Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Propaganda politik

Oleh

image-gnews
Iklan
SELALU ada yang menyedihkan ketika sebuah buku kesusastraan dilarang oleh sebuah pemerintah. Di mana pun kita berdiri. Tapi bila pada kejadian seperti itu merasakan ada sesuatu yang hilang, itu bukanlah karena kita mencintai kesusastraan di atas segalanya. Bukan pula karena kita ingin bicara tentang kemerdekaan mencipta -- dan seolah tak ada hal lain. Kita cuma sedih karena kita seolah-olah melihat satu ruang yang kosong, tanpa sejarah, sementara senja sudah berat dan orang sudah berangkat tua. Kita, dengan kata lain, melihat kesia-siaan yang berlaku lagi. Catatan terhimpun dalam pengalaman, tapi seperti tulisan-tulisan di dinding. Mereka tak jelas berperan dalam kesadaran kita. Catatan pertama: sebuah kalimat termasyhur dari Lingkaran Pertama Aleksander Solshenistsyn. Seorang tokoh dalam cerita itu mengungkapkan, "bagi sebuah negeri, mempunyai seorang penulis besar adalah seperti mempunyai sebuah pemerintahan yang lain." Catatan kedua: betapa salah dan betapa benarnya kalimat itu. Tak setiap pengarang besar harus berhadapan dengan pemerintahan yang ada. Sebaliknya tak setiap pengarang yang berhadapan dengan pemerintahan yang ada bisa serta merta masuk ke dalam kategori pengarang besar. Namun toh kenyataan tetap ada pemerintah-pemerintah yang memilih untuk menghadapi sebuah buku kesusastraan. Dan tiba-tiba saja sebuah buku bisa mendapatkan nilai seperti suatu kekuatan tandingan. Dalam keadaan itu berlangsunglah apa yang sering tercantum dalam catatan sejarah berikutnya, khususnya menjelang akhir abad ke-20 ini: suatu kontes antara kekuasaan di satu pihak dan kesusastraan di pihak lain. Kita tahu setiap kali, bahwa dalam kontes seperti itu tak ada yang menang, tak ada yang jelas kalah. Kita hanya menyaksikan sebuah pertandingan antara dua hal yang punya ukuran sukses yang berbeda-beda -- ibarat adu tinju menghadapi gerak perlawanan tari perang. Dalam salah satu saat, pukulan tinju itu dapat saja merubuhkan sang penari. Tapi bisakah kita memahami adegan ini dan bertepuk tangan? Dalam adegan lain sang penari menusukkan kerisnya ke arah sang petinju. Tapi bisakah kita tidak tersenyum? Barangkali karena itulah dalam sejarah tak ada suatu pemerintahan yang ambruk oleh sebuah revolusi yang digerakkan oleh sebuah buku -- apalagi beberapa buah novel. Sebaliknya tidak pernah dalam sejarah -- terutama di zaman ini -- kesusastraan padam oleh sebuah dekrit atau fatwa. Kita bisa bicara tentang buku yang dianggap cabul, yang tak kunjung bisa dibasmi. Kita juga bisa bicara tentang apa yang terkenal dengan samizdat di dalam penjara realisme-sosialis di Uni Soviet. Dengan kata lain, kita bisa bicara tentang kesia-siaan itu. Sebab sebuah buku seperti seekor burung, pada akhimya akan terbang atau mati sesuai saatnya. Ia akan lepas dan kekal apabila ia memang sanggup bersintuhan dengan rohani dalam diri kita, berkeliling bagus di keluasan langit. Ia akan macet dan rontok apabila ia hanya lempung yang tak ditiup hidup sejati. Tak selamanya kita memang menyadari, bahwa ada kodrat semacam itu dalam karya-karya kesenian -- suatu kodrat yang berbeda dari sifat-sifat kekuatan politik. Memakaikan ukuran politik kepada kesusastraan karena itu selamanya akan meleset dan menghasilkan sesuatu yang aneh. Sebuah novel memang bisa jadi alat sarana propaganda politik, oleh yang berkuasa atau tidak. Tapi sebuah buku juga bisa menjadi ampuh justru karena ia memperoleh promosi sebagai suatu kontestan -- dengan kekuatan yang dilipatgandakan.
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Dewan Pers Tak Masukkan Perusahaan Pers dalam Komite Publisher Rights, Ini Alasannya

52 hari lalu

Ketua Dewan Pers Nini Rahayu memberikan statemen dalam jumpa pers soal menuju deklarasi kemerdekaan pers Capres-Cawapres 2024 di Kantor Sekretariat Dewan Pers, Kebon Sir, Jakarta Pusat, Rabu, 31 Januari 2024. Dalam keteranganya Dewan Pers mengajak ketiga Capres-Cawapres untuk hadir dan menyatakan komitmen mereka terhadap kemerdekaan pers. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Dewan Pers Tak Masukkan Perusahaan Pers dalam Komite Publisher Rights, Ini Alasannya

Komite Publisher Rights bertugas menyelesaikan sengketa antara perusahaan pers dan perusahaan platform digital.


Dewan Pers Bentuk Tim Seleksi Komite Publisher Rights

52 hari lalu

Penjabat Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu berfoto bersama dengan pengurus Dewan Pers Masa Bakti 2022-2025 usai pertemuan dengan Media membahas Kemerdekaan Pers di Aula Gedung Dewan Pers Lantai 7, Jakarta Pusat. Foto: Tika Ayu
Dewan Pers Bentuk Tim Seleksi Komite Publisher Rights

Ninik mengatakan, Komite Publisher Rights penting untuk menjaga dan meningkatkan kualitas jurnalistik.


Ekonom Sebut Penerapan Perpres Publisher Rights Harus dengan Prinsip Keadilan

23 Februari 2024

Ilustrasi media online. Kaboompics / Pexels
Ekonom Sebut Penerapan Perpres Publisher Rights Harus dengan Prinsip Keadilan

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan Perpres Publisher Rights mesti diterapkan dengan prinsip keadilan.


Jokowi Teken Perpres Publisher Rights, Atur Kerja Sama Lisensi hingga Bagi Hasil Platform Digital dengan Perusahaan Pers

23 Februari 2024

PJ Gubernur DKI Heru Budi, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, Presiden RI Jokowi, Ketua PWI  Hendry CH Bangui, Ketua MPR Bambang Susatyo, Seskab Pramono Anung, Menkominfo Budi Arie (kiri-Kanan) saat hadiri puncak perayaan Hari Pers National 2024 di Ancol, Jakarta, Selasa, 20 Februari 2024. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Jokowi Teken Perpres Publisher Rights, Atur Kerja Sama Lisensi hingga Bagi Hasil Platform Digital dengan Perusahaan Pers

Pemerintah bakal mengatur hubungan kerja sama platform digital dengan perusahaan pers setelah Presiden Jokowi meneken Perpres Publisher Rights.


Perpres Publisher Rights Disahkan, Meta Yakin Tak Wajib Bayar Konten Berita ke Perusahaan Media

22 Februari 2024

Ilustrasi logo Meta. (REUTERS/DADO RUVIC)
Perpres Publisher Rights Disahkan, Meta Yakin Tak Wajib Bayar Konten Berita ke Perusahaan Media

Meta menanggapi Perpres Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas.


Jokowi Sahkan Perpres Publisher Rights, Bisa Pengaruhi Kebebasan Pers?

22 Februari 2024

PJ Gubernur DKI Heru Budi, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, Presiden RI Jokowi, Ketua PWI  Hendry CH Bangui, Ketua MPR Bambang Susatyo, Seskab Pramono Anung, Menkominfo Budi Arie (kiri-Kanan) saat hadiri puncak perayaan Hari Pers National 2024 di Ancol, Jakarta, Selasa, 20 Februari 2024. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Jokowi Sahkan Perpres Publisher Rights, Bisa Pengaruhi Kebebasan Pers?

Jokowi teken Perpres No. 32 tahun 2024 mengatur Platform Digital dalam mendukung industri jurnalisme berkualitas. Apakah mempengaruhi kebebasan pers?


AMSI Optimistis Perpres Publisher Rights Dorong Ekosistem Bisnis Media Jadi Lebih Baik

21 Februari 2024

Wahyu Dhyatmika CEO Tempo Digital (kiri)  dan Maryadi Direktur Bisnis dan Digital Katadata (kanan) terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) periode 2023-2027, pada kongres III yang berlangsung di Hotel El Royale, Bandung 24 Agustus 2023. Foto: Istimewa
AMSI Optimistis Perpres Publisher Rights Dorong Ekosistem Bisnis Media Jadi Lebih Baik

Perpres Publisher Rights dinilai membuka ruang bagi model bisnis baru di luar model bisnis yang mengandalkan impresi atau pencapaian traffic.


Jokowi Teken Perpres Publisher Rights, Apa Artinya bagi Perusahaan Pers Indonesia?

21 Februari 2024

Presiden RI Jokowi berdialog dengan para tamu undangan usai puncak perayaan Hari Pers Nasional 2024 di Ancol, Jakarta, Selasa, 20 Februari 2024.  TEMPO/ Febri Angga Palguna
Jokowi Teken Perpres Publisher Rights, Apa Artinya bagi Perusahaan Pers Indonesia?

AMSI optimistis Perpres Publisher Rights akan membuka jalan bagi negosiasi bisnis yang setara antara platform digital dan penerbit media digital.


Media Asing Soroti Perpres Publisher Rights yang Diteken Jokowi

21 Februari 2024

Presiden RI Joko Widodo alias Jokowi usai puncak perayaan Hari Pers Nasional 2024 di Ancol, Jakarta, Selasa, 20 Februari 2024. Dalam pidatonya, Jokowi cerita dirinya yang sering dijadikan cover majalah dan dikomentari oleh cucunya Jan Ethes. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Media Asing Soroti Perpres Publisher Rights yang Diteken Jokowi

Jokowi mengatakan semangat awal dari Peraturan Presiden tentang Publisher Rights adalah ingin membentuk jurnalisme berkualitas.


Jokowi Teken Perpres Publisher Rights, Begini Respons Google

21 Februari 2024

Presiden RI Jokowi memberikan sambutan saat puncak perayaan Hari Pers Nasional 2024 di Ancol, Jakarta, Selasa, 20 Februari 2024. Jokowi menganggap bahwa kebebasan pers di Indonesia masih berjalan dengan baik. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Jokowi Teken Perpres Publisher Rights, Begini Respons Google

Google buka suara soal pengesahan Perpres Publisher Rights oleh Presiden Jokowi.