Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kekerasan

Oleh

image-gnews
Iklan
"Bersikaplah lebih otokratis, jantung hatiku. . . " DUA setengah tahun sebelum Revolusi Rusia pecah, dan keluarga kerajaan dibantai kejam oleh polisl rahasia komunis di pedalaman Ekaterinburg, Alexandra menulis surat itu kepada suaminya. Sang suami, Tsar Nicholas, memang seorang maharaja yang lembut hati dan peragu. Surat bertanggal April 1915 itu bermaksud meneguhkan hatinya - dan memperingatkan bahaya yang berkecamuk di bawah dan di sekitar tahta. "Kita bukan sebuah negara konstitusional, dan tak berani untuk demikian," tulis Ratu Alexandra sekali lagi, dua bulan berikutnya. "Rakyat kita tak dididik untuk itu...." Rakyat masih bodoh. Parlemen, yang di Rusia waktu itu disebut Duma, tak perlu diacuhkan. Seorang Tsar, dalam sejarah Rusia, selalu seorang otokrat - dan itu tak boleh dilupakan. Namun Alexandra yang berasal dari Jerman itu pada akhirnya tetap seorang asing. Ia tak kenal betul Rusia. Setidaknya, ia tak tahu apa yang tengah berubah: rakyat memang masih bodoh, tapi mereka marah. Dan kekerasan hanya sebuah pertandanya. Dengan kata lain, Tsar yang nun jauh di Kremlin itu tak lagi sepenuhnya dirasakan sebagai sesuatu yang manunggal dengan psikologi rakyat. Sesuatu yang tragis telah terjadi. Pada awalnya adalah Plehve. Ia seorang menteri dalam negeri yang kemudian terkenal karena dua hal. Yang pertama penindasannya: pertemuan politik dilarang, jalan-jalan bergerombol bagi mahasiswa dilarang,bahkan pesta untuk sejumlah orang pun perlu izin. Hal yang kedua, yang menyebabkan Plehve tercatat dalam sejarah, ialah nasibnya: Juli 1904, sebuah bom meledakkan tubuh sang menteri. Plehve pulalah yang secara tak langsung menyebabkan terjadinya "Ahad Berdarah" di musim dingin awal tahun 1905. Sebelum ia tewas, menteri yang sangat cemas akan revolusi itu berhasil membentuk suatu gerakan buruh. Gerakan kaum pekerja ini secara rahasia diatur pihak polisi. Baik bagi pemerintah maupun bagi para majikan hal ini lebih menguntungkan: protes-protes yang jinak tak terlampau merepotkan dibanding dengan aksi yang lebih galak. Sebagai pemimpinnya adalah seorang pastor. muda bernama Gapon. Namun Gapon sebenarnya bukan cuma agen polisi yang diselundupkan. Ia juga memang seorang yang benar-benar merasa perlu berjuang untuk perbaikan orang kecil. Syahdan, Januari 1905, serangkaian protes timbul - ketika terbetik berita bahwa Rusia kalah perang menghadapi Jepang. Orang tak puas. Pemogokan berjangkit. Gapon tampil, untuk memimpin - biarpun karena itu hubungannya dengan polisi terputus. Ia ingin membawa rombongan buruh berpawai, untuk kemudian menemui Tsar sendiri. Tak terbiasa dengan pertemuan seperti itu, para pejabat gugup. Pangeran Mirsky, menteri dalam negeri yang baru, menambah jumlah pasukan ke Kota St. Petersburg, yang akan dikunjungi Tsar untuk upacara Pemberkatan Air. Harapan: semoga semua dapat dikendalikan dengan baik. Semua memang bermula tertib. Di hari yang berangin dingin dan turun salju 22 Januari 1905 itu, Pastor Gapon memulai perjalanan 120.000 pengikutnya. Mereka berbaris berpautan tangan, gembira, penuh harap. Di tangan mereka terjunjung salib, potret Tsar, bendera keagamaan dan juga kebangsaan. Seraya melangkah, mereka bernyanyi, "Panjang usianya Sang Tsar." Tujuan: Istana Musim Dingin. Namun ternyata di jalan-jalan penting pasukan mencegat mereka. Tak menyangka hal Itu, dan tak sabar untuk memenuhi Janji diterima Tsar yang mereka harapkan, arakar-akan pun mendesak terus. Pasukan melepaskan tembakan. Laki-laki, wanita, dan anak-anak roboh bergelimpangan. Darah merah membasah, mewarnai salju yang telah jadi keras. Beberapa ratus orang tumpas. "Ahad Berdarah" itu, kata Sejarawan Robert K. Massie dalam Nicholas and Alexandra, "merupakan titik balik dalam sejarah Rusia." Sebab hancurlah "keyakinan kuno dan legendaris," bahwa "Tsar dan rakyat itu satu." Ketika peluru berdesingan membunuh dan menghancurkan, orang banyak itu berteriak, "Tsar tak akan menolong kita!" Dan sia-sialah anjuran Ratu Alexandra 10 tahun kemudian kepada suaminya agar bersikap lebih teguh, lebih keras. Seorang otokrat, dalam keadaan seperti itu, hanya seorang yang kesepian. Ia terasing dan tertinggal. Apalagi Parlemen dan konstitusi yang dibentuk - sekadar buat meleraikan keresahan - tak punya keyakinan pada alasannya sendiri. Sergius Witte, pembesar yang ditunjuk Tsar untuk menyusun Duma dan undang-undang dasar, berkata: "Saya punya sebuah konstitusi di kepalaku, sedang di hatiku . . . " Ia lalu meludah ke lantai.
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kampanye Kejayaan Soeharto, Pengamat: Sulit buat Dulang Suara  

13 Maret 2017

TEMPO/ Santirta M
Kampanye Kejayaan Soeharto, Pengamat: Sulit buat Dulang Suara  

Pengamat yang juga peneliti CSIS mengatakan nostalgia terhadap kejayaan Soeharto tak akan bisa digunakan untuk mendulang suara dalam pemilu.


Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Luhut: Lihat Peran Sejarah  

20 Mei 2016

Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan, saat coffee morning dengan sejumlah wartawan di kantor Menkopolhukam, Jakarta, 21 April 2016. Luhut menyampaikan harapannya agar Indonesia jangan mau didikte negara asing. TEMPO/Aditia Noviansyah
Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Luhut: Lihat Peran Sejarah  

"Soeharto kan punya peran dalam sejarah pembangunan. Kalau diberikan gelar pahlawan ya kita hargai," ujar Luhut Binsar Pandjaitan.


Tiga Tahun Pak Harto Mangkat, Rumah Cendana Sepi

27 Januari 2011

Tiga Tahun Pak Harto Mangkat, Rumah Cendana Sepi

Rumah di Jalan Cendana yang ditinggali Pak Harto semasa hidupnya ini, memang sejak lama tidak pernah dijenguk oleh kerabat.


Kecewa Majelis Hakim, Korban Stigma PKI Lapor ke MA

20 Juli 2005

Kecewa Majelis Hakim, Korban Stigma PKI Lapor ke MA

Ratusan orang mantan napol/tapol korban stigma Gerakan 30 September- Partai Komunis Indonesia (PKI) Rabu siang (20/7), melapor ke Mahkamah Agung (MA). Mereka merasa dikecewakan oleh penundaan sepihak oleh Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.


Fuad Bawawier Ditolak PAN Boyolali

26 Desember 2004

Fuad Bawawier Ditolak PAN Boyolali

Fuad Bawazier kandidat ketua Partai Amanat Nasional (PAN) ditolak DPD Boyolali. Citra pribadi Fuad dianggap kurang bagus bagi PAN.


Jusuf Kalla: Naskah Asli Super Semar Ada di Soeharto

9 September 2004

Jusuf Kalla: Naskah Asli Super Semar Ada di Soeharto

Masih banyak dokumen penting yang disimpan M Jusuf.


Soebandrio Tutup Usia

3 Juli 2004

Soebandrio Tutup Usia

Bekas Wakil Perdana Menteri I/Menteri Luar Negeri era Orde Lama, Soebandrio meninggal dunia, Sabtu (3/7) dinihari di usia 90 tahun.


Kontras Minta Tri Sutrisno Dijadikan Tersangka

3 Maret 2004

Kontras Minta Tri Sutrisno Dijadikan Tersangka

Menurut Kontras, berdasarkan keterangannya di persidangan dan bukti garis komando ketika peristiwa Tanjung Priok terjadi, hakim dan jaksa bisa menjadikan Tri Sutrisno sebagai tersangka.


1955

23 Maret 1999

1955


Mitterrand

23 November 1985

Mitterrand

Presiden prancis, Francois Mitterrand, menyebut nama Soeharto dalam catatan hariannya. Mitterrand lebih banyak berbicara soal kemerdekaan & hati nurani. (ctp)