Skandal Bank BJB mengindikasikan politikus Partai Keadilan Sejahtera terseret masalah kredit yang janggal. Mereka diduga kongkalikong dengan pejabat Bank BJB?dulu bernama Bank Jabar Banten?untuk mengatur pemberian kredit hingga ratusan miliar rupiah. Modus korupsi ini perlu dibongkar hingga tuntas karena tidak hanya merugikan negara, tapi juga berbahaya bagi perbankan.
Pemberian kredit itu jauh dari prinsip hati-hati, seperti yang terjadi pada kasus PT Cipta Inti Parmindo di Surabaya. Perusahaan ini mengajukan permohonan kredit Rp 76 miliar kepada Bank BJB untuk menambah modal kerja. Jaminan yang diajukan hanya beberapa lembar surat yang memastikan perusahaan itu mendapat proyek di sejumlah kementerian.
Anehnya, Bank BJB menyetujuinya, bahkan menaikkan plafonnya menjadi Rp 250 miliar. Belakangan diketahui, uang itu tidak dipakai untuk mengembangkan usaha, melainkan diduga digunakan buat menyuap pejabat dan antek-anteknya untuk mendapatkan proyek lain di pemerintahan. Transaksi keuangan PT Cipta menunjukkan, uang di antaranya disetor ke Ahmad Fathanah, orang kepercayaan mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Fathanah dan Luthfi kini meringkuk di ruang tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi karena terlibat kasus suap daging impor.
Terungkap pula aliran duit kepada Elda Devianne Adiningrat, bekas Ketua Asosiasi Benih Indonesia. Elda kini dicegah ke luar negeri atas permintaan KPK karena dianggap mengetahui suap Ahmad Fathanah dan Luthfi. Kejaksaan Agung telah menetapkan Elda sebagai tersangka kasus "pembobolan" Bank BJB.
Jangan heran bila orang lalu mengaitkan kasus ini dengan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan alias Aher, yang kebetulan juga tokoh PKS. Posisi Aher penting karena sebagian saham Bank BJB dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Aher semakin disorot lantaran kasus serupa muncul di Sukabumi. PT Alpindo Mitra Baja, perusahaan penyedia suku cadang alat berat, mendapat kredit Rp 38,7 miliar dari Bank BJB. Perusahaan ini dimiliki Ayep Zaki, yang disebut-sebut sebagai simpatisan PKS. Dana itu akan dipakai sebagai pinjaman karyawan yang terhimpun dalam Koperasi Bina Usaha-unit bisnis di bawah Alpindo. Tapi dokumen kreditnya banyak mengandung kejanggalan. Gaji karyawan ditinggikan agar sesuai dengan plafon kredit. Setelah kredit disetujui, hanya sedikit duit yang mengalir ke karyawan.
Penegak hukum semestinya segera membongkar kasus Alpindo, seperti halnya kredit PT Cipta di Surabaya. Temuan tim pengawasan BI jelas menunjukkan adanya sederet kejanggalan dalam pemberian itu. Jika kejaksaan memang belum memegang kasus tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi sebaiknya turun tangan. Soalnya, pemberian kredit yang serampangan akan membahayakan perbankan.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan juga perlu membantu membongkar aliran dana kasus kredit Bank BJB, termasuk yang diduga mengalir ke petinggi partai. Bagaimanapun, korupsi tetaplah korupsi kendati sering dibalut kepentingan politik ataupun partai.