Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

C.M.

Oleh

image-gnews
Iklan
DUA huruf tersembunyi dalam singkatan RSCM, tapi ratusan ribu orang Jakarta - yang menyebutnya tiap hari lupa akan sebuah nama yang bagus. Di halaman rumah sakit itu memang ada patung Cipto Mangunkusumo. Tapi siapa yang peduli? Di tahun 1952 pernah terbit sebuah buku, ditulis oleh Almarhum M. Balfas, Tjipto Mangunkusumo, Demokrat Sedjati, tapi sudah tentu buku begitu kini tak dicetak lagi. Dia tokoh sejarah, itu benar. Dia perintis kemerdekaan. Tapi generasi Cipto umumnya dilihat hanya sebagai potret-potret menguning: orang-orang yang-ditulis dalam buku pelajaran dan terpisah dari hidup kita kini. Pahlawan? Mungkin - meskipun gambaran kita tentang pahlawan makin lama makin terbatas. Lukisan pada gapura-gapura di lorong kampunG pada tanggal 17 Agustus itu menampakkan tokoh yang tetap: pemuda gondrong, berdestar merah putih, bersenjata. Dan kita pun makin lupa bahwa pahlawan di gapura itu tak akan lahir tanpa orang macam Cipto. Yang terjadi di tahun 1945 adalah ledakan sebuah klimaks dari kepedihan yang panjang. Namanya kolonialisme: sebuah kata benda abstrak. tapi di zaman Cipto, sebuah pengalaman yang menusuk sampai ke ulu hati. Cipto lahir di Ambarawa, dekat Semarang, di tahun 1886. Dia bukan anak priayi tinggi. Ia hanya anak guru. Kenyataan itu penting, bagi sebuah zaman yang lebih mempersoalkan siapa bapakmu ketimbang siapa dirimu. Kenyataan itu juga tajam dan keras, karena Cipto ditempa di sebuah "kawah" yang bernama Stovia. Stovia, tempat pendidikan dokter-jawa itu, bukanlah sekolah untuk kaum menak. Sederet catatan tentang asal-usul murid dan lulusan Stovia 1875-1904 menunjukkan, hanya kurang dari 25% yang berasal dari kalangan bupati, patih, wedana, penghulu kepala. Dalam statistik itu sebagian besar adalah anak-anak pejabat menengah, misalnya guru dan mantri. Bahkan tercatat ada anak klerk, lurah, pedagang serta - sebanyak 10 orang - anak . . . pembantu rumah tangga. Tak heran, dari Stovialah proses itu bermula. Di sini, harapan anak-anak itu untuk naik jenjang sosial digantang. Tapi ternyata, setelah lulus, sistem kolonial tak memberi pintu. Sang dokter-jawa tetap diperlakukan oleh para pejabat Belanda dan para Binnenalands Bestuur pribumi kira-kira setaraf dengan mantri pengairan. Gaji mereka 70 gulden, cuma separuh dari yang diterima lulusan Osvia, sekolah pejabat yang diisi anak para ningrat itu. Dan Cipto menyadari semua ini, dengan intens. Anak sulung dalam keluarga bersembilan ini pintar, tapi juga pemberang. Konon, karena itulah ia terpaksa indekos di kampung, di sekitar sekolah. Bersama anak-anak Srovia lain, yang makan di rumah-rumah kampung yang tak tampak dari Menteng itu, Cipto pun kian tergores, dan tergosok, oleh ketimpangan zamannya. Di tahun 1907, ketika umurnya 21, ia menulis buat pertama kalinya sebuah artikel galak di koran De Locomotief. Cipto menentang dekrit bahwa jabatan bupati dilanjutkan turun-temurun. Bagi Cipto, seperti laiknya bagi orang modern di masanya, pengetahuan dan kemampuan, bukannya keturunan, itulah yang menentukan. Dan jadilah ia seorang pembangkang: seorang yang menyerukan semangat egalitarian di suatu zaman yang mengukuhkan tingkat-tingkat. Dalam kongres pertama Budi Utomo, Agustus 1908, ia sudah menentang bila organisasi itu digunakan hanya untuk mengembangkan kebudayaan Jawa. Ia juga menentang agar orang berpegang pada sejarah di Tanah Jawa. Baik kebudayaan maupun sejarah, kata Cipto, selama berabad-abad jadi wilayah pribadi para pangeran belaka, dan tak seorang pun mengacuhkan si orang kecil. Tugas mendesak Budi Utomo, karenanya, bagi Cipto jelas: menyela-matkan rakyat dari kemiskinan rohani dan materi. Bicara demikian, bagi seorang pemuda 22 tahun, di depan suatu kongres yang dihadiri para orang tua dan bangsawan tinggi di Yogyakarta (dan ini adalah tahun 1908), memerlukan keberanian luar biasa. Tapi Cipto memang keras. Ia keluar dari Budi Utomo ketika organisasi ini jatuh ke pangkuan para pejabat pemerintah kolonial yang mulai tua. Kemudian, Cipto pun bergabung dengan Indische Partij, yang hendak membangunkan patriotisme Hindia, dan menyiapkan kemerdekaan sebuah tanah air yang satu untuk segala suku, segala ras. Bersama E.F.H. Douwes Dekker dan Ki Hadjar Dewantara, Cipto memang pelopor sebuah zaman baru. Hanya orang yang peka, dan terlibat dalam keresahan hati di sekitarnya, yang bisa demikian. Mungkin itulah sebabnya ia tahu, bukan dia yang takut, melainkan penguasa kolonial itu yang takut. Ketika pemerintah membeslah karya-karya Ki Hadjar (waktu itu masih Suwardi Surjaningrat), dengan apinya yang khas Cipto menulis, bertanya: kekuatan atau ketakutankah yang menyebabkan tindakan itu? Kracht of vrees? Goenawan Mohamad
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

5 hari lalu

Perwakilan dari tiga ratus guru besar, akademisi dan masyarakat sipil, Sulistyowari Iriani (kanan) dan Ubedilah Badrun memberikan keterangan pers saat menyampaikan berkas Amicus Curiae terkait kasus Perkara Nomor 1/PHPU.PRES/XXII/2024 dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES/XXII/2024 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 kepada Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung 2 MK, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Subekti
MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

46 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

51 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

51 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.


Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Sejumlah orang dari berbagai latar belakang mendeklarasikan gerakan masyarakat untuk mengawasi Pemilu 2024. Gerakan yang dinamai JagaPemilu itu diumumkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 November 2023. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.


Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

14 November 2023

Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

Aliansi yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang itu menyampaikan keprihatinan mereka ihwal merosotnya Mahkamah Konstitusi atau MK.