Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Koalisi Sangkil Pemilu Presiden

image-profil

image-gnews
Iklan

Wawan Sobari,
Dosen Program Studi Ilmu Politik Universitas Brawijaya

Ada pelajaran penting yang bisa diambil dari laporan akhir dana kampanye yang disampaikan 12 partai politik nasional kepada Komisi Pemilihan Umum (Koran Tempo, 25 April). Besarnya dana kampanye parpol tidak berbanding lurus dengan perolehan suara pemilu legislatif 2014. Parpol dengan bujet kampanye besar tidak mesti memperoleh suara terbanyak. Partai Gerindra, yang melaporkan pengeluaran anggaran kampanye terbesar sebesar Rp 434,945 miliar, justru hanya menempati posisi ketiga perolehan suara menurut hasil sejumlah hitung cepat.

Apabila menggunakan ukuran rasio pengeluaran dana kampanye dan perolehan suara parpol, PKS merupakan parpol paling sangkil (efisien). PKS melaporkan pengeluaran kampanye sebesar Rp 121 miliar. Sedangkan nilai tengah (median) perolehan suara PKS, menurut empat hasil hitung cepat (SMRC, LSI Lingkaran, Cyrus-CSIS, IPI), adalah sebesar 6,9 persen. Maka, rasio efisiensi dana kampanye PKS sebesar Rp 17,54 miliar per persen perolehan suara.

Posisi kedua ditempati PDIP dengan rasio efisiensi Rp 21,26 miliar per persen. Kemudian diikuti PPP (Rp 24,15 miliar), PKB (Rp 26,86 miliar), dan Golkar (Rp 27,51 miliar). Sedangkan Partai Hanura terkategorikan sebagai parpol dengan dana kampanye paling boros, dengan rasio Rp 69,26 miliar per persen.

Hasil penghitungan efisiensi dana kampanye melahirkan catatan penting mengenai urgensi strategi dan organisasi parpol. Strategi terkait dengan kemampuan parpol mendorong peningkatan loyalitas keanggotaan dan ekspansi pemilih parpol. Organisasi terkait dengan kapasitas manajemen dan loyalitas pengurus parpol hingga tingkat terbawah.

Sejak awal pendiriannya, PKS dikenal sebagai partai kader karena segmentasi pemilihnya yang jelas dan loyal. PKS didirikan, dipimpin, dan didukung oleh kumpulan individu kalangan terdidik yang loyal. Terbukti, hantaman kampanye negatif kasus korupsi yang menimpa pimpinan PKS tidak secara drastis meruntuhkan kepercayaan para kadernya. Suara PKS diperkirakan hanya turun sekitar 1 persen dibanding hasil Pemilu 2009 (7,89 persen).

Adapun PDIP, yang mendeklarasikan diri sebagai partai wong cilik, berhasil keluar dari tren penurunan suara pemilu legislatif 1999 (33,75 persen) hingga pemilu legislatif 2009 (14,01 persen). Median empat hasil hitung cepat memperkirakan perolehan suara PDIP sebesar 19,04 persen. Tanpa mengesampingkan daya tarik Joko Widodo (Jokowi), strategi dan organisasi PDIP relatif berhasil mengembalikan kepercayaan pemilihnya, meski tidak menyamai capaian pemilu legislatif 1999.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lantas, apa relevansi dari catatan efisiensi penggunaan dana kampanye parpol untuk pemenangan pemilu presiden 2014? Pertama, efisiensi dana kampanye bisa dijadikan argumen membangun koalisi. Parpol-parpol yang terkategorikan efisien merupakan bukti kemampuannya untuk tidak melulu bertumpu pada besarnya dana kampanye, melainkan bersandar pada kapasitas strategi dan organisasi parpol dalam menghadapi pemilu.

Namun bukan berarti parpol pemenang pemilu legislatif yang terkategorikan efisien, seperti PDIP, tidak bisa membangun koalisi dengan parpol yang tak efisien. Sebaliknya, PDIP, yang sudah mendeklarasikan koalisi dengan Partai NasDem dalam pemilu presiden 2014, justru akan memperoleh dampak positif. Kemampuan Partai NasDem dalam menggalang dana kampanye akan membantu PDIP, yang mencalonkan Jokowi. Sedangkan Partai NasDem, yang terkategorikan tidak sangkil (Rp 41,4 miliar), akan belajar dari kapasitas PDIP dalam mengoptimalkan strategi dan organisasi kepartaiannya.

Kedua, ukuran efisiensi penggunaan dana kampanye parpol bisa menjadi dasar evaluasi dan menyusun strategi pemenangan pemilu presiden 2014. Partai Gerindra, yang mendeklarasikan Prabowo Subianto sebagai calon presiden, perlu merefleksikan angka efisiensi penggunaan dana kampanyenya yang mencapai Rp 36,66 miliar per persen. Meski perolehan suara Gerindra melejit hampir tiga kali lipat dari hasil pemilu legislatif  2009 (4,46 persen), penggunaan dana kampanyenya tergolong kurang efisien. Karena itu, Partai Gerindra perlu mempertimbangkan masak-masak parpol yang diajak berkoalisi mencalonkan Prabowo. Terutama memilih calon wakil presiden yang diajukan parpol terkategorikan efisien. Pun, Gerindra bisa lebih mengoptimalkan strategi ekspansi pendukung Prabowo dan manajemen kampanye yang akan dijalankan kader-kadernya di tingkat terbawah.

Ketiga, kampanye memang bukan satu-satunya faktor yang mendorong keberhasilan parpol meraih suara tinggi dalam pemilu presiden nanti. Kekuatan figur yang merupakan gabungan tingkat popularitas dan kesukaan terhadap calon bisa saja lebih kuat. Terbukti, pasangan SBY-Boediono, yang meraih suara 60,80 persen suara dalam pemilu presiden 2009, mengeluarkan dana kampanye resmi sebesar Rp 232,58 miliar. Nilai tersebut hanya 75,76 persen dari dana kampanye Partai Demokrat dalam pemilu legislatif 2014.

Alhasil, ukuran efisiensi belanja kampanye pemilu legislatif 2014 berguna dalam menghadapi pemilu presiden mendatang. Terutama dalam mengukur kapasitas strategi dan organisasi parpol yang efisien guna mendongkrak elektabilitas calon presiden dan calon wakil presiden. *

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar
Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.


DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa
DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.


Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Ketua DPR Setya Novanto melambaikan tangan sembari tertawa usai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 15 Maret 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.


Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Putera sulung mantan Presiden SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (tengah) menyerahkan piala kepada Ketua Pelaksana Kejuaraan Asia Karate SBY Cup XIV Jackson AW Kumaat (keempat kiri) di Jakarta, 25 Februari 2017. ANTARA FOTO
Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini


Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Presiden Joko Widodo memberi pernyataan usai Rapim TNI, didampingi Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Cilangkap, 16 Januari 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis
Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.


Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Susilo Bambang Yudhoyono membacakan pidato politiknya usai ditetapkan menjadi ketum periode 2015-2020 dalam penutupan Kongres Demokrat di Surabaya, 13 Mei 2015. Dalam pidato politiknya SBY membacakan 10 rekomendasi hasil kongres untuk landasan kerja selama lima tahun kedepan. TEMPO/Nurdiansah
Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.


Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Relawan membentangkan Bendera Merah Putih raksasa saat mengikuti kirab budaya menyambut Presiden ketujuh Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di kawasan MH Thamrin, Jakarta, 20 Oktober 2014. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.


Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Pendukung Jokowi-JK menggunduli rambutnya saat Pemilu Presiden 2014 di posko Relawan Keluarga Nusantara di Kuta, Bali, 9 Juli 2014. TEMPO/Johannes P. Christo
Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.


Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Pimpinan MPR terpilih, Ketua Zulkifli Hasan bersama Wakil Ketua (kiri-kanan) Hidayat Nur Wahid, H. Mahyuddin, Evert Erenst Mangindaan dan Oesman Sapta Odang berfoto bersama pada Sidang Paripurna pemilihan pimpinan MPR di Gedung Nusantara, Jakarta, 8 Oktober 2014. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.


Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Jokowi. ANTARA/Rosa Panggabean
Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.