Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Luka

Oleh

image-gnews
Iklan
ISLAM adalah agama yang penuh elan, tapi dengan umat yang hatinya luka. Seorang teman menyebutnya dengan nada sayu: a wounded civilization. Kiasan itu tentu saja berasal dari V.S. Naipaul, ketika ia menulis tentang tanah para Ieluhurnya yang jauh, India: A Wounded Civilization. Dalam sejarah tampaknya selalu saja suatu peradaban pernah menjulang kemudian terpukul, dan sindrom "peradaban yang terluka" hadir. Pada Islam, luka itu relatif baru setidaknya sisanya masih sangat terasa di akhir abad ke-20 ini. Dengan kata lain, ia belum lagi sembuh. Dulu, pada awal munculnya ke permukaan sejarah, kaum Muslimin menerima hidup dengan hati riang dan yakin. Mereka tak gentar mencari ilmu ke Negeri Cina, menyalin karya Yunani, menyadap puisi dari Persia dan teater di Timur Tauh. Dari semua itu. mereka menciptakan banyak hal, menemukan banyak segi. Mereka seakan tengah menjalankan mandat yang diberikan Tuhan untuk jadi khalifah di atas bumi, dan memperteguh sebuah surat kepercayaan. Tapi kemudian negeri-negeri Islam terdesak. Di abad ini sebagian besar Muslimin bahkan hidup dalam suatu wilayah luas yang disebut "Dunia Ketiga". Mereka berada paling akhir menurut ukuran prestasi yang kini tengah berlaku. Dan bila orang masih ingat akan Ibnu Khaldun atau Ibnu Sina, itu justru dengan merasa ada luka di hatinya. Yang kemudian terjadi adalah suatu proses, dengan akibat kadang kala muram kadang kala cemerlang. Yang muram ialah rasa putus asa. Habisnya harapan inilah yang mungkin menyebabkan seseorang meninggalkan agama. Atau ia justru tidak meninggalkan apa yang diyakini malah seseorang barangkali memutuskan untuk melakukan takfir - yakni mengafirkan seluruh dunia kontemporer di iuar dirh1ya. Dunia di luar itu memang dunia yang tak selamanya dapat dipahami dan dlterlma. Ia penuh dengan hal-hal yang asal usulnya "bukan Islam", melainkan, terutama, "Barat". Ada mesin-mesin, ada bisnis besar, ada penghargaan pokok pada hak-hak individu dan demokrasi, ada pula film porno atau filsafat Karl Marx. Hal-hal itu sangat kuat hadir, dan dengan satu dan lain cara seakan-akan mencemooh kita yang tak ikut menyertainya. Wajar bila kita cenderung menolaknya. Tapi menolak tak berarti mengalahkan dan itulah soalnya. Mungkin dari sinilah lahirnya "takfirisme", suatu isrilah yang saya rasa lebih sesuai dengan riwayat Islam sendiri dibanding dengan misalnya istilah "fundamentalisme". Dalam posisi belum bisa mengalahkan dunia yang serba salah itu, sejumlah Muslimin pun mematahkan kontak dengan tiap bersit pengaruh dari luar alam acuannya. Usaha memurnikan peri laku pun mulai. Kian terasa "kafir" dunia di scberang itu, kian hebat pula kehendak "memurnikan" itu. Bahwa "takfirisme" mengandung sikap menolak dan melawan, kiranya, tak dapat dihindarkan. Penolakan itu bisa sangat jauh: sampai-sampai karena demokrasi yang konstitusional dan pluralis datang dari "Barat", misalnya, maka ia pun dianggap bertentangan dengan Islam. Di sml memang bekerja kuat sikap waspada, bahkan curiga. Eksperimen ilmiah, eksperimen kesenian, warna-warni kebudayaan, yang umumnya bersifat lokal dan pribumi, pada gilirannya pun cenderung dijauhi. Kaum "takfiris" memang lebih sukar menerima kompromi. Kemurnian justru menghendaki hidup tanpa kompromi. Tapi, seperti tampak dalam sejarah, ajaran atau buah pikiran, sikap mental atau nilai-nilai - semua itu ternyata bukan faktor yang dengan sendirinya membentuk dunia obyektif di luar kita. Demikianlah, bila umat Islam terdesak, sebenarnya kita tak dapat menyalahkan cara berpikirnya yang salah ataupun ajarana larangannya yang sesat. Islam. apapun manifestasinya, tak dapat disebur sebagai biang keterbelakangan ekonomi, sebagaimana kebudayaan Hindu juga tak dapat sepenuhnya menerangkan kemiskinan. Betapapun termasyhurnya Max Weber dan Sombart, ada banyak bolong dalam teori bahwa agama Protcstan di Eropa Utara itu yang menyebabkan kapitalisme maju. Karena itu, dengan hanya mengandalkan diri pada kemurnian ajaran, kaum "takfiris" akan kecewa lagi bila melihat dunia modern tetap saja kian menyisihkan umat. Sebab, sejarah rak selamanya ditentukan oleh murni atau kotornya doktrin begitu banyak faktor kebetulan yang mengakibatkan kita berada di dalam status "Dunia Ketiga" dewasa ini, dengan sebuah peradaban yang luka. Syukur, sebuah peradaban yang luka kadang menerbitkan hal-hal yang cemerlang. Seperti umat Islam di mana-mana, di Indonesia pun mereka merasa terdesak. Tapi berbareng dengan kian banyaknya kalangan terpelajar yang lahir dari para santri itu, dalam kancah orang-orang Muslim Indonesia pula suatu pelangi dan kembang api pemikiran tampak - lebih hidup ketimbang yang terdapat dl kancah lain. Tak semuanya saling setuju. Tapi tak semuanya menunjukkan putus harapan bahwa keadaan tak lagi tak tertolong dan warna di luar hanya hitam. Barangkali karena itulah pelangi dan kembang api itu disebut rahmat. Sebab, peradaban yang luka ini justru suatu peradaban yang belum mati - bahkan sedang menyembuhkan diri. Ia tak mudah dihabisi. Goenawan Mobamad.
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

5 hari lalu

Perwakilan dari tiga ratus guru besar, akademisi dan masyarakat sipil, Sulistyowari Iriani (kanan) dan Ubedilah Badrun memberikan keterangan pers saat menyampaikan berkas Amicus Curiae terkait kasus Perkara Nomor 1/PHPU.PRES/XXII/2024 dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES/XXII/2024 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 kepada Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung 2 MK, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Subekti
MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.


Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

46 hari lalu

Film Djakarta 1966. imdb.com
Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer


53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

51 hari lalu

Wartawan Senior TEMPO Fikri Jufri (Kiri) bersama Kepala Pemberitaan Korporat TEMPO Toriq Hadad dan Redaktur Senior TEMPO Goenawan Mohamad dalam acara perayaan Ulang Tahun Komunitas Salihara Ke-4, Jakarta, Minggu (08/07). Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008 dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia yang berlokasi di Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. TEMPO/Dhemas Reviyanto
53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.


53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

51 hari lalu

Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

Pengunjung melihat karya-karya Goenawan Mohamad dalam pameran tunggalnya di Lawangwangi Creative Space bertajuk Sejauh Ini... di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2024. Sastrawan, budayawan, sekaligus pendiri Majalah Tempo ini memamerkan lebih dari 100 karya seni rupa yang dibuat sejak tahun 2016 sampai 2024. TEMPo/Prima mulia
ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.


Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.


Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

21 November 2023

Sejumlah orang dari berbagai latar belakang mendeklarasikan gerakan masyarakat untuk mengawasi Pemilu 2024. Gerakan yang dinamai JagaPemilu itu diumumkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Pusat pada Selasa, 21 November 2023. TEMPO/Sultan Abdurrahman
Ratusan Tokoh Deklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Kawal Pemilu 2024: Dari Goenawan Mohamad hingga Ketua BEM UI

Gerakan tersebut diawali dari kepedulian sekelompok orang yang tidak berpartai dan independen terhadap perhelatan Pemilu 2024.


Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

14 November 2023

Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Fakta-fakta Para Tokoh Bangsa Temui Gus Mus Soal Mahkamah Konstitusi

Aliansi yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang itu menyampaikan keprihatinan mereka ihwal merosotnya Mahkamah Konstitusi atau MK.