Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jokowi dan Calon Wakilnya

image-profil

image-gnews
Iklan

Ridho Imawan Hanafi,
Peneliti di Soegeng Sarjadi Syndicate

Siapa calon wakil presiden (cawapres) Jokowi? Pertanyaan itu kini menjadi pusat bincang politik nasional. Keingintahuan publik mengenai kandidat pendampingnya membuat ke mana Jokowi melangkah akan ditarik pada duga tanya pemilihan nama. Jokowi memang belum menyebut kepastian nama. Namun, begitu ada yang bertanya dengan sambil menyodorkan nama Jusuf Kalla, Mahfud Md., dan Ryamizard Ryacudu, Jokowi ternyata juga tidak menggeleng.

Sejauh ini tiga nama tersebut banyak diungkap di media sebagai kandidat yang memiliki potensi kuat untuk menjadi pendamping Jokowi pada Pilpres 2014. Mereka diyakini akan menjadi pendamping yang cocok bagi Jokowi. Ketiga tokoh tersebut dinilai memiliki integritas, kompetensi, dan deretan atribut kepemimpinan positif lainnya. Persoalannya, dihadapkan pada alternatif nama-nama mumpuni itu, nantinya hanya satu yang akan dipilih.

Maka, jalan timbang apa yang setidaknya bisa dibaca akan ditempuh untuk menentukan satu nama itu. Beragam pertimbangan bisa diurai. Namun saya mencoba menawarkan dua faktor pembacaan: politik dan personal. Pada faktor politik, pemilihan cawapres Jokowi akan banyak mempertimbangkan faktor partai sebagai pihak yang akan mengusung. Di sini, PDIP merupakan jangkar penentu. Karena tidak memperoleh suara yang cukup untuk bisa mengajukan capres-cawapres, PDIP kemudian menggandeng partai lain.

Satu partai, Partai NasDem, telah berjabat erat dengan PDIP. Dan, ada kemungkinan PDIP juga masih membuka pintu untuk partai lain. Dengan komposisi partai yang bekerja sama dengan PDIP seperti itu, pertimbangan pemilihan nama cawapres tidak lagi menjadi hak utuh PDIP. Partai lain memiliki hak bersuara untuk bersama mempertimbangkan nama cawapres. Dengan demikian, ketiga nama kandidat tidak bisa jika hanya menarik hati bagi PDIP, tapi juga harus memikat bagi partai lain.

Selain itu, faktor politik ini akan melalui pertimbangan bahwa Jokowi dan cawapresnya nanti harus memiliki basis dukungan yang kokoh di parlemen. Karena tidak cukup besar kekuatannya di parlemen jika hanya PDIP dan Partai NasDem, untuk itu cawapres Jokowi perlu sosok yang nantinya bisa mengajak partai politik lain untuk bergabung dalam barisan koalisi PDIP. Ajakan dukungan tersebut bisa sebelum pilpres digelar ataupun setelah pilpres.

Mendapatkan sosok dengan kemampuan memberi garansi keyakinan mendapat dukungan di parlemen bagi pemerintahan Jokowi kelak bukan perkara ringan. Ryamizard bukan tokoh berlatar belakang partai, sementara Kalla dan Mahfud juga bukan tokoh sentral di partai. Namun justru, dalam keterbatasan latar belakang itu, siapa yang berpotensi bisa meyakinkan PDIP dan Jokowi untuk mendapatkan rangkulan partai politik lain adalah salah satu faktor krusial untuk dijadikan cawapres.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Yang tak bisa luput dari pertimbangan politik adalah kemampuan elektabilitas (elective ability) cawapres. Artinya, cawapres adalah sosok yang bisa membantu menambah atau menguatkan elektabilitas Jokowi. Atau bisa dengan kata lain, jika salah satu di antara bakal cawapres dipasangkan dengan Jokowi, tidak memunculkan resistensi yang cukup besar di masyarakat. Bukan hanya itu, cawapres Jokowi diharapkan juga bisa diterima oleh banyak kelompok atau elemen kebangsaan.

Pembacaan kedua adalah faktor personal. Sosok cawapres Jokowi tidak bisa menghindari faktor ini. Faktor personal boleh dikatakan menjadi faktor yang di dalamnya termuat hal subyektivitas mutlak sang penimbang. Penimbang politik utama tidak lain adalah Megawati Soekarnoputri dan Jokowi sendiri. Pada Megawati, terdapat faktor penjamin bahwa siapa pun cawapres yang dipilih, tidak sampai menimbulkan gejolak internal di PDIP.

Sebagai unsur penimbangnya, Megawati tampaknya akan banyak menggunakan rekam jejak dan kedekatan pribadi. Unsur yang terakhir ini terkait soal bahwa Megawati ingin memastikan cawapres nanti tidak membuka sedikit celah yang bisa membuat repot Jokowi dan partai koalisi. Sedangkan untuk rekam jejak, Megawati bisa melihat lembar catatan-catatan politik para kandidat cawapres. Salah satunya bisa menyangkut apakah di antara kandidat memiliki catatan pernah bersinggungan dengan diri ataupun partainya atau tidak.

Adapun bagi Jokowi, nama kandidat cawapres harus memenuhi kecocokan kimiawi (chemistry). Sebab, jika Jokowi terpilih, ia dan wakilnya yang sehari-hari menjalankan roda kepemimpinan. Maka diperlukan kombinasi yang saling mengisi dan menguatkan. Kepemimpinan seperti itu hanya bisa dicapai jika keduanya berperan sesuai dengan posisi dan porsi masing-masing. Karena posisi wakil presiden sangat penting, maka tidak bisa jika ia berperan sebagai pelengkap atau ban serep.

Pada ujungnya, pasangan Jokowi dan cawapresnya akan diuji dengan tantangan yang tidak landai. Meskipun saat ini elektabilitas Jokowi belum dikalahkan oleh capres lain, hal tersebut belum cukup menjamin kemenangan. Karena itu, bagi PDIP dan partai koalisinya, bekerja keras pada pilpres 2014 adalah titian yang harus dilewati untuk mendekatkan tujuan. *

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar
Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.


DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa
DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.


Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Ketua DPR Setya Novanto melambaikan tangan sembari tertawa usai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 15 Maret 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.


Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Putera sulung mantan Presiden SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (tengah) menyerahkan piala kepada Ketua Pelaksana Kejuaraan Asia Karate SBY Cup XIV Jackson AW Kumaat (keempat kiri) di Jakarta, 25 Februari 2017. ANTARA FOTO
Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini


Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Presiden Joko Widodo memberi pernyataan usai Rapim TNI, didampingi Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Cilangkap, 16 Januari 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis
Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.


Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Susilo Bambang Yudhoyono membacakan pidato politiknya usai ditetapkan menjadi ketum periode 2015-2020 dalam penutupan Kongres Demokrat di Surabaya, 13 Mei 2015. Dalam pidato politiknya SBY membacakan 10 rekomendasi hasil kongres untuk landasan kerja selama lima tahun kedepan. TEMPO/Nurdiansah
Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.


Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Relawan membentangkan Bendera Merah Putih raksasa saat mengikuti kirab budaya menyambut Presiden ketujuh Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di kawasan MH Thamrin, Jakarta, 20 Oktober 2014. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.


Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Pendukung Jokowi-JK menggunduli rambutnya saat Pemilu Presiden 2014 di posko Relawan Keluarga Nusantara di Kuta, Bali, 9 Juli 2014. TEMPO/Johannes P. Christo
Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.


Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Pimpinan MPR terpilih, Ketua Zulkifli Hasan bersama Wakil Ketua (kiri-kanan) Hidayat Nur Wahid, H. Mahyuddin, Evert Erenst Mangindaan dan Oesman Sapta Odang berfoto bersama pada Sidang Paripurna pemilihan pimpinan MPR di Gedung Nusantara, Jakarta, 8 Oktober 2014. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.


Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Jokowi. ANTARA/Rosa Panggabean
Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.