockfertility.com
Persoalan yang Bisa Muncul Akibat Menikah karena Dijodohkan

Perjodohan memang tak selalu berjalan mulus apalagi bila tanpa cinta. Berikut beberapa persoalan yang bisa muncul bila menikah karena dijodohkan.